lampungpost.com
Bila yang menyusun
angka-angka di dalam jarum
jam itu adalah aku
Bila yang menyusun angka-angka di dalam jarum jam
adalah aku, maka kamu adalah waktu yang kugerakkan
untuk mengitari angka-angka di dalam jarum jam
itu sendiri dan kamu harus menemukanku
sampai berwaktu-waktu aku mempertemukanmu
denganku.
Berwaktu-waktu pula jarak yang kamu tempuh
dalam mencariku. berwaktu-waktu pula
dalam hitungan hari, bulan, dan tahun,
kamu bekerja memutar waktu dan suasana
berwaktu-waktu pula yang nantinya kamu
akan kuputar bersama waktu.
Bila yang kuputar waktu bagimu panjang sekali dan kamu
tiada tenggelam di dalamnya.
Ingatlah, kamu bukan hidup sekadar menuruti putaran
Waktu, tetapi kamu berjalan sesuai dengan arah putaran
waktu kamu hidup berwaktu-waktu pula
kamu akan pupus dalam harapan hitungan detik waktu.
Januari—Maret 2011
Berapa Jarak
Pantai dan Lautan
kataku.
“Setiap perahu yang bersandar
tak pernah kuhiraukan!”
berapa jarak pantai dan lautan
bila di bibir pantai sore ini
sembari memandang
jarak pantai dan lautan
aku termangu
menunggumu pulang
itu matahari lepas dari perapiannya
kembali begitu derasnya
hingga tak pernah engkau tahu
berapa jarak
antara pantai dan lautan
kemudian aku menjemput impian
Setahun itu kini telah berakhir
tak ada lagi janji-janji
serta kata yang kuucap
di bibir pantai sore ini,
aku selalu memandangnya
kejauhan dirimu yang telah sirna
ditelan ombak waktu
membenturkan ke dinding
pantai, betapa hidupku
kini telah berakhir
Maret, 2011
Hana di Keremangan
Senja yang Memancarkan Warna,
Aku Tahu Diammu Kekasih
sore ini disesaki awan-awan
kelabu berserakan
engkau terdiam,
dalam diammu, tak ada suara,
aku tahu diammu
kekasih, hanya di keremangan senja
yang memancarkan warna
menelusuri jejak-jejak
kakiku yang patah
aku juga tahu bahwa,
aku ini bukan lelaki impianmu
ketika terselip keraguan hatimu
tapi aku selalu setia
melambaikan hati
dengan riang tawa di kegetiran jiwaku
yang terbelenggu karena cintamu
dalam setiap detak jantungku
engkau merangkulku
bagai seseorang yang menyayangi
pujaan hati, itu yang engkau mau
bukan aku!
Hidup, o bukan untuk dihayati
dalam kesenduanmu,
kekasih akan idaman lelaki
yang engkau impikan
melambaikan tangan
dan mengajakmu kembali ke muara jiwa
yang sempat engkau tanamkan
dalam benakmu
mengubah kesendirianku kepadamu
2009
Di Sebuah Taman
seperti yang pernah
aku lihat dulu dan
itu menjadi
hal-hal menakutkan
“di setiap simpang ada sungai
jernih airnya
dan mengalir
ke hulu sampai lautan lepas”
dalam hidupku untuk selalu
tetap di sana,
di sana bukan
sekadar kupandang!
yang berseri selalu
dan aku muram
selalu
di sisi-sisi aku
menjadi takut
kenapa seolah
iya ingin dengan
durinya seolah
sedekat jarak
aku dan hatinya,
2011
———
Sayyid Fahmi Alathas, lahir di Labuhanmaringgai, Lampung, 23 November 1979. Sajak dan esainya pernah terbit di beberapa media.