Sampakan, Penolakan Identitas Estetik

Satmoko Budi Santoso
kr.co.id

Jika Albert Camus punya postulat “pemberontakan itu kreatif”, maka saya, dalam penggarapan pementasan kali ini punya satu pernya taan sekaligus pertanyaan, “Meniru itu kratif?”

Pertanyaan di atas dilontarkan Marhalim Zaini, sutradara pementasan lakon Pensiunan karya Heru Kesawa Murti, dalam leaflet pertunjukan yang digelar di Auditorium Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, 2 Juni 2001 silam. Continue reading “Sampakan, Penolakan Identitas Estetik”

Bersampan ke Tepi Tanah Mimpi

Satmoko Budi Santoso
suaramerdeka.com

BAGAI si Bujang Tan Domang yang suatu hari singgah, terantuk di tanggul Sialang Kawan, Dusun Betung, Tanjung Sialang, dan Tanjung Perusa, aku berlayar. Limbung terbantun dari tepian Sungai Siak, menumpang sampan dayung bercadik.

“Lupakanlah si Raja Lalim, si Panjang Hidung,” Emakku merengek, menghela galah galau, melontar sepah kesal, sumpah seranah atas kampung halaman. Ah, berlayar, berlayarlah aku ke seberang, ke tepi tanah mimpi, atas nama basah angin, kelepak burung, dan mega-mega. Continue reading “Bersampan ke Tepi Tanah Mimpi”

Demokratisasi dan Problem Kompleks Kuratorial

Satmoko Budi Santoso

EKSISTENSI kurator dalam khazanah dunia seni rupa kini dipertanyakan. Hal itu mencuat dalam diskusi yang tergolong fenomenal pada pertengahan bulan Mei 2008 lalu di Bentara Budaya Yogyakarta. Diskusi yang diprakarsai Makna sebagai media yang mengkhususkan diri mengulas persoalan seni rupa tersebut mengambil tema “Kurator di Mata Perupa”. Bagi saya yang sama sekali tidak berkecimpung di dalam praktek ilmu seni rupa kecuali hanya mengikuti perkembangan wacana dan menikmati karya-karya seni rupa yang saat ini sedang booming, momen diskusi tersebut sangatlah mengejutkan. Secara tegas forum tersebut mempertanyakan peran signifikan dalam proses kuratorial: apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh para kurator dan output-nya seberapa jauh? Continue reading “Demokratisasi dan Problem Kompleks Kuratorial”

Bahasa »