Sajak Ladang dan Kebun
~ mengenangmu, Pak ~
detak kenangan mengapa selalu menikam pada hamparan ladang dilingkari alir sungai kecil mengering dan meluap mengikuti irama musim.
nak, arus sungai adalah cita-cita membawa anganmu menderas sampai muara jauh, arus sungai adalah sekaligus perjuangan melawan arus lurus menuju hulu meraih mata air bening melimpah. katamu, sambil engkau kumpulkan daun bambu kering dan menyulutnya, lalu kitapun menikmati jagung bakar dipinggir ladang pada suatu senja di dunia ceriaku.
derak kenangan mengapa selalu mengiang pada rerimbun kebun dibisiki gemericik air tumpah tak tertadah dari tarikan kekar dan kasar tanganmu.
sawo matang adalah kulit kami, anak-anakmu memilih kembara di rimba kota sebagai penghidupannya sedangkan kulitmu legam terbakar cahaya mengolah dan membalik tanah menyemai kehidupan yang berkah.
gerak kenangan mengapa selalu membayang pada liukan roboh pohonan bambu diterjang parang ditanganmu.
pada setapak jalan berlumpur diantara rimbun rumpun bambu, aku pernah mengantarmu pada senja di pembaringan terakhir saat hampir seribu hari telah lewat.
Mei 2008
Gandrung
nanar tatap mata
membadai di kepala
sunyi katakata
bergemuruh di sebalik dada
Mei 2008
Mahapuisi
MahabenarMu tersurat dalam
MahakatakataMu
MahabesarMu tersirat dalam
MahakaryaMu
MahakasihMu tergurat dalam
sangsaiku
Mahapemurahmu terucap dalam
sukacitaku
MahacahyaMu nyelinap dalam
dadaku
MahapuisiMu kapankah terurai
dalamdalam
dalam
kepalaku
dalam
pandangku
dalam
lakuku
dalam
lukaku
dalam
ngiluku
dalam
rintihku
dalam
igauku
dalam
kulitku
dalam
laguku
dalam
rinduku
yang batu
Mei 2008