FIKSI YANG MENYENANGKAN SAYA 2020


Djoko Saryono

Selama pandemi COVID-19 justru banyak fiksi Indonesia ditulis dan diterbitkan baik cerpen maupun novel. Sebagai orang yang sudah telanjur dipedaya sihir candu buku, tentulah saya berusaha mendapatkan dan mengoleksi fiksi-fiksi Indonesia yang sudah terbit dan beredar, kemudian berusaha membacanya.

Membaca pelan-pelan, bukan membaca cepat, apalagi kilat, karena membaca fiksi seharusnya memang pelan-pelan agar kenikmatan didapat dan keindahan dapat tandas disesap. “Slow reading” paling cocok buat baca fiksi, bukan “speed reading”, nasihat orang-orang pintar yang penggila sastra. Memang, kadang-kadang saya hanya membaca (secara) layap fiksi Indonesia yang saya koleksi. Biasanya hal itu saya lakukan untuk mengetahui kondisi umum fiksi.

Ketika membaca fiksi, pertama-tama yang jadi perhatian dan pertimbangan ialah keterbacaan fiksi. Apakah fiksi yang ada di hadapan saya “enak dibaca dan perlu terus dibaca sampai tuntas”? Jika keterbacaan rendah, yang secara subjektif dapat dikatakan “menyiksa”, saya tak melanjutkan membaca atau tak bersemangat membacanya. Dalam kaitan ini bukan hanya aspek-aspek teknis penulisan, lebih-lebih aspek kebahasaan jadi pertimbangan utama saya. Aspek kebahasan yang tepat, cermat, indah, dan mengesankan akan membuat saya betah dan bergairah membaca.

Setelah keterbacaan khususnya kebahasaan, dimensi keindahan fiksi menjadi pertimbangan saya. Keindahan fiksi ini meliputi pendayaan dan penggayaan bahasa, pemanfaatan anasir karya fiksi untuk membangun narasi (cerita), dan kekhasan “pengucapan literer” dalam fiksi. Misalnya, saya langsung bersemangat baca saat membaca paragraf pertama novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, Amba karya Laksmi Pamuntjak, Telegram karya Putu Wijaya dan Buanglah Hajat pada Tempatnya karena kekuatan bahasa, metafora, dan imajinasinya.

Berikutnya pokok persoalan yang digarap dan diolah dalam fiksi menjadi pertimbangan saya. Di sini bukan tema atau isinya, melainkan bagaimana tema atau isi diolah begitu rupa dengan peranti kebahasaan dan kesastraan. Tema boleh saja soal cinta sehari-hari, tak masalah. Yang penting adalah bagaimanakah cinta sehari-hari itu dikontektualisasi, lantas diolah dalam fiksi. Apalagi pokok persoalan atau tema yang sensitif, unik, dan merangsang hasrat ingin tahu, biasanya membuat saya tergerak untuk terus membaca sampai akhir fiksi.

Dengan tiga pertimbangan umum tersebut saya membaca berbagai fiksi untuk meraih kesenangan dan kegembiraan, syukur kalau ada kemanfaatannya. Sepanjang tahun pandemi COVID-19 sudah begitu banyak fiksi Indonesia yang menawarkan kesenangan dan kegembiraan kepada saya. Paling tidak ada 10 fiksi Indonesia telah memberi kesenangan dan kegembiraan batiniah kepada saya. Kesepuluh fiksi yang dimaksud sebagai berikut (urutannya).

1. Kekasih Musim Gugur karya Laksmi Pamuntjak.
2. Aib dan Nasib karya Minanto.
3. Kisah-kisah Perdagangan Paling Gemilang karya Ben Shohib.
4. Burung Kayu karya Niduparas Erlang.
5. Damar Kambang karya Muna Masyari.
6. CADL karya Triskaidekaman.
7. Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam karya Sasti Gotama.
8. Berburu Buaya di Hindia Timur kary Risda Nur Widia
9. Sang Keris karya Panji Sukma.
10. Dari Dalam Kubur karya Soe Tjen Marching.

Sebenarnya lebih dari 10 fiksi Indonesia di atas yang sudah membuat saya begitu senang dan gembira. Paling tidak ada 10 fiksi Indonesia lain yang sama-sama memberi kesenangan dan kegembiraan, seperti halnya 19 fiksi di atas. Sepuluh fiksi Indonesia lainnya adalah sebagai berikut.

11. Serdadu dari Neraka karya Arafat Nur.
12. Memburu Muhammad karya Feby Indriani.
13. Rab(b)i karya Kedung Darma Romansha.
14. Kokokan Mencari Arumbawangi karya Cyntha Hariadi.
15. Babad Kopi Parahyangan karya Evi Sri Rezeki.
16. Buatlang Hajat pada Tempatnya karya Rio Johan.
17. Pendar Ungu dan Merah Latu karya Gus Tf Sakai.
18. Sejarah Nyeri karya Yuditeha.
19. Kehidupan di Dasar Telaga karya Prasetya Utomo.
20. Tembang dan Perang karya Junaedi Setiyono.

Kedua puluh fiksi Indonesia telah membuatku senang dan gembira. Sebab itu, subjektivitas saya yang bekerja. Kalau ada yang sepakat ya alhamdulillah, tidak pun tak apa-apa. Tambah bagus. Siapa tahu kedua puluh fiksi pilihan saya tersebut bisa menjadi masukan bagi mahasiswa menelitinya sebagai bagian dari tugas akhir. Di samping itu, bisa menjadi panduan sahabat FB yang ingin mencari bacaan fiksi. Kedua puluh fiksi Indonesia di atas bisa menjadi tanda, tetenger, untuk memilih bacaan fiksi.

3 Januari 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *