Sajak-Sajak Esha Tegar Putra

http://jurnalnasional.com/
Sajak yang Bermula dari Sepantun-sepantun Kecil

sepantun dahan lapuk
jika kau siap bergelantungan, kau harus siap jatuh
jika kau setia berdiri di bawahnya kau harus siap ditimpanya
sepantun dahan lapuk mulai berbuai-buai dimain angin
bergelantungan, atau setia berdiri di bawahnya yang kau pilih?

Sepantun kuda penarik bendi
lecutlah aku, kekang rahangku, kebat badanku
tunggang aku dengan gerobak bendi
yang di atasnya orang-orang bermuncung bulat
dan berperut gendut berceloteh tentang isi kantong
yang dibawanya dari pasar

kau suruh aku berdiri aku akan berdiri
kau suruh aku berlari aku akan berlari
kau lecut aku berkali-kali aku akan menagis dalam diri
hanya aku berharap sekarung rumput pada malam
sedikit sagu dicampur air
dan gusuk punggungku dengan lembut
maka aku akan siap dilecut lagi di tunggangan berikutnya

sepantun gelapung hanyut
kalau disebut sepantun gelapung, maka hanyut akan teringat
batangnya disebut-sebut, buahnya dibiar tiada tujuan

sepantun padi masak
hanya saja sepantun padi masak yang disebut-sebut
makin berisi makin merunduk
dan di periuk, ia makin tertekuk

kau cobalah seketika ia ditumbuk jadi beras
ditanak dan dimakan sampai ke kerak
maka ia akan makin bersyukur
dihimbau dari patahan tangkai

sepantun talang basah
diketuk juga itu talang, di dalamnya miang gatal bersarang
di dalamnya bulat air diumpamakan
di dalamnya basah tak dapat dikemanakan
dan dari kulit luar itu talang bakal dibilah dengan parang

sepantun kopi pahit
kau dengarlah suara-suara yang berbunyi malam
maka akan kau pantunkan kopi pahit
rasa di lidah hendak di buang, tapi candu di badan
mengharuskan untuk menelan

sepantun benang basah
seringkali benang basah diberi maksud yang salah
tak baik dipintal, tak baik diregang, tak baik ditarik ditegakkan

tak ada salah jika dikeringkan, didiang di bumbungan dapur
atau diurai dari satu tangkai pohon ke tangkai lain
agar gerak angin memberinya maksud lain
jadilah benang berguna penyambung kain buruk

sepantun orang buta
jika berlari hendak disuruh, berjalan pun aku dipapah
kusebut ini agar kau mematah agak seranting kayu
biar aku belajar menyusun langkah

sepantun kuda pelajang bukit
tak ingin kubayangkan kau sebagai bangau
atau segerombolan burung di tiap petang turun
berhumbalang ke kubah surau

hanya saja kau sepantun kuda pelajang bukit
mendaki dengan langkah sigap, menurun dengan
derik di tulang punggung

oalah, kau memang sepantun kuda pelajang bukit
sekali sepekan meringkik dalam gairah mengunyah sagu
dan di pendakian ke berapakah kau menyatakan penat?

2009

Barangkali

barangkali seperti urat leher
terikat pada dua suku kata yang teramat lama

barangkali seperti lendir di punggung siput
terpaut dari air yang bermain jadi getah

barangkali seperti lempengan gerabah pecah
terserak di tanah yang tak mau menyimpan sakit

barangkali seperti sedaun sirih dan setampuk pinang
terkebat di talam dan di jantungmu merahnya bermalam

2009

Mengejar Malna

aku tak ingin mengejarmu, malna. seperti orang-orang yang membuat peti mati di dalam batok kepala botakmu, aku tak ingin mengejarmu

aku sedang meruka ladang di punggungku sendiri. agar tak ada kesakitan bagi orang-orang yang rumahnya telah kau lebur ke dalam tanah liat dalam sajakmu itu

aku tak ingin menggoreng lapangan basket, tak ingin menerbangkan balon dalam tempayan, tak ingin mengukur beratbadanku, berat sayap kapal terbang, atau menyuruh abad-abad ini berlari. aku senang bermain dengan tupai dan beruk, menyangga batang pisang yang setengah rebah, dan menebang batang kopi yang terlalu tua untuk tempat bergantung. aku tak ingin mengejarmu, malna. tak ingin menanam tomat di atas kepalaku sendiri??agar suatu kali buahnya bisa diiris di hari tua? tidak malna. berkejaran denganmu telah membuat orang-orang lelah, mereka seperti berpacu menggali kuburan untuk menimbun dirinya sendiri

Gunuangpangilun, 2009

Tukang Kunci Rahasia
: ts pinang

selepas malam akan kubukakan sebuah rahasia kepadamu
rahasia jantung pisang yang telah ditebang sehari yang lalu
(jantung pisang yang kini akan digulai, lengkap dengan
segala rempah)

jantung pisang itu berdebar-debar saat lepas
dari tandannya, ia mulai menggemakan lagu angin, lagu angin
ia mulai menggaungkan tarian daun, tarian daun. dan ia mulai
tingkah-meningkahi setiap bunyi sayatan yang lekat
di antara tandan padat dan lembut dagingnya

selepas malam akan kubukakan sebuah rahasia kepadamu
rahasia jantung pisang yang telah ditebang sehari yang lalu
(jantung pisang tersebut baru saja digulai, rempah lengkap
dan tentunya daging ikan kakap)

jantung pisang tersebut lepas dari tandan dan sebelum
sampai ke tanah, di jatuhan yang tak ia sesali, ia mengunci sakit
dengan patahan kalimat terakhir:

di setiap tetes dan laju getah ini,
kita pernah tumbuh dalam satu batang

Gunuangpangilun, 2009

Marah pada Cinta
: m aan Mansyur

sebilah pisau
tempaan orang lembah harau
kuberikan pada kalian
lengkap dengan batu asahan

agar suatu kali kalian bisa memaknai
bahwasanya cinta
bakal mengendap
di setiap sayatan sakit
pada serat daging

Gunuangpangilun, 2009

Juru Masak Kampung
: damhuri muhammad

sesekali kau harus pandai
menggunakan asam sebagai garam
juga empedu sebagai tebu

di bunyi tingkahan sedok gulai dan kuali
kau bakal menemu hal yang serupa itu

kau tak paham
bagaimana dirinya mengurung mendung
agar tak menurunkan hujan
(dengan segenggam garam
dan percikan buah asam
ia lemparkan ke bara dalam tungku
sambil merapal entah kalimat apa)

kau juga bakal tak paham
bagaimana ia mengendapkan sari tebu
ke dalam serat empedu
sebab ia lihai meracik bumbu
ia tahu di gelegak mana santan mengumpal
ia hafal di wangi manakah lada, pala, garda munggu
(dimana segala bumbu
saling berpadu)

agar suatu kali kau maknai ia
sebagai si tua, juru masak kampung
yang selalu berkopiah-berkain sarung
lihai bersiul dan bersenandung
pandai mengobat hati yang murung

Gunuangpangilun, 2009

Perangkap
: nirwan dewanto

di lubuk:
kau tertangkap dalam gelap, dalam malam
matamu kini jadi lubuk dalam

dan di dalamnya, akulah si penangkap belut
dengan lengan yang separuh terbenam di lunak
tanah; jemariku berusaha keras mencubit leher liatmu

di ladang:
di satu pilin tali yang serupa jerat babi
kau tertangkap lagi, kini kau seekor rusa betina
dan aku orang ladang yang tergesa-gesa
ingin sekali mencicipi daging lembutmu

dengan pelan aku akan menyat daging itu
; secukupnya, sebagian besar akan terhidang
ditimbangan pasar. mengoleskan minyak dari
santan kelapa. membakarnya di atas bara, dan
menaruh cabe hijau di bagian yang sedikit gosong

dalam hujan:
aku akan memerangkapmu lain kali
sebagai pejalan kaki yang kehujanan tanpa payung
?kamu mau kupotongkan daun pisang??

dalam sajak:
kau mau aku perangkap
dengan apa lagi?

Gunuangpangilun, 2009

Mengenai Sajak

dengan aroma tembakau
kau tenung aku menjadi peladang tua
yang tak lagi pandai menebang pohon
atau sekedar memikat balam

dan ini kali terakhir aku berharap
bisa menuliskan sebait sajak yang lihai
memandang dan pandai menyimpul tali bahasa
sampai para pendoa lama tak lagi beranggapan
sajak hanya bermain di gairah hujan, di antara
kelepak sayap elang, atau di dalam gulungan ombak

anggap saja ini sajak semacam obat
bagi sakit tahun yang kau tanggungkan, oalah, dalam
dangau pun aku lagukan nyanyian perihmu
dengan suara parau yang bikin udara menjerit sakit

barangkali di seruas talang yang retak dengan sendiri
kau akan mengerti, bahwasanya sajak tak membagi sakit
tapi mencucup perih dalam segala tubuh. agar sekalian
yang digetarkan tak memaknai alakadarnya
misal dengan seulas bibir tipis, atau kedipan mata liar
yang membuat kalimat
mengumpamakan bekas lecutan lidi pada punggung

aku terima aroma tembakau dari kau
yang menenungku dengan penuh maksud
sementara aku tak lagi pandai membaca
isyarat alam dan cuaca. agar suatu ketika, di hari
kematianku, sajak ini diabadikan dalam ingatan
yang sederhana??seperti ritmis gerimis yang menelurkan
bias air pada wajah seorang perupa. tak ada bunyi terompet
taburan bunga, dan tak ada panggilan kata-kata yang berusaha
menghelaku dari kediaman paling tenang

Gunuangpangilun, 2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *