Taufiq Wr. Hidayat
Waktu matahari diterbitkan, gedung-gedung menyala. Memantulkan panas dari derita petaka. Tak ada percakapan, selain mesin dan rencana-rencana kerja. Bahasa tak berkomunikasi tentang alamat pulang. Android dan laptop menyusun dunianya sendiri, menyedot manusia ke asam lambungnya yang dipenuhi tembaga dan angka. Kata sandi mengunci otak manusia. Ingatan tentang rumah dan masa kecil, disediakan lobang kubur di lambung-lambung kesibukan. Orang-orang berebut surga dengan memasak daging saudaranya.
Tatkala matahari tiba di puncak kepala. Dengung panas berkuasa udara, mendidih minyak kelapa. Hangus rambut terbakar. Orang-orang menganga, melepas baju dan menjulur lidah dahaga. Aroma parfum yang bercampur keringat, lengket di tubuh-tubuh wanita dengan dada terbuka. Paha yang memantulkan kesepian, bulu-bulu tipis berdebu. Plastik dan kertas-kertas kerja, membangun kenangannya sendiri dalam pikiran manusia, di antara batuk-batuk yang buruk, dan pertanyaan terkulai di antara bangkai jawaban yang terbengkalai.
Sudah patah segala jiwa. Mendesah yang terkapar di bawah ketakberdayaan. Tetapi desah, menjadi uap udara, sirna di antara atap-atap kota terbakar nyala kuasa, menikam dunia dari jaman purba. Membawa batu-batu, tipu, rahang-rahang gamang, mitologi-mitologi. Tiap tahun, orang mengapung dalam banjir bandang. Berenang menuju kantor, tempat belanja, sekolah, dan rumah ibadah.
Oh kota yang mengunyah kenangan. Wabah yang tahayul. Kepala meledak dalam kesibukan, pensiun, hari tua, dan yang terkapar dalam kecemasan.
Kampung Ujung, Banyuwangi, 2016-2021