PEMBELAJARAN SASTRA (5)

Djoko Saryono

Berpanduan visi, misi-utama, dan standar isi pada satu sisi dan pada sisi lain bahan pembelajaran sastra Indonesia yang sudah dipilih sedemikian rupa harus dilaksanakan proses pembelajaran sastra Indonesia yang efektif. Harus dapat dimainkan orkestra”, pinjam istilah Bobbie DePorter, pembelajaran sastra Indonesia yang indah yang mampu “meng- imajinasi, mengilhami, dan menggerakkan-mengubah diri subjek didik”. Untuk mewujudkan orkestra pembelajaran yang efektif itu, perlu ditetapkan sekaligus diterapkan model pembelajaran imajinatif, inspiratif, dan transformatif.

Dengan model pembelajaran imajinatif-inspiratif-trans-formatif, bisa diharapkan tiga hal. Pertama, subjek didik [sekaligus pendidik sebagai konduktor pembelajaran] diberi ruang, peluang, dan panduan untuk mampu berimajinasi tentang betapa mendalam- mendasar makna literasi, tradisi baca-tulis, dan berpikir kritis-kreatif bagi kehidupan manusia. Betapa menguntungkan memiliki penguasaan baca-tulis dan berpikir kritis-kreatif dalam kehidupan manusia; dan betapa indah merayakan kehidupan manusia dengan kesadaran dan kebiasaan baca-tulis dan berpikir kritis-kreatif. Kedua, subjek didik didorong dan ditantang untuk mampu mendulang berbagai inspirasi bermakna yang terpancar dari bahan pembelajaran berupa teks-teks sastra Indonesia; diberi ruang dan peluang untuk mengolah inspirasi yang diperolehnya dari membaca teks-teks sastra Indonesia secara kritis-kreatif, dan kemudian menuliskannya secara kritis- kreatif pula. Ketiga, subjek didik didorong, dipandu dan “difasilitasi” untuk mau dan mampu mengubah kesadaran diri dengan jalan mentransformasi pandangan dunia, persepsi dan pemikiran, dan tindakan tentang keberaksaraan, tradisi baca- tulis, dan berpikir kritis-kreatif.

Untuk mewujudkan hal tersebut, sudah barang tentu dapat dipilih, diadaptasi, dimodifikasi, dan atau dikembangkan metode atau strategi pembelajaran yang sudah ada dengan dasar pertimbangan kesesuaian dan keefektifan mencapai visi, misi-utama, dan standar isi pembelajaran sastra Indonesia berparadigma keberaksaraan dan tradisi baca-tulis. Agar model pembelajaran imajinatif-inspiratif-transformatif tersebut dapat “membuahkan orkestra” pembelajaran sastra Indonesia yang mengimajinasi, mengilhami dan menggerakkan subjek didik, sudah barang tentu dibutuhkan pendidik sastra Indonesia yang “mumpuni” sebagai “konduktor atau dirigen” pembelajaran sastra Indonesia.

Berhubung “konduktor atau dirigen” bermakna pemimpin pertunjukan musik, maka dibutuhkan pendidik atau guru sastra Indonesia yang mampu menjadi pemimpin pembelajaran sekaligus aktor/seniman pembelajaran sastra Indonesia. Pendidik atau guru sastra Indonesia yang mampu memainkan peran pemimpin dan seniman pembelajaran sastra Indonesia adalah pendidik atau guru berkarakteristik sebagai berikut. Pertama, memiliki kesadaran dan panggilan hati terhadap sastra Indonesia. Kedua, memiliki kecintaan dan kegemaran terhadap sastra Indonesia. Ketiga, memiliki kebiasaan dan kemampuan membaca sastra sekaligus menulis sesuatu tentang sastra Indonesia. Keempat, menguasai pengetahuan sastra Indonesia dengan baik dan memadai. Kelima, memiliki jaringan kesejawatan atau peraulan edukatif di bidang sastra Indonesia. Keenam, memiliki antusiasme dan komitmen “memainkan orkestra” pembelajaran sastra Indonesia dengan sebaik-baiknya. Ketujuh, memiliki pendidikan profesional guru sastra Indonesia. Dengan karakteristik pendidik atau guru sastra Indonesia demikian, niscaya “orkestra” pembelajaran sastra Indonesia berlandasan literasi dan tradisi baca-tulis dapat “dimainkan dan dipertunjukkan dengan indah”

Bersambung…

2 Replies to “PEMBELAJARAN SASTRA (5)”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *