Mimpi Pak Tumpul

M.D. Atmaja

Sehabis subuh berlalu, Pak Tumpul bangun tidur dengan mata yang hampir keluar dari kelopaknya. Nafasnya pun terenggah-engah. Keringat sebesar kedelai menggantung di mukanya. Bintik-bintik seperti jerawat yang juga membasahi keningnya yang botak. Pak Tumpul mengelus kucir belakang yang terasa gatal. Dia masih duduk di tempat tidurnya ketika mendapati istrinya telah selesai mandi.

“Aku bermimpi, Bu!” ucap Pak Tumpul pada istrinya yang berlilitkan handuk.

“Ah, mimpi apa, Pak? Bukan kah setiap hari Bapak mimpi?” sahut istrinya ringan.

“Ini sesuatu yang penting, Bu. Menyangkut masalah tata pemerintahan di Kelurahan kita ini. Datang seperti wahyu yang menerangi hatiku.” Ucap Pak Tumpul bersemangat dengan sorot mata berbinar seperti lampu sorot yang membelah gelap mencari codot.

“Mau terjadi kekacauan, Pak?” tanya istrinya yang sambil memandangi Pak Tumpul melalui kaca riasnya. “Akan ada manipulasi politik dan kekisruhan lagi? Wah, harga-harga akan naik, Pak. Lebih baik kita sekarang mulai menimbun saja. Biar nanti tidak kebingungan.”

Pak tumpul menarik kepalanya ke belakang. Dia kaget dengan tanggapan istrinya yang dingin namun ada benarnya juga. Tapi, Pak Tumpul menggelengkan kepala.

“Iya, Bu, hanya saja bukan masalah itu. Ini mengenai Pak Lurah Beye.”

“Pak Lurah Beye akan dijatuhkan, Pak? Wah, kalau seperti itu kita bisa ikut jatuh, Pak. Bapak musti cepat bertindak agar Pak Lurah Beye tidak jatuh. Bagaimana pun juga, Bapak ini salah satu orang kepercayaan Beliau. Anak Emas Pak Lurah Beye. Posisi yang menjanjikan, lho, Pak. Jadi jangan sampai kehilangan kesempatan baik di bulan baik ini.”

“Ah, kamu ini, Bu.” sahut Pak Tumpul dengan pipi memerah. “Aku ini memang anak emas Pak Lurah Beye. Mimpi aku tadi, bukan masalah Pak Lurah Beye yang akan dilengserkan. Tapi Pak Lurah Beye yang musti dibela agar tahun 2014 bisa mencalonkan diri lagi. Soalnya, Pak Lurah Beye itu pemimpin yang langka.”

“Jadi harus dibudi-dayakan, Pak?”

“Hus! Ngawur kamu, Bu. Kalau Pak Lurah Beye tetap bisa memerintah keluruhan Luruh Indon ini, kita akan mencapai kejayaan. Akan mengalahkan keluruahan-kelurahan lain. Bahkan, Amerika itu bisa kita ungguli.”

“Nah, bagus. Kita juga bisa ikut unggul.”

“Tapi bagaimana caranya, Bu?”

“Bapak melaporkan saja ke Pak Lurah Beye. Perihal mimpi Bapak itu. Siapa tahu nanti Pak Lurah Beye berkenan. Kan di Luruh Indon ini segalanya bisa diatur. Selama semua dapat jatahnya.”

“Ehm,,”

“Bapak juga anggota Perwakilan Ketropak Kelurahan. Dari sana Bapak bisa merubah semua aturan yang melarang pencalonan Pak Lurah Beye.”

Pak Tumpul menganguk-anggukkan kepala. Dia merasa kalau kata-kata istrinya ada benarnya. Karena bagaimana pun juga, menurut Pak Tumpul, sebagai anak emas, harus membela kewibawaan Bapaknya. Pak Tumpul langsung pergi. Tanpa mandi. Tanpa gosok gigi. Tanpa juga ganti. Langsung meluncur ke rumah Pak Lurah Beye dengan baju tidurnya.

Sesampainya di rumah Pak Lurah Beye yang dijaga puluhan PKPL atau Pasukan Khusus Pengawal Lurah, Pak Tumpul langsung menemui Pak Lurah Beye yang tengah minum kopi dan menonton berita pagi. Di ruangan itu, Pak Tumpul mulai menjelaskan bagaimana kronologis atas mimpi yang telah dia dapatkan. Pak Tumpul juga tidak lupa menjelaskan apa saja yang dia makan sebelum tidur, sewaktu tidur dan persenggamaan dengan sang istri pun tidak terlewatkan. Sampai, setelah kelelahan, Pak Tumpul tertidur dan mendapatkan mimpi itu.

Pak Lurah Beye hanya tersenyum lebar. Pipinya yang gemuk itu ditarik dengan ringan. Beliau mengangguk-anggukkan kepala saja.

“Bagaimana, Pak Lurah, kalau saya membuat konsperensi pers?” tanya pak Tumpul sementara Pak Lurah Beye tidak menjawab apa pun. Hanya mengangguk-anggukkan kepala seperti biasanya. “Bisa, Pak?” tanya Pak Tumpul menegaskan namun hanya anggukkan kepala yang di dapat.

