Kami Ingat, Markiyem

Mariana Amiruddin
Jawa Pos, 20 Mei 2007

Mereka menebangnya. Daun-daun itu kini berongga. Matahari melaluinya. Menusuk mataku. Aku tak beranjak. Timpalah semua cahayamu ke mataku. Agar aku tak melihat siapapun…

Matahari pagi menjelang siang memang ganas. Markiyem memasang kaca mata hitamnya setelah koran pagi itu diletakkan di meja teras. Mulutnya menggeram. Continue reading “Kami Ingat, Markiyem”

Revolusi Bahasa dalam Politik Gender

Mariana Amiruddin *
Majalah Tempo, 12 Jan 2015

Sejumlah pemikir perempuan menemukan bahwa hampir semua bahasa dunia ternyata tidak netral gender. Bahasa kemudian perlu menjadi ruang politik gender. Apa yang disemayamkan dalam bahasa ternyata kental dengan bias patriarki. Deborah Cameron, seorang ahli linguistik, mengatakan bahwa “kata” tidak memiliki makna, tapi masyarakat yang memaknainya (words don’t mean, people mean). Continue reading “Revolusi Bahasa dalam Politik Gender”

“Payudara”: Kegilaan sebagai Penyembuhan

Mariana Amiruddin
sinarharapan.co.id

Sebelum membuat tulisan ini, saya sengaja bertemu langsung dengan pengarangnya, Chavchay Syaifullah. Dari namanya saya sudah menemukan kejanggalan. Dia yang pernah mengirim puisi di Jurnal Perempuan berjudul “Tubuh Perempuan”. Dalam puisinya saya menemukan keanggunan yang lain, yang biasanya saya temukan pada diri perempuan. Dia bicara tubuh perempuan bukan dalam bentuk materi seperti umumnya lelaki. Dia meletakkan tubuh perempuan yang multi, memberi kehidupan dengan segenap siksaan. Continue reading ““Payudara”: Kegilaan sebagai Penyembuhan”

Aku, Asfin, Valent, dan Resta

Mariana Amiruddin
jawapos.com

”Sepertinya ada yang salah di mataku, sesuatu yang terselip…,” kata Asfin sambil berjalan di mall besar Jakarta dan menenteng beberapa pakaian. Bulu matanya tiba-tiba menjadi lentik melengkung ke atas. Aku meledeknya, ”Seperti artis Bollywood.” Lalu Asfin meronta-ronta karena ia paling tidak suka dibilang seperti orang India. Sementara Valent sibuk mengusap wajahnya yang berminyak dengan kertas penyerap minyak. Dan Resta dengan rambut pendeknya yang baru, diam saja sambil berjalan dengan kalung besar berbahan kayu melingkar di lehernya. Continue reading “Aku, Asfin, Valent, dan Resta”

Penulisan Feminin dan Maskulin

Daya Hidup, Seks, dan Narasi Kematian dalam Semangat Tubuh

Mariana Amiruddin *
kompas.com

APA lagi yang dapat kita temukan dalam karya penulisan? Setelah deretan pujangga mencoba menyihir manusia membuat kategori mana yang indah dan mana yang tidak, lahir kemudian penulisan menara gading versus pinggiran, seks versus moral, sastra-wangi versus sastra-bau. Lalu apa yang dapat kita nikmati dari penciptaan kategori? Continue reading “Penulisan Feminin dan Maskulin”