http://www.kompas.com/
Puisi untuk WL
walau cuaca galau dan
angin memeram benih malam
namun kau masih setia berjalan
dari waktu ke waktu pertemuan
antara kenangan dan kerinduan
lebih puisi hari-harimu kini
endapan semerbak wangi rambutmu
o, kilau cahaya yang ragu
pada batas kelam kelopak mata
ombak merayap mencapai mulus betismu
letih telah paripurna di tepian senja
dan camar yang mengembara sendiri
akan kembali pulang ke sarang jiwamu
Karangasem, Bali, 27 Mei 2008
Sajak
aku tahu kau akan tiba dengan kutukan baru
aku tahu kau akan tiba dengan jubah baru
aku tahu kau akan tiba dengan perahu baru
maka begitu pula kau tahu
aku akan tiba dengan kematian baru
(2008)
Padangbai Pagi Hari
perahu kembali tiba
dari jenuh pelayaran
anak-anak ombak
mengeja riak di tepian
dan terbaca lagi air matamu
yang bagai kilau mutiara
dalam kandungan cangkang kerang
bertahun-tahun lampau
ufuk pagi menyala dari matamu
di mana tertambat segala lara
dan rindu akan kepulangan
kabut masih merambat di tiang-tiang layar
dan ikan layur masih pula setia
menyusuri alurnya sendiri
melulur perjalanan dan kenangan tiada bertepi
perahu kembali berangkat
tergesa dalam pelayaran
tanpa sempat pamit
pada air mata yang mengerak
di sudut-sudut dermaga
(2008)
Upacara Seroja
angin apa yang membawamu kepadaku
resah serupa arwah bawah tanah,
wabah dari masa lalu
impikan keabadian saat usia mulai rapuh
nujumanmu hanya sisa sampah sejarah
dimana segala cuaca mati rasa di tubuhmu
akhir sempurna dari mabuk tequila
hio wangi cendana kau nyalakan
upacara malam hampir padam
relung rahasia bunga seroja perlahan terbuka
inikah avalokitesvara yang kau angankan
pejamkan mata, merasuklah ke lubuk jiwamu
(Karangasem, Bali, November 2007)
Gapura Tiga Puluh Dua
memasuki gapura ke tiga puluh dua
akan sampai dimana kau tiba
duka telah lama berlalu dari parasmu
enyah serupa bayang-bayang pudar
selalu kau nyalakan unggunan api bagi jiwa pengembara
umpama purnama yang rekah di legam rambutmu
dingin pun menyingkir dari kerumunan halimun
agar udara leluasa berbagi cahaya dengan jiwa,
nuansa nelangsa yang memabukkan pejalan
iringi irama hari yang pergi sendiri
gairah akan punah di ambang ruh
ungsikan letihmu ke arah cahaya
yang senantiasa menjadikanmu bintang sabitah,
olahan jiwa yang kau ramu dengan keteguhan
tapa di hutan penuh bebayang, danyang dan kekunang
(Karangasem, Bali, Agustus 2006)
Di Pantai Sindu, Sanur
– bersama gioia risatti-
ombak telah mencoba setia
pada pantai
ia tiba dan tiba lagi
seperti semula
namun perahu telah lama menunggu
laut menolak biru
sebab biru hanya milik langit
kabar cuaca hari ini
ialah kesiasiaan
tapi kau masih saja gagu di sampingku
mata birumu menatap kelam lautan
mencoba menduga yang tak terduga
seperti percuma rindu kita
meraba getar ombak
merasa debar buih
perahu masih menunggu
dan kita lama termangu
di pantai sindu
Denpasar, awal Mei 2006
Taman Rahasia
taman rahasia itu
bernama kenangan
ketika malam ungu
tiba di akhir waktu
apakah kita tiada harap
harapan adalah semerbak bunga
yang dibawa angin lembah
yang basah airmata
dan airmata,
getah dari duka pohon-pohon
yang menggumpal
menjadi kenangan
di taman rahasia
Tirtagangga, 23 Juli 2006
Ular
selingkar ular belang menghadang jalan
setapak samar dibasuh cahya bulan
kepala ular itu sembunyi di rerimbun rumput
kulitnya hitam-putih berkilau
aku melintasi setapak itu
agak ragu
ngeri membayangkan ular
menjelma naga taksaka
atau raksasa seribu kepala
yang semayam dalam jiwamu
tapi ular itu tidur melingkar
di celah bongkah batu hitam
siaga memagut nyawa siapa saja
yang mengusiknya
agak mabuk aku pergi tidur
berharap lupa pada si ular
tapi ular menjenguk mimpi
dan igauku
pagi-pagi sekali aku terbangun
kudapati tubuhku bersisik
aku menjelma ular!
Tirtagangga, 7 Agustus 2006