Tidak memakan waktu lama. Pak Tumpul pun langsung melesat kembali. Tanpa mandi. Tanpa gosok gigi. Namun sudah ganti dan menyisir kucirnya dengan rapi. Dia membuat konsperensi pers di depan puluhan wartawan yang menunggu kejenakaan dan kekonyolan si Pak Tumpul.

“Ah, terima kasih, kawan-kawan sudah berkenan berkumpul di sini. Mari silahkan duduk.” Pak Tumpul kemudian duduk bersila. “Semalam, sehabis melakukan tugas rutin yang banyak, saya itu kelelahan dan terjatuh ke dalam tidur. Di dalam tidur yang singkat itu, saya bermimpi. Bertemu cahaya merah dan putih yang berkelebat di halaman Istana Kelurahan. Uh, cahaya yang indah.”

“Terus bagaimana, Pak?” tanya seorang Wartawan dari media televisi yang rencananya sedang akan di boikot karena pemiliknya terkena kasus banjir lumpur.

“Sebentar, Mas Wartawan ini pasti tidak sabaran.” Sahut Pak Tumpul dalam seringai sambil mengelus-elus kucirnya yang mirip ekor kuda. “Cahaya merah dan putih itu mengajak saya berdiskusi soal keadaan kelurahan Luruh Indon kita ini.”

“Kelurahan yang carut-marut ya, Pak?” sahut seorang wartawan yang entah berlogo apa.

“Iya. Karena alasan itu, roh merah dan putih menemui saya di dalam mimpi. Roh itu tahu kalau saya adalah seorang warga kelurahan yang baik.”

“Berpesan apa, Pak?”

“Bahwa Pak Lurah Beye seorang pemimpin yang tepat untuk memimpin kita. Beliau adalah Bapak yang bertanggung jawab kepada anak dan istrinya.”

“Kalau pada rakyat, Pak?” tanya seorang wartawan.

“Ya itu tergantung teks dan konteksnya. Akan panjang lebar kalau kita bahas sekarang.”

“Lanjutkan, Pak!” sahut seorang wartawan dari belakang jauh.

“Lebih cepat lebih baik, Pak!” sahut yang lain lagi.

“Ya, saya lanjutkan ya? Roh merah putih ini, meminta pada saya untuk menyampaikan keinginan roh atas kepemimpinan yang baik kepada rakyat. Bahwa Bapak Lurah Beye adalah Lurah yang paling tepat dari calon-calon yang ada pada nantinya. Karena itu lah, Pak Lurah Beye, perintah roh merah putih dalam mimpi saya, musti mendapatkan kesempatan untuk terus mencalonkan diri di Pilihan Lurah tahun 2014 nanti, dan seterusnya, dan seterusnya!”

“Itu bukannya sudah di atur, kalau seorang Lurah hanya boleh menjadi Lurah selama 2 periode? Akan melanggar hukum, Pak!”

“Ah, kata siapa? Semuanya kan bisa diatur.”

“Kalau nanti Pak Lurah Beye naik keprabon kelurahan untuk ketiga kalinya, bukankah itu sebagai langkah untuk meng-kera-jakan kelurahan kita ini, Pak. Akan terjadi proses hegemono, eh hegemoni kepemimpanan dan citra kekuasaan yang berakibat buruk.” Ungkap seorang wartawan.

“Apa Pak Lurah Beye bermaksud menjadi raja baru di keluarahan kita ini, Pak?”

“Ini kan pesan roh merah dan putih di halaman Istana Kelurahan yang dititipkan pada saya.” Sahut Pak Tumpul.

Pertanyaan demi pertanyaan terus saja mengalir sampai jauh. Baru saja 5 menit sudah menyebar ke seluruh pelosok kelurahan. Para politisi di seberang lain, saling melemparkan paradigma. Apa yang baru saja diungkapkan Pak Tumpul menuai kontraversi yang panas. sampai di lain tempat, Pak Lurah Beye mengutus juru bicara kelurahan untuk menyampaikan pada wartawan bahwa kabar itu, sama sekali tidak diketahui oleh Pak Lurah Beye sendiri.

Kita kembali ke konsperensi pers-nya pak Tumpul. Para wartawan hanya mendapatkan jawaban-jawaban tidak masuk akal dari salah satu Perwakilan Kethoprak Kelurahan itu. Jawaban-jawaban yang konyol terus Pak Tumpul lontarkan untuk menjelaskan maksudnya.

“Ada kemungkinan Pak, kalau setelah tahun 2014 tidak akan ada lagi pemilu?” tanya seorang wartawan.

“Lha, terus bagaimana memilih Lurahnya?” pak Tumpul berbalik bertanya.

“Ya, diwariskan saja dari Pak Lurah Beye ke anaknya itu. Kan juga sudah disiapkan!” sahut wartawan dalam tawa sinis dan marah.

“Yah… bisa juga seperti itu. Ya.. bisa juga seperti itu.”

Bantul ? Studio SDS Fictionbooks, 22 Agustus 2010.?

Leave a Reply

Bahasa ยป