Apartemen

Denny Mizhar

Dari atas balkon aku melihatnya, tampak gelisah, melihat ke kanan-kiri. Sepertinya mencari seseorang. Siapakah yang ia cari? hampir dua jam berdiri tak beranjak pergi. Seberapa penting orang yang di cari hingga menunggunya dengan berdiri lama di samping jalan tepi jembatan dekat apartemen tempatku tinggal. Baru seminggu aku menempati apartemen. Aku membeli apartemen, sejak rumahku di gusur dan aku dapat ganti rugi. Aku membelinya sudah tiga tahun yang lalu, selagi menunggu jadi aku kontrak rumah di dekat apartemen yang sedang dibangun. Aku tertarik membeli karena baru pertama kali ada apartemen di kotaku, juga ada sedikit potongan untuk rumah-rumah yang digusur dijadikan pusat pembelanjaan oleh pemerintah kota dan penanam saham di kota tempat aku tinggal.

Sebelumnya, memang pengusurun rumah-rumah tersebut alot. Kami menentang dengan melakukan demontrasi besar-besaran dibantu mahasiswa-mahasiswa yang merasa peduli, juga lembaga swadaya masyarakat. Hampir sebulan penuh demontrasi dilakukan dengan berakhir negosiasi. Tetapi negosiasinya hanya menguntungkan beberapa pihak, termasuk aku sebagai pemimpin orang-orang yang tergusur rumahnya dan beberapa pentolan mahasiswa yang memimpin demontrasi, juga beberapa aktivis dari lembaga swadaya yang peduli lingkungan serta tata letak kota. Bagiku adalah keberuntungan, walaupun dalam hatiku gundah. Kalau tidak begitu, kapan lagi aku dapat menikmati apartemen yang baru pertama kali ada di kotaku. Apartemen yang dibangun berdekatan dengan sungai dan jembatan. Di samping apartemenku tinggal pentolan aktivis mahasiswa yang dulu memimpin demontrasi rekan-rekannya, sedang di depan pintu kamar apatemenku tinggal aktivis lemba swadaya masyarakat yang dulu sangat kritis menentang pembangunan kota yang tidak mematuhi tata letak pembanguan kota yang harus menyediakan ruang terbuka hijau, serta pemetaan lokasi dengan jelas. Aku kalau ingat kejadian itu, sungguh ingin tertawa. Kita para pentolan bekerja seakan-akan. Yakni, seakan-akan menentang, tetapi harus mengikuti skenario bandit politik dan ekonomi di kotaku. Kira-kira tetanggaku tinggal di mana?

Aku jadi ingat perempuan yang di tepi jembatan tadi

“Hai, gadis. Kau mencari siapa?”

Perempuan itu melihatku, sepertinya merasa heran dengan pangilanku. Perempuan itu menimbang-nimbang apa pangilanku untuknya. Sambil menggerakkan tangannya, menudingku juga menuding tubuhnya sendiri.

“Iya, kamu” Sambil aku menganggukkan kepala dan memanggilnya dengan lambaian tanganku. Perempuan itu pun bergerak menuju apartemenku yang terletak dilantai dua menghadap jembatan. Aku menyusul menuruni tangga menjemputnya di pintu masuk. Wajahnya merah, tersengat matahari lama.

“Ayo, mampir ke apatemenku, tapi masih berantakan. Baru seminggu aku menempatinya, jadi belum sepenuhnya tertata rapi”.

Perempuan itu tak mengeluarkan suara sama sekali dari bibirnya yang singar jambe. Sampai di dalam apartemenku, aku menyuguhkan minuman air es yang aku ambil dari dalam kulkas. Masih saja tak mau bicara, matanya bergerak mengitari ruangan apartemenku. Tiba-tiba saja matanya terhenti pada foto yang aku pajang bawah jam dinding di atas televisi. Pandangannya lama sekali tak beralih-alih.

?Kau kenal, dia??

Sambil mengambl foto dari dinding dan membawanya mendekat. Masih saja diam tak ada suara. Matanya mulai membentuk mendung yang tiba-taiba meneteskan air. ?Kamu, kenapa??

Tak ada jawaban yang berarti hanya gelengan kepala saja. Aku duduk di sebelahnya, merangkulnya, mencoba menenangkannya.

?Dia, penghianat…!?

Aku kaget dengan kalimat yang tiba-tiba saja keluar dari mulutnya di ikuti bibirnya membuka dengan nada kesal. Matanya memandang foto yang aku pegang.

?Siapa yang penghianat??

?Orang yang foto denganmu itu….?

?Ada empat orang, siapa yang penghianat?

?Semuanya, huft…. dasar, kalau sudah punya uang mereka semua meninggalkan aku sendiri?

?Apa termasuk, aku juga penghianat??

?Tidak tahu, yang aku tahu dan pernah tidur denganku adalah empat orang yang ada dalam fotomu itu? sambil ia merebahkan tubuhnya di kursi panjang. Sepertinya ia lelah.

