PEMAJUAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

Djoko Saryono *

Anton Wahyudi bersama Bonari Nabonenar (dalam mimpi saya) mencecarkan pertanyaan ihwal pemajuan bahasa dan sastra Jawa. Pemajuan bahasa dan sastra Jawa di sini — menurut Tjahjono Widijanto dan Aming Aminoedhin — bersangkutan dengan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa. Dalam lelap tidur penuh mimpi saya, keempat penggelut sekaligus punggawa bahasa dan sastra Jawa di Provinsi Jawa Timur tersebut melontarkan pertanyaan menohok. Bagaimanakah pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa di Provinsi Jawa Timur sampai sekarang? Selama lima tahun terakhir, masalah-masalah atau kendala-kendala apakah yang muncul dalam usaha pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa di Provinsi Jawa Timur? Apakah faktor penyebab timbulnya masalah atau kendala implementasi pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa di Provinsi Jawa Timur? Menurut Mashuri dan Sugeng Wiyadi, jawaban pertanyaan tersebut perlu didasarkan pada konsep yang jelas dan tegas mengenai apa itu pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa. Berikut ini saya sodorkan konsep ketiga hal tersebut bersumberkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Pengertian dan ruang lingkup pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa dapat didasarkan pada sudut pandang ilmiah dan yuridis. Tidak berbeda secara mendasar dengan berbagai rumusan pengertian akademis, dalam Peraturan Pemerintah 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, yang merupakan salah satu penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negera serta Lagu Kebangsaan, dinyatakan bahwa “Pengembangan Bahasa adalah upaya memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan peningkatan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.” (Pasal 1 Angka 1). Kemudian dinyatakan bahwa “Pembinaan Bahasa adalah upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat.” (Pasal 1 Angka 2). Selanjutnya dikemukakan bahwa “Pelindungan Bahasa adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajarannya.” (Pasal 1 Angka 3). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daerah termasuk bahasa Jawa dimaksudkan untuk menjadikan bahasa dan sastra daerah tetap ada dan berguna dalam perlintasan zaman berbeda.

Berkenaan dengan pengembangan bahasa dan sastra daerah termasuk bahasa dan sastra Jawa, lebih lanjut dikemukakan dalam Bab IV Pasal 10 Ayat (1) dan (2) bahwa “Pengembangan Bahasa dilakukan terhadap bahasa yang digunakan oleh penutur dari generasi muda sampai dengan generasi tua dalam hampir semua ranah; dan “Pengembangan Sastra dilakukan terhadap sastra yang bermutu dan bernilai luhur”. Lebih lanjut dikemukakan dalam Pasal 12 Ayat (1), (2), dan (3) bahwa “Pengembangan Bahasa Daerah dilakukan untuk memantapkan dan meningkatkan fungsinya…”; “Pengembangan Bahasa Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penelitian kebahasaan, pengayaan kosakata, pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa, penyusunan bahan ajar, penerjemahan, dan publikasi hasil pengembangan Bahasa Daerah”; dan “Pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c [baca: pembakuan dan kodifikasi bahasa, DS] berupa tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis”. Sementara itu, berkenaan dengan pengembangan sastra daerah dinyatakan dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) bahwa “Pengembangan Sastra Daerah dilakukan untuk mendukung dan memperkukuh kepribadian suku bangsa, meneguhkan jati diri kedaerahan, dan mengungkapkan serta mengembangkan budaya daerah dengan Bahasa Daerah yang bersangkutan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”; dan “Pengembangan Sastra Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penelitian kesastraan daerah, peningkatan jumlah dan mutu karya Sastra Daerah dan kritik sastra daerah, kodifikasi sastra daerah, penerjemahan; dan publikasi hasil pengembangan Sastra Daerah”.

Sementara itu, berkenaan dengan pembinaan bahasa dan sastra daerah termasuk bahasa dan sastra Jawa dikemukakan dalam Pasal 21 Ayat (1), (2), (3), dan (4); dan Pasal 24 Ayat (1), (2), dan (3) PP 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Dalam Pasal 21 dikemukakan bahwa “Pembinaan terhadap masyarakat pengguna Bahasa Daerah dilakukan untuk meningkatkan sikap positif agar masyarakat memiliki kesadaran, kebanggaan, dan kesetiaan terhadap norma berbahasa daerah; meningkatkan kedisiplinan dan keteladanan berbahasa daerah; meningkatkan mutu penggunaan Bahasa Daerah secara lisan ataupun tertulis menurut kaidah Bahasa Daerah; dan meningkatkan kemampuan masyarakat berbahasa daerah”. Pembinaan bahasa daerah itu dilakukan melalui “pengajaran Bahasa Daerah di wilayah masing-masing pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah; pengajaran Bahasa Daerah di wilayah masing-masing pada pendidikan program kesetaraan; penggunaan Bahasa Daerah di ranah keluarga, adat istiadat, dan seni budaya daerah; dan penciptaan suasana yang kondusif untuk berbahasa daerah”. Dalam hubungan ini bahasa daerah yang diajarkan adalah “bahasa asli daerah yang bersangkutan; dan/atau Bahasa Daerah dari daerah lain yang penuturnya paling banyak di wilayah tersebut”. Selanjutnya dikemukakan bahwa pemerintah daerah harus “memfasilitasi penggunaan Bahasa Daerah di wilayah masing-masing, paling sedikit melalui penerbitan buku-buku berbahasa daerah; penyelenggaraan kegiatan seni dan budaya daerah; pembentukan dan/atau pemberdayaan lembaga adat daerah; dan penyelenggaraan pertemuan dalam rangka pelestarian Bahasa Daerah”. Sementara itu, pembinaan sastra daerah termasuk sastra Jawa dilakukan untuk “meningkatkan kreativitas dan apresiasi masyarakat daerah terhadap Sastra Daerah; meningkatkan kemampuan masyarakat daerah untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya Sastra Daerah; dan menciptakan suasana yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan Sastra Daerah”. Pembinaan sastra daerah itu dilakukan melalui “pendidikan sastra; pelatihan sastra; penyediaan fasilitas untuk mendorong berkembangnya komunitas sastra; penyediaan fasilitas untuk menyajikan karya sastra; dan penciptaan suasana yang kondusif untuk bersastra”. Pembinaan sastra daerah tersebut “dilakukan selaras dengan upaya peningkatan daya apresiasi, kreasi, dan inovasi kedaerahan”.

Selanjutnya, berkenaan dengan pelindungan bahasa dan sastra daerah termasuk bahasa dan sastra Jawa dikemukakan dalam Pasal 25 Ayat (1) dan (2), Pasal 26 Ayat (1) s.d. (3), Pasal 28 Ayat (1) s.d. (5) dan Pasal 30 Ayat (1) s.d. (4) PP 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Dalam Pasal 25 Ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa “Pelindungan terhadap bahasa yang masih digunakan oleh sebagian generasi muda dalam hampir semua ranah; atau semua generasi muda dalam ranah keluarga, agama, dan kegiatan adat dilakukan sampai tahap revitalisasi untuk pelestarian”; sedangkan “Pelindungan terhadap bahasa yang tidak digunakan lagi oleh penutur generasi muda dilakukan sampai tahap dokumentasi”. Kemudian dinyatakan dalam Pasal 26 Ayat (1), (2), dan (3) bahwa “Pelindungan sastra dilakukan terutama terhadap sastra lama baik sastra lisan maupun tulis; Pelindungan sastra lisan …yang hanya tinggal berfungsi sebagai sarana adat, ibadah, dan/atau hiburan dilakukan sampai dengan tahap revitalisasi; dan Pelindungan sastra tulis …yang bernilai luhur dilakukan sampai dengan tahap aktualisasi; dan bentuk fisik naskah dan nilai yang terkandung di dalamnya dilakukan sampai dengan tahap dokumentasi”.

Lebih jauh dikemukakan dalam Pasal 28 Ayat (1) s.d. (5) bahwa “Pelindungan Bahasa Daerah dilakukan untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi Bahasa Daerah sebagai pembentuk kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan, dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah”. Pelindungan Bahasa Daerah tersebut [dalam hal ini termasuk bahasa Jawa] dilakukan paling sedikit melalui pendidikan, penggalian potensi bahasa, pengaksaraan, pendataan, pendaftaran, revitalisasi penggunaan Bahasa Daerah, pendokumentasian, dan publikasi. Dalam hubungan ini pengaksaraan dilakukan dengan menggunakan aksara Indonesia atau mengadaptasi aksara daerah lain yang serumpun. Pendaftaran dilakukan oleh Badan berdasarkan masukan Pemerintah Daerah, masyarakat, atau pihak lain yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kriteria Bahasa Daerah yang dapat didaftarkan dan mekanisme pendaftarannya ditetapkan oleh Badan Bahasa. Selanjutnya, dalam Pasal 30 Ayat (1) dinyatakan bahwa “Pelindungan Sastra Daerah dilakukan untuk mempertahankan fungsi Sastra Daerah sebagai (a) pengenalan, penumbuhan, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai kedaerahan; (b) penyadaran dan penumbuhan sikap serta penghalusan perasaan dan budi pekerti; (c) pengungkapan budaya daerah dan kearifan lokal; (d) peneguhan jati diri daerah dan penumbuh solidaritas kemanusiaan; dan (e) pengungkapan wawasan kedaerahan. Pelindungan Sastra Daerah tersebut dilakukan paling sedikit melalui pendidikan, penelitian, pendataan, pendaftaran, transkripsi, transliterasi, penerjemahan, penyaduran, pengalihwahanaan, aktualisasi, dan publikasi. (Ayat [2]). Dalam hubungan ini pendaftaran dilakukan oleh Badan berdasarkan masukan Pemerintah Daerah, masyarakat, atau pihak lain yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ayat [3]). Kriteria Sastra Daerah yang dapat didaftarkan dan mekanisme pendaftarannya ditetapkan oleh Badan Bahasa (Ayat [4])

PELAKSANAAN PROGRAM KEBIJAKAN PEMAJUAN

Secara impresif, tidak berlandaskan kajian atau penelitian khusus, berdasarkan berbagai rekomendasi dua kali Kongres Bahasa Jawa, dapat dinyatakan di sini bahwa pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa belum terlaksana [terimplementasi] dan terealisasi di Provinsi Jawa Timur. Harus diakui, ada program yang sama sekali belum dapat terlaksana dan teralisasi, misalnya penganugerahan penghargaan kepada pembina, pengembang, dan pekerja bahasa dan sastra Jawa atas prestasi dan jasanya; dan penerjemahan dan penggubahan karya sastra berbahasa asing, Indonesia, dan bahasa nusantara yang lain ke dalam bahasa Jawa. Sebagian besar program yang diamanatkan dalam rekomendasi Kongres Bahasa Jawa sepuluh tahun terakhir terlaksana dan terealisasi secara sporadis, kurang terencana dan terancang secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagian besar pelaksana juga kelompok masyarakat, lembaga atau asosiasi profesi, dan pencinta bahasa dan sastra Jawa. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur belum berperan optimal dalam pelaksanaan program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa meskipun bukan berarti tidak ada; dalam batas tertentu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur sudah berperan lumayan signifikan dalam pembinaan guru-guru bahasa Jawa. Di samping itu, harus diakui pula bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota telah menunjukkan keberpihakan, kepedulian, dan peran yang jelas dan kuat ketika mengeluarkan kebijakan atau peraturan perundangan [baca: Peraturan Gubernur] tentang mata pelajaran Bahasa Daerah [termasuk bahasa Jawa] pada jenjang pendidikan menengah [baca: SMA dan SMK]. Tidak mengherankan, sekarang di SMA dan SMK di Provinsi Jawa Timur terdapat mata pelajaran muatan lokal bahasa Jawa dalam struktur kurikulumnya. Lebih lanjut, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur juga sudah berhasil menyusun dan memberlakukan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Daerah khususnya Bahasa Jawa. Perangkat Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Jawa juga sudah disusun terutama buku pelajaran bahasa Jawa.

Program-program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa yang menjadi Keputusan Kongres Bahasa Jawa V (a) belum dapat terlaksana secara keseluruhan, berkelanjutan, dan sistematis, (b) baru terlaksana secara sporadis dan kurang terencana dan terancang secara matang, dan (c) sama sekali belum dapat terlaksana karena terhambat atau terkendala beberapa hal. Pertama, karena Dewan Bahasa Jawa belum dapat terbentuk dan ditetapkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sehingga tidak ada lembaga yang secara khusus dan terencana merencanakan, memantau, dan mengendalikan pelaksanaan program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa yang sudah menjadi Keputusan Kongres Bahasa Jawa V. Memang di provinsi Jawa Timur ada Balai Bahasa dan Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa, tetapi lembaga ini tidak bisa diberani beban dan peran yang demikian berat tanpa dukungan sumber daya keuangan dan manusia yang memadai. Kedua, Peraturan Daerah tentang Bahasa Jawa atau Bahasa Jawa yang direkomendasikan Kongres Bahasa Jawa V belum dapat terwujud akibat berbagai faktor, di antaranya tidak ada pihak penanggung jawab yang secara langsung menangani penyusunan dan pengawalan Peraturan Daerah tentang Bahasa Jawa. Dalam kondisi seperti ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur juga belum berperan secara maksimal karena tidak memiliki tupoksi di bidang tersebut. Ketiga, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur belum mengambil peran dan fungsi secara langsung, optimal, dan terprogram untuk melaksanakan program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa terutama pengerahan anggaran yang memadai dan penggalangan komponen masyarakat yang dapat diajak berpartisipasi belum dilakukan secara baik. Keempat, dinamika kelembagaan pemerintah dan dinamika sosial budaya selama empat tahun terakhir demikian tinggi sehingga program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa tidak dapat masuk skala prioritas program pembangunan meskipun bukan berarti tidak ada sama sekali. Walau demikian, dinamika tersebut juga telah menghasilkan keberpihakan dan kepedulian yang jelas dan tegas sebagai landasan program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra Jawa ke depan. Kelima, para pemerhati, pencinta, dan pekerja bahasa dan sastra Jawa belum mampu berurunan [berkontribusi] dan berperan serta secara maksimal akibat tidak ada koordinasi dan sinergi yang baik. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya leading sector yang seharusnya dapat dimainkan oleh pemerintah atau lembaga non-pemerintah sehingga semua pemangku kepentingan bahasa dan sastra Jawa saling menunggu.

ARAH KE DEPAN

Hal tersebut menandakan bahwa program pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa belum dapat terlaksana secara keseluruhan, berkelanjutan, sistematis, dan terprogram dengan baik akibat berbagai hambatan atau kendala. Meskipun demikian, beberapa capaian monumental sudah diraih, misalnya pemberlakukan mata pelajaran bahasa Jawa pada jenjang pendidikan menengah dan penyusunan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Jawa beserta segenap perangkatnya. Di samping itu, secara tidak langsung keberpihakan dan kepedulian pemerintah Provinsi Jawa Timur terhadap bahasa dan sastra Jawa sudah meningkat meskipun belum memenuhi harapan ideal pemerhati, pecinta, dan pekerja bahasa dan sastra Jawa. Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu lebih kuat dan besar lagi memberikan sumber daya dan membuat program pemajuan bahasa dan sastra Jawa di Jawa Timur.

Supaya program pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa di Jawa Timur dapat terlaksana lebih optimal penting disusun dan diterbitkan Peraturan Daerah tentang Bahasa Daerah, dibentuk Dewan Bahasa Jawa atau bidang yang berfungsi mengurusi pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa. Dalam hubungan ini tupoksi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atau Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur dapat ditambah dengan fungsi pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Jawa. Hal tersebut sangat memungkinkan.
***


*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *