Mementaskan Kemuraman Maeterlink

Kustiah Tanjung*
http://www.jawapos.co.id/

PEMENTASAN naskah drama liris-simbolis The Intruder karya Maurice Maeterlink, peraih Hadiah Nobel Sastra 1911, sungguh hening. Gelap, sunyi, dan muram disuguhkan silih berganti. Dari awal sampai akhir pementasan di ruang pertunjukan Bentara Budaya Jakarta, 2-3 Juni lalu, itu tidak terdengar tawa seorang penonton pun. Seolah penonton ikut masuk menjadi bagian dari ”pemain” yang mementaskan karya yang terkenal berat tersebut. Continue reading “Mementaskan Kemuraman Maeterlink”

Seragam-Seragam yang Korup

Kustiah Tanjung*
http://www.jawapos.co.id/

KARYA seni grafis Isa Perkasa punya kemiripan format dengan lukisan kondang The Last Supper karya Leonardo da Vinci. Bedanya hanya terdapat pada pelaku dan hidangan di atas meja. Jika karya Da Vinci terdiri atas bermacam warna, karya Isa hanya berwarna putih.

Sebuah meja memanjang (terbuat dari tiga panel) dihamparkan di tengah ruang. Di atasnya penuh aneka “makanan” dan “minuman”. Orang-orang berseragam berdiri di belakang meja. Mereka berpesta. Continue reading “Seragam-Seragam yang Korup”

Memotret Jakarta dari Jalanan

Kusti’ah Tanjung*
http://www.jawapos.com/

Dua turis lokal dari Jakarta di Ubud, Bali, celingukan ke kiri-kanan mencari hotel dengan pemandangan sawah. Tapi, tak satu pun hotel mereka temukan. Terpampang di hadapan mereka papan nama Partana Guest House, Arjuna Bungalow, Gusti Home Stay, Wayan’s Guest House, Suweta Bungalow, Rama Bungalow, dan sejenisnya. Tokoh Benny menggerutu, ”Daerah wisata kok nggak ada hotelnya.” Continue reading “Memotret Jakarta dari Jalanan”