Muh Syaifullah
http://www.korantempo.com/
Pelesetan, umumnya, identik dengan kelucuan dan menimbulkan tawa. Tidak demikian dalam pertunjukan musik gamelan pelesetan, yang digelar dalam Festival Gamelan Yogyakarta ke-13, di Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu lalu.
Pemain gamelan dari Universitas California, Amerika Serikat itu, Rene Lysloff, Genie Yoo, dan Sakana, berkolaborasi dengan Sapto Raharjo membuat penonton dan penikmat musik itu termenung hening, seolah terhipnotis alunan syahdu pukulan nada-nada pentatonis yang dipelesetkan dengan nada-nada diatonis dari seperangkat alat elektronik, seperti laptop dan alat gesek disc jockey.
Tak hanya itu, mereka juga mencampurnya dengan irama alam, seperti suara angin, ombak, binatang malam, alat musik tambur, gambang, gender, klenteng, dan kendang. Sebuah kolaborasi nada, dengan permainan berbagai alat musik yang memukau. “Konsep kam, seni gamelan tidak hanya menyentuh pada penggarapan karya baru, tapi juga menyentuh teknologi komunikasi informasi,” kata Sapto seusai pementasan.
Perpaduan musik gamelan dengan perangkat digital, menurut Sapto, sangat dibutuhkan di era globalisasi ini agar tak hanya terjebak pada standar gamelan. Meski demikian, harus tetap mempertahankan kaidah-kaidah gamelan. “Sisi eksperimental dalam karya musik gamelan sangat dibutuhkan,” katanya. Jika pentas itu dilakukan di Amerika Serikat, bisa langsung diakses Internet. Tapi karena keterbatasan jaringan Internet Indonesia, pementasan yang dilakukan kelompok pelesetan tersebut tidak bisa diakses.
Pentas gamelan pelesetan ini terbagi tiga bagian. Babak pertama, para pemain memainkan gamelan dengan nada standar, tanpa judul, tapi tetap mengutamakan improvisasi eksperimental. Pada segmen kedua, mereka memainkan gamelan dengan teknik live looping (rekam langsung). Pada segmen ini mereka menggali konsep live looping dengan variasi yang dapat diciptakan dari sound file dalam DJ-sampler