DOA SEPASANG GANGGANG
Seperti batu dibanting rasa cemburu
anak cintaku terguling dari ayunan
menyulut jerami di antara tidur dan jaga
hingga asapnya memenuhi pipa paru-paru
dalam dadaku – sepasang rusuk mahligai
menilap radang kata dari lembaran buku-buku
Satu menghilang di cermin
mendekap bayangmu tanpa yang lain
dari mula sampai akhirnya
Aku pun mengaji dan keluar dari lubang jeruji
menjadi tukang las di gerbang pintu rumahmu
menyambung ruas baja dan potongan besi
dari masa lalu – leleh keringatku kolam ikan
tempat berenang sepasang ganggang
menjaga rinduku sepanjang siang dan malam
mengusap airmata doa – mengucap doa airmata
Lalu gerimis menghilang di udara fana
tak ada gunanya pipi lembab dan batu nisan
jika tangis bergema hanya sampai telinga
Maka kulepas gelembung duka itu dari semestamu
dari lingkaran usus duabelasjari di lambungku
saat cinta mengikat kembali sayap-sayapnya
di punggung rindu – aku berdiri tanpa beban
memanggul kenangan dari segala penderitaan
berjalan dan terus berjalan di sisimu selamanya
Apalagi yang masih sembunyi — kekasih!
sebab jejakmu telah tergambar di telapakku
dan darahmu juga mengalir dalam resahku
2007
ORANG PESTA DI BALIK PUNGGUNGMU
Kilat pedangmu menusuk dadaku
berulangkali – aku tersungkur dan berdiri
meliuk bunga matahari tanpa angin
sendiri – membentang pelangi
rajah senja di halaman rumahmu
Mengucur juga akhirnya darah cintaku
merembes ke tanah jadi bayangmu paling indah
Dan biarkan luka itu menganga
bagai mulut si bayi merindukan airsusu ibunya
di ceruk malam – mengisap cahayamu
sampai bulan dan bintang terasa ngilu
sekujur tubuhku – tisikan tato menghitam
Lalu aku bermimpi orang pesta di balik punggungmu
menyantap gulai dari jantung dan hatinya sendiri
Hutan dan taman terbakar – anak waktu terkapar
barisan asap merapat – mengusung lencana
dari ruang diskotik dan kamar mayat
kakek nenek mati bersama – para pahlawan
menjelma arang dalam tungku perapian
Kembali nyeri dadaku membaca surat-suratmu
mengeja kata cinta yang berkilat di langit senja itu
2007
BULAN PECAH DI KOTAKU
langit kaki
bulan pecah di kotaku
Gerak bumi menggerus dinding batu
menyusuri jejak kaki rumah-rumah tua
di antara kilat dan cahaya kematianku
kapak berayun
membelah dada kegelapan
Darah putih menyembur ke empat penjuru
menggulung perihku tanpa gugusan bintang
seratus tahun menghilang dari gundukan waktu
keluh berbaris
mengusung keranda tubuh amis
Kubur-kubur menganga seperti jalan berlubang
saat sunyi memburu bayangku di tengah malam
dari kekosongan menuju kekosongan
sembarang mimpi
di atas ranjang kawat berduri
Lalu surut menggigil dalam selimut warna bunga
rasa pahit butrowali menjelma gula di lidahku
betapa manis duka itu jika ditelan bersama getahnya
2007