Dasman Djamaluddin *
http://kuflet.com 12/02/2012
Pertengahan Maret ini, InsyaAllah, para sastrawan dari berbagai negara tetangga, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan lain-lain, termasuk Indonesia sendiri akan bertemu di Kota Padang, Sumatera Barat. Di sana akan diselenggarakan Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya (Numera) yang pertamakali dari tanggal 16-18 Maret 2012.
Adalah sebuah kebanggaan bahwa kota Padang menjadi tuan rumah. Ini sebuah sebuah kehormatan. Bukan saja menjadi kebanggaan masyarakat Minangkabau, tetapi juga bagi kita bangsa Indonesia. Kebanggaan yang akan mengingatkan kita sebagai negara serumpun, yang terhampar luas di masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Acara ini juga ingin menggali kembali kebudayaan bersama itu, bahkan kalau pun ada perbedaan tidak begitu mencolok, karena sebenarnya asal usul nenek moyang kita serumpun. Sehingga acara ini akan mempererat silaturahim bagi bangsa-bangsa serumpun. Saling mengenal dan bertukar pikiran demi sebuah persatuan. Lebih dari itu ingin mengenalkan dan lebih memacu kreasi generasi mudanya agar tampil di panggung dunia.
Tidaklah berkelebihan kalau kita mengenal sastrawan-sastrawan Indonesia banyak berasal dari Minangkabau. Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Hamka, dan A.A Navis berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. Chairil Anwar dan Taufiq Ismail berkarya lewat penulisan puisi. Serta Sutan Takdir Alisjahbana, novelis sekaligus ahli tata bahasa, melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Layar Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain Djamaluddin Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Di samping Abdul Rivai yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, Rohana Kudus yang menerbitkan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia. Tuanku Abdul Rahman, salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di Malaysia.
Selain itu, dari Minang banyak tokoh terkenal di bidang politik. Pada periode 1920 – 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad, politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, pada masa Demokrasi liberal parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.
Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Selain mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktivis pergerakan. Buku-buku bacaan utama itu antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan Massa Actie karya Tan Malaka, Alam Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta Perjuangan Kita karya Sutan Sjahrir.
Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses adalah, Abdul Latief (pemilik TV One), Basrizal Koto (pemilik peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha perakitan mobil pertama di Indonesia), dan Tunku Tan Sri Abdullah (pemilik Melewar Corporation Malaysia).
Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal. Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar Pintar Bodoh, dan Maju Kena Mundur Kena, menjadi film terbaik yang banyak digemari penonton.
Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya adalah Ade Irawan, Dorce Gamalama, Eva Arnaz, Nirina Zubir, dan Titi Sjuman. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Karya-karya beliau seperti kuis Berpacu Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia, dan Tak Tik Boom menjadi salah satu acara favorit keluarga Indonesia. Di samping mereka, Soekarno M. Noer beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, Karno’s Film perusahaan film milik keluarga Soekarno, memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia, “Si Doel Anak Sekolahan”.
Di luar negeri, orang Minangkabau juga dikenal kontribusinya. Di Malaysia dan Singapura, antara lain Tuanku Abdul Rahman (Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia), Yusof bin Ishak (Presiden pertama Singapura), Zubir Said (komposer lagu kebangsaan Singapura Majulah Singapura), Sheikh Muszaphar Shukor (astronot pertama Malaysia), Tahir Jalaluddin Al-Azhari, dan Adnan bin Saidi. Di negeri Belanda, Roestam Effendi yang mewakili Partai Komunis Belanda, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang pernah duduk sebagai anggota parlemen. Di Arab Saudi, hanya Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, orang non-Arab yang pernah menjadi imam besar Masjidil Haram, Mekkah.
Keberhasilan yang kita sebutkan tadi memang dikarenakan orang Minangkabau terkenal dengan pekerja keras, baik dalam bidang pemikiran maupun bidang-bidang lainnya. Kegemaran mereka adalah merantau sebagaimana yang telah disebutkan. Dalam novel-novel para penyairnya. Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau. Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan “Karatau madang diulu, babuah babungo balun, marantau bujang daulu, di kampuang paguno balun” (lebih baik pergi merantau karena dikampung belum berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.
Minangkabau merupakan sebutan yang sudah baku dalam masyarakat di Sumatera Barat. Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri).
Tulisan ini hanyalah sekedar catatan singkat untuk menghantarkan pengenalan negara lain terhadap suku Minangkabau. Di samping memacu anak negeri untuk lebih produktif menghasilkan karya-karya sebagaimana yang telah dicontohkan putera-putera Minang terdahulu. Sedangkan bahan-bahannya di ambil dari berbagai sumber. Semoga perhelatan akbar para Sastrawan Melayu di Padang ini berhasil dan sukses.
*) DASMAN DJAMALUDDIN, SH,M.Hum, Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan. Lahir di Jambi, 22 September 1955. Lulus Magister Humaniora (MHum) pada tanggal 16 Januari 2007, Program Pascasarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Angkatan 2004/2005. Lulus Sarjana Hukum (SH), pada tanggal 22 Agustus 2003 di FHUI Program Ekstensi. Angkatan 1995. Fakultas Sastra, Jurusan Filsafat UI. Tidak selesai. Terdaftar terakhir pada tahun akademik 1986/1987. Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Internasional, Universitas Andalas (UNAND). Tidak selesai. Terdaftar terakhir pada tahun Akademik 1982/1983. Lulus Sarjana Muda Hukum pada tanggal 30 Maret 1979 di Fakultas Ilmu-ilmu Hukum, Ekonomi dan Sosial (FIHES), Jurusan Hukum, Universitas Cenderawasih (UNCEN) Abepura, Papua. Hasil karyanya berupa buku: “Golkar Sebagai Partai Alternatif “(Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2003). “Saddam Hussein Menghalau Tantangan” (Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 1998). Buku ini memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Pers Presiden Republik Irak. “Jenderal TNI Basoeki Rachmat dan Supersemar” (Jakarta: PT.Gramedia Widiasaran Indonesia/Grasindo, 1998). Memasuki cetakan ketiga. “Gunawan Satari, Pejuang, Pendidik dan Ilmuwan” (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1994). “Butir-Butir Padi B.M.Diah” (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992). “70 Tahun Achmad Tirtosudiro” ditulis bersama Ahmad Zacky Siradj/mantan Ketua Umum PB.HMI dan Toto Izul Fatah (Jakarta: PT.Intermasa, 1992). Beralamat di Jl. Kemang No. 20 RT.004/02 Keluarahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Depok 16954. No. Hp. 081314795111, email: djamaluddindasman@yahoo.com dan dasman_dj@yahoo.co.id, Blog. http://dasmandj.blogspot.com dan http://dasmandjamaluddinshmhum.blogspot.com.
Dijumput dari: http://kuflet.com/2012/02/padang-tuan-rumah-temu-sastrawan-nusantara-melayu-raya/