Nelson Alwi
http://www.suarakarya-online.com/
Dalam buku The Sacred Word (Metheun & Co Ltd., New York, 1960) TS Eliot menulis, we might remind ourselves that criticism is an inevitable as breathing. Ya kita selalu menghormati, membutuhkan dan tidak dapat melepaskan diri dari kritik (sastra). Syukurlah, kritik sastra masih terus ditulis, meski memang telah kehilangan legitimasinya.
Legitimasi atau kehidupan kritik(us) sastra, ya, itulah yang kerap membuncahkan jagat sastra Indonesia. Banyak kajian berupa esai atau artikel yang intinya menyiratkan keresahan, kekecewaan dan keprihatinan kita menghadapi degradasi keberadaan kritik(us) sastra. Continue reading “Menyoal “Keberadaan” Kritik(us) Sastra”