Aku terkejut, menjadi bertanya-tanya. Apakah ia tahu semuanya. Kejadian-kejadian di kota ini, atau mungkin ia juga terlibat. Seingatku, saat menangani kasus pengusuran aku tidak melihatnya sama sekali. Tetapi sering mendengar nama perempuan yang sama disebut-sebut oleh rekanku, bahwa ia berbahaya. Apakah ini perempuan itu, kenapa ia mau aku panggil untuk ke apartemenku. Aneh!

Mereka yang ada di foto itu, semuanya tinggal di apartemen ini. di depan, di samping, dan di atas. Mereka semua memang sibuk bekerja, entah apa yang dikerjakan. Setahuku, berangkat pagi pulang malam. Kadang juga tak pulang, walau baru seminggu aku mengamati mereka. Semalam Anton, dia yang tinggal di depan kamarku mebawa perempuan cantik dan tubuhnya sexy untuk masuk dalam kamarnya. Sedang Yudi, yang tinggal di sebelah kiri apartemenku baru tadi pagi pulang, paling sekarang masih tidur. Kamar sebelah kanan ada Faisal, dia kalau jam siang-siang begini masih di kampusnya untuk mengajar. Nah, yang tinggal di atas adalah Ahmad, dia yang membuat rencana waktu kita masih demontrasi menentang pengusuran agar kita di kasih tempat di apartemen yang rencananya akan didirikan. Ia tahu betul, apa saja yang akan terjadi di kotaku terkait dengan pembanguan dan kebijakan pemerintah kota. Aku baru sekali bertemu Ahmad, sejak tinggal di apatermen ini saat ia mengusung barang-barang dari rumahnya untuk di bawa ke kamar apartemennya.

***

?Tok..tok..tok…?

?Iya, siapa??

?Ahmad, Jo…?

?Iya, sebentar?

Rupanya Ahmad, ada apa dia menemuiku. Sebelum aku buka pintu, aku memindahkan permpuan yang tidur di kursi panjang ke dalam kamar dulu. Aku menyelimutinya dan menyalakan ac dulu.

?Ada, apa Mad??

?Jo, kamu melihat perempuan kurus rambutnya panjang tadi masuk apartemen ini nggak??

Rupanya Ahmad tidak sendiri, ada Faisal, Anton dan Yudi.

?Aku tidak tahu, perempuan yang kurus rambutnya panjang banyak yang masuk tapi mereka para pekerja di apartemen ini?

?Bahaya Jo, kalau dia ada di sini? Anton mengatakan dengan nada gugup.

?Iya, Jo? Faisal menimpali.

?Bahaya kenapa?? aku berlagak tidak tahu. Bisa jadi yang dimaksud permpuan itu adalah ia yang sedang tidur dalam kamarnya.

?Jo, Paijo… kamu kan tahu. Bagaimana sampai kita dapat tinggal di apartemen ini. Kalau permpuan itu tahu kita ada di sini bisa terbongkar semuanya? Ahmad memegang kepalaku, wajahnya menampakkan kebingunan dan kegundahan.

?Sal, Yud, Ton… baiknya kalian cari tahu di mana keberadaan perempuan itu. Namanya sering berganti-ganti. Tetapi seringnya ia mengunakan nama Santi, Jo… kau juga harus hati-hati?

?Baiklah Mad, aku tahu apa yang harus aku lakukan?

Akhirnya mereka berjalan bersama-sama menuju tangga turun. Aku kembali masuk dan menutup pintu. Aku pandangi foto mereka dan mengingat-ingat kalimat permapuan yang tidur dalam kamarku. Aku jadi bingung, atas pilihan yang aku lakukan. Benar juga apa yang dikatakan perempuan itu. Kalimat yang tepat untuk dilekatkan pada kita yakni penghianat. Harusnya apartemen ini tidak berdiri, tetapi dengan segala tipuan dan berbagai alasan berdiri juga. Para aktornya adalah mereka berempat, untuk soal pendirian apartemen ini. Aku sebenarnya tak ikut-ikut, hanya soal pengususran dan pendirian pusat perbelanjaan itu yang aku tahu. Mereka mengajakku untuk melakukan negosiasi pada penguasa kota soal pendirian Apartemen ini agar berjalan mulus. Mereka tentu mendapat uang dari pememilik saham pendiri Apartemen ini. Aku hanya meminta keringanan atas biaya tinggal di apartemen ini hingga kau memuluskan pengusuran rumahku dan rumah-rumah tetanggaku yang sebenarnya adalah tempat pemukiman yang tidak boleh didirikan pusat perbelanjaan. Sehabis perjalanan mulus, tak ada lagi ramai-ramai demontrasi mereka berempat menadatangiku. Memberi penawaran agar tinggal di apartemen yang akan dibangun dengan gratis. Padahal apartemen ini sebenarnya juga bermasalah. Letaknya yang tidak baik untuk bangunan sepuluh tingkat dan berada di sebelah sungai serta jalan di depannya sudah macet sebelum apatemen ini didirikan kini manambah macet.

***

Aku mendengar suara perempuan dari kamarku. Sepertinya ia bangun. Terdengar suara pintu kamar terbuka.

?Enak, juga tidur di apartemen, baru mersakan sekali ini?

?Ah, biasa saja. Namanya tidur ya sama di mana-mana, bisa memejamkan mata?

?Oh, ya mas. Kenalkan namaku Santi?

Aku terdiam sejenak dan kaget. Dia orangnya yang dicari-cari empat temanku. Sebenarnya aku sudah menduga tapi masih belum yakin.

?Kenapa, mas??

?Oh, nggak. Seperti nama kekasihku yang lama pergi merantau ke luar jawa?

?Kirain ada sesuatu?

?Kamu kenal dari mana, orang-orang yang ada di fotoku itu?

?Nanti, juga mas tahu. Siapa mereka itu?

?Sampai aku lupa mengenalkan namaku. Panggil saja Paijo?

?Mas, aku mau mandi dulu, bolehkan??

?Silakan, handuknya sudah ada dalam kamar mandi?

Di luar tampak hujan deras. Sejak sejam tadi tak reda-reda. Aku merasa ketakutan sendiri jika melihat hujan deras. Ketakutanku memangil ingatan pada perjuangan waktu masih kritis membela hak-hak masyarakat untuk dapat hidup nayaman di kota ini. Kenyamanan sekarang sepertinya mulai hilang. Banjir manyapa kalau hujan datang, kemacetan tak juga mereda kalau pagi dan sore hari, apalagi jika hujan. Semua berubah ketika aku bertemu Anton, Faisal, Yudi dan Ahmad. Harunya aku tetap hidup sederhana saja bersama masyarakat kampungku yang kini entah di mana, sejak pengusuran dan pemberian ganti rugi itu.

?Mas, kenapa melamun?

Sapa Santi membuatku kaget.

?Tidak, San. Tidak apa-apa?

?Mas aku takut, kalau lama-lama di apartemen ini. Apalagi kalau hujan turun dengan deras?

?Kenapa, San??

?Mas, tahu. Tadi siang waktu mas memanggilku, sebelumnya aku maelihat arus sungai tak sebening dulu lagi. Hujan semalam membuat airnya keruh dan berwarna coklat. Apa jadinya kalau di tambah hujan yang deras sekarang ini?

Aku melangkahkan kaki menuju cendela yang terbuat dari kaca. Sepertinya bangunan apatemenku bergerak-gerak.

?San, apa kau merasa. Bangunannya bergerak?

?Iya, Mas…?

?Kita harus keluar dari sini San, aku kenal mereka dengan dekat. Mereka yang ada dalam foto itu?

?Aku sudah mengira dari tadi. Tapi aku jarang menemuimu terlibat langsung dengan mereka. Mas juga tidak pernah menikmati tubuhku. Sedang mereka bergantian meniduriku saban malam waktu aku masih jadi mahasiswa. Mereka berjanji jika aku lulus akan memberikan perkerjaan buatku. Tapi nyatanya mereka tidak pernah meberi pekerjaan padaku. Maunya hanya meniduriku. Aku jadi muak, aku berjanji akan mebongkar kepengecutan mereka serta apa yang mereka kerjakan selama ini. Aku tahu banyak, mas?

?Iya, San. Aku juga tahu. Aku juga terlibat dalam persekongkolan mereka dengan penguasa politik dan ekonomi di kota ini?

?Mas, ayo cepat keluar. Bangunannya sudah bergoyang terus?

***

Hiruk pikuk orang-orang yang keluar dari apartemen memenuhi jalan raya yang mancet. Seketika bangunan apartemen itu roboh ke arah sungai. Orang-orang yang tidak setuju pada pembanguan apartemen itu memaki dan mengumpat membenarkan apa yang dulu di ucapkan saat menolak pembangunan apartemen tersebut. Aku melihat Ahmad, Anton, Yudi, Faisal. Mereka mendekatiku. Santi ketakutan. Ia mengajak aku lari. Sampai di atas jembatan, tiba-tiba jembatan itu retak. Kami berdua kebingungan. Tak bisa berbuat banyak. Jembatan itu pun roboh tertimpa apartemen tingkat sepuluh. Aku masih mendengar suara santi memangilku. Tubuhku jatuh ke sungai terbawa arus sungai. Orang-orang berteriak di atas sungai. Suara Santi lamat-lamat hilang. Suara-suara air dan hujan jatuh juga mulai hillang. Deras sungai membawaku entah ke mana. Aku tak merasakan apa-apa lagi. Kebimbangan hilang bersama suara dan nafasku juga menghilang.

Malang, Oktober 2010

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *