Puisi Dan Geguritan Karya Koh Hwat

‘Mbabar Rasa Jawa, Ndhangir Tresna’
krjogja.com

NAMA asli penggurit etnis Tionghoa ini adalah Oei Tjhian Hwat, dan punya nama panggilan akrab Koh Hwat. Ia lahir di Yogyakarta 10 Februari 1952, sehingga Koh Hwat juga punya nama Jawa, Handoyo Wibowo. Kehadiran Koh Hwat di jagad sastra Jawa, khususnya geguritan, cukup menarik perhatian lantaran karya-karyanya banyak mengandung nilai-nilai, ajaran-ajaran dan filosofi-filosofi Jawa.

Sejumlah pengamat sastra dan budaya Jawa menilai, karya-karya geguritan Koh Hwat merupakan ungkapan untuk mbabar rasa Jawa dan ndhangir tresna. Maksudnya, geguritan karya Koh Hwat banyak menguraikan rasa yang nJawani dan menumbuhsuburkan katresnan. Namun katresnan yang muncul lewat geguritan Koh Hwat tidak sekadar cinta asmara, tetapi lebih pada kasih sayang kepada sesama manusia dan penggugah kepedulian kepada pihak lain.

Kelebihan lain adalah penerapan konvensi persajakan yang sangat ketat, baik dalam puisi maupun geguritan. Bahkan Koh Hwat dikenal sangat cermat dan tepat memilih kosakata Jawa dala membuat geguritan. “Saya memang selalu mengutamakan persajakan. Karena saya berkeyakinan bahwa pembuatan puisi atau geguritan akan terasa lebih indah dan lebih bermakna kalau menggunakan irama sajak,” kata Koh Hwat sebelum membacakan sejumlah puisi dan geguritan dalam Pertemuan Sastra 3 Kota di Wates Kulonprogo baru-baru ini, sambil menambahkan bahwa setiap puisi dan geguritan karyanya selalu diberi jarwodhosok.

Koh Hwat memang bukan Drs Danu Priyo Prabowo (seperti tertulis di KR Selasa (15/1) lalu). Sebelumnya ia lebih dikenal sebagai pemilik toko Dynasty Fashion di Jl Achmad Yani 83 Yogya dan pemilik perusahaan rokok Merapi Agung di Bantul. Tiga antologi puisi dan geguritan karya Handoyo Wibowo (Koh Hwat) telah terbit dan dibacakannya di sejumlah kota. Ketiga antologi tersebut semuanya diberi judul Nurani Peduli, masing-masing berisi 99 karya (puisi dan geguritan), 333 karya dan 999 karya.

Selain dikenal sebagai penulis puisi dan penggurit, karya-karya Koh Hwat yang berbentuk geguritan juga ada diminta untuk ditampilkan dalam prasasti suatu lembaga. “Saya selalu mengutamakan nilai-nilai, ajaran-ajaran dan filosofi-filosofi Jawa. Melalui puisi atau geguritan, saya selalu ingin menggugah kepedulian dan cinta kasih kepada sesama,” tegas Koh Hwat. (Job)
***