Penulisan Feminin dan Maskulin

Daya Hidup, Seks, dan Narasi Kematian dalam Semangat Tubuh

Mariana Amiruddin *
kompas.com

APA lagi yang dapat kita temukan dalam karya penulisan? Setelah deretan pujangga mencoba menyihir manusia membuat kategori mana yang indah dan mana yang tidak, lahir kemudian penulisan menara gading versus pinggiran, seks versus moral, sastra-wangi versus sastra-bau. Lalu apa yang dapat kita nikmati dari penciptaan kategori? Continue reading “Penulisan Feminin dan Maskulin”

Perlukah Perdebatan “Popular Culture” vs “High Culture”

Rebeka Harsono
sinarharapan.co.id

Akhir-akhir ini kata-kata cultural studies seperti menjadi coin yang beredar begitu lakunya di dalam diskusi-diskusi mahasiswa dan perkuliahan. Umumnya mereka merespons industri hiburan Amerika, yang dikenal sebagai negeri asal popular culture. Tetapi ada kecenderungan orang terperangkap dalam perdebatan, apakah karya-karya sastra film atau cerpen yang dihasilkan di Tanah Air seharusnya menggunakan standar popular culture-nya Indonesia atau Timur, atau kalau bisa mampu berkompetisi dengan kebudayaan Ba-rat yang selama ini dikenal sebagai high culture (lebih sophisticated). Continue reading “Perlukah Perdebatan “Popular Culture” vs “High Culture””

Buku-buku Paling Dikecam

Mohamad Ali Hisyam
http://www.padangekspres.co.id/

Asosiasi Perpustakaan Amerika belum lama ini mengadakan polling seputar buku-buku yang paling dikecam di abad 21. Hasilnya cukup mencengangkan. Betapa tidak, buku serial Harry Potter karangan JK Rowling berada di urutan terdepan di kategori ini. Salah satu buku terlaris sepanjang sejarah ini dianggap banyak orang, terutama para orang tua, tidak pantas dibaca mengingat di dalamnya mengajarkan ilmu sihir pada anak-anak. Continue reading “Buku-buku Paling Dikecam”

50 Tahun Taufiq Ismail Bersastra, Penjaga Moral Sastra yang Teguh

Rakhmat Giryadi, Ary Nugraheni
surabayapost.co.id

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Di batas cakrawala

Penggalan bait puisi Dengan Puisi Aku yang dinyanyikan grup Bimbo tahun 70-an itu terasa sekali sebagai kredo Taufiq Ismail untuk meneguhkan dirinya sebagai penyair sampai akhir hayatnya. Jarang sekali seniman yang berpendirian seperti ini. Selama 50 tahun sudah, Taufiq telah meneguhkan sikapnya itu untuk tetap bersyair. Continue reading “50 Tahun Taufiq Ismail Bersastra, Penjaga Moral Sastra yang Teguh”