Sufi dan Kepala Negara 1
seorang sufi
menulis surat kepada kepala negara
wahai kepala negara
aku ingin meringankan bebanmu
memimpin rakyat
caranya: bunuhlah aku
atas nama rakyat
Sufi dan Kepala Negara 2
jika pemimpin negeri
menyuruhmu memikirkan negeri
jawablah: akan kami penuhi
memikirkan negeri
memanglah tugas para sufi
sejak para pejabat dalam birokrasi
tengah sibuk dengan diri sendiri
kemudian
tanpa disuruh pun
telah jatuh kewajiban kepada sufi
memikirkan pemimpin negeri
yang tak mampu
memikirkan negeri
Al Hallaj
1
aku berkabar pada tuan
bahwa cinta memabukkan
sehingga aku terpesona
pada penindasan
kemanusiaan
2
jangan mencari tahu
sebab kemurtadanku
(aku murtad
setelah imanku dibunuh)
jangan mencari tahu
siapa pembunuhku
(aku tetap hidup
bersama fatwa
dan kata-kata)
jangan mencari tahu
rahasia kata-kata
(aku memberi minum
orang yang haus
aku memberi makan
orang yang lapar)
3
saksikan
aku melepas jubah sufi
kugantung bersama syahwat
kemiskinan orang yang tertekan
kesengsaraan orang yang terlibas
aku
tidak berpihak pada sultan
dan tuhan
Alda
(Belajar Tasawuf 1)
aku tak biasa
nerjemahkan khidmat yang dewasa
sehingga rona ilmiah perempuanmu
meradang di pusat riadlahku
aduh, engkaukah tasawuf itu?
bila kau tiada di sisiku
akulah kanak-kanak paling lucu
Yanti
(Belajar Tasawuf 2)
mencintaimu
menghabiskan seluruh keringatku
rinduku pun heran
nggelandang di sekujur badan fatwamu
pada ketika
sampai aku di ladang syar’i
bulu matamu menari rumi
tasawufkah engkau?
segalanya teramat berarti
Sarah
(Belajar Tasawuf 3)
peluk aku
sebelum kuhamburkan bisi
tentang rahsia bayi manusia
dan bunyi shalawat
cium aku
karena aku petani
bertanam khalwat
menuai fiksi birahi
bawa aku
memanjangi alur kaki bidari
dan tatap yang beringas
dan sungging yang antusias
menduga-duga tasawuf itu
Cici
(Belajar Tasawuf 4)
datanglah sayangku
tubuhku lepuh
oleh peluh ruhanimu
hadirlah kasihku
betapa indahnya
salam dari masyuq
mendamprat asyiq
“kalam ini merindumu”
amboi
seperti tahi lalat
terperincikah tasawuf?
Kemaluan
adik
bibirmu
menebal doa
kukenang
iman yang jantan
memanjakan kita
matangkan liar senggama
(kuteguk semangkuk tasawuf
tak sebagai asa yang memalukan)
adik
gigimu
merusak tata-tertib cinta
kukenang
iman yang mulia
tidak akan mengutuk
simpang-siurnya fatwa
(kuteguk secangkir rindu
dengan agak malu-malu).
***