Editor: Novianti Setuningsih
Ruangan khusus yang memamerkan buku-buku yang telah diterbitkan Buldanul Khuri bersama Bentang Pustaka di Mocosik Festival 2018. (Yuliani NN/JawaPos.com)
Dunia literasi terus bergeliat. Nama Buldanul Khuri pun tak bisa dilepaskan dari geliatan tersebut, khususnya di Jogjakarta. Dia adalah pendiri Yayasan Bentang Budaya tahun 1992 yang kemudian berubah menjadi Bentang Pustaka di bawah payung Mizan.
Sentuhan seni pada sampul buku terbitan Bentang pun membuat sosoknya juga dikenal sebagai desainer sampul buku yang mempunyai ciri khas. Pada gelaran festival tahunan bergengsi, Mocosik Festival 2018 menyediakan tempat khusus untuk memamerkan karya-karya beliau.
Buku-buku terbitan Bentang dalam bentuk besar digantung dalam ruang kubus yang cukup luas. Di depan ruang tersebut terdapat patung filsuf kenamaan asal Jerman, Friedrich Nietzsche yang sedang bersantai di bangku seolah menyambut para pencinta buku yang hadir.
Tak mudah perjuangan Buldan mencapai titik seperti sekarang ini. Sebelum Bentang Pustaka menjadi penerbit yang dikenal, dia mengalami jatuh bangun berulang kali.
“Pameran saya ini adalah pameran arsip buku-buku yang pernah saya terbitkan.
Pameran ini sekaligus merayakan kembalinya anak-anak kreatif saya yang kembali ke almari,” ungkap Buldan saat ditemui di Mocosik Festival, Yogya Expo Center, Jumat (20/4).
Buldan pun mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang mendukung pameran tersebut. Dia terharu karena karya-karyanya bisa disaksikan banyak orang. Sebab, sempat hilang akibat diambil paksa pihak pegadaian.
“Saya kenal Pak Buldan, pemuda berkaos oblong plek-plek keringat. waktu itu dia datang ke saya, ngomong ‘bersediakah buku Anda diterbitkan?’” kenang Seno Gumira Ajidarma sambil tertawa.
Kegigihan Buldan membuatnya tak percaya ada yang mau menerbitkan tulisannya. Pasalnya, ketika itu tulisan Seno sempat dicekal karena dianggap berbahaya. Buldan bahkan sampai menggelar lapak di TIM (Taman Ismail Marzuki) untuk menjual buku cetakannya.
“Sampai akhirnya ada pembacaan cerpen saya di TIM. Dibaca oleh superstar seni pada waktu itu, Yenny Djajusman, Deddy Mizwar, Djaduk, dan lain-lain. Datanglah mas Buldan membawa kardus dan tumpukan buku, lalu dia gelar buku. Nggak lama, datang orang culun berlacamata membeli, Agus Noor,” Seno melanjutkan masih sambil nyengir.
Penulis Sepotong Senja Untuk Pacarku tersebut kemudian memberi kesimpulan akhirnya, yakni lakukanlah passion dengan sungguh-sungguh tanpa takut jatuh miskin.
“Saya kenal passion itu. Nggak usah jadi kaya dulu buat nerbitin buku. Saya dulu jual telor cukup untuk nyetak 100 buku. Passion dulu terpenting,” ungkapnya.
“Aku menerbitkan maka aku ada” tukasnya.
Untuk diketahui, Bentang Pustaka dikenal sebagai penerbit yang menelurkan literasi-literasi sastra kenamaan. Beberapa literasi yang telah diterbitkannya antara lain, Milan Kundera, Kitab Lupa dan Gelak Tawa; Danarto, Setangkai Melati di Sayap Jibril; Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong; Sapardi Djoko Damono, Pada Suatu Hari Nanti; Kahlil Gibran, dan banyak lainnya.