Di Eriberne
I
Di eriberne, rindu dan darah jadi batu
sunyi meminang terumbu dan kuali-kuali
yang tak tertampung perihnya
Di eriberne, kota asing dalam diriku
dimana rembulan pecah dan berwarna biru
yang sakit. kuigaukan jemarimu
melambai pada tikungan, dari setiap kemungkinan
tentang ingatan
Di eriberne, di kota dalam diriku
para serdadu dengan melepas sepatu
telah memeluk tiang-tiang jalan. jalan yang menulis
jalan-jalan berkesiur pada kenangan. jalan bahasaku padamu
II
Di eriberne, di kota yang tak siang itu
orang-orang menampung air mata
melipat tapak yang terkibas dan terlepas
Di eriberne, di jantung rinduku
kota dengan raut masa kanak
dan usia yang bergelayut sedih
di tiang lelampu
kelak kunyalakan namamu
Yogyakarta, 2009
Nama
Daun yang tanggal ketanah hendak mengenang seluruh pertanda
tentang keabadian, disana aku mencarimu lewat sebuah nama
Lewat nafas yang mengendus, membaca seluruh ayat
– jam dinding tak henti berdetak
Kamarku lebih sepi dari hatiku
aku mencarimu lewat sebuah nama
angin cemas, bulan terseok di pojok langit
aku lapuk digugur usia
kutemukan:
semesta membaca namamu di dadaku
Pamekasan, 2007
Daun Kering
Sehalai daun memutuskan untuk berpisah dari rantingnya,
angin yang tak mengenalnya, menerbangkannya menyusuri route ? dan
membelah udara, lalu terjerembab di comberan
Ia ingin pulang
Pamekasan-Sumenep 2007
Perempuan Kecil dan Nama Hari Sebelum Kamis Kelabu
Begitulah, seperti biasa ketika senja kuning lindap
ia teteskan nama-nama hari dari matanya itu ke sebuah buku
di mana biasanya dicatatnya juga peluhmu yang membatu
dan tak sempat melambai, di situ ia tanam ringkih tanpa suara
ia pendam mataair dari ricik hatinya:
Pelahan, dengan teramat ia begitu
Bangka, 2009
*) Salah satu buku kumpulan puisinya “Rembulan Di Taman Kabaret” terbitan PondokMas Publishing Yogyakarta, 2009.
Selamat ya karyamu masuk blog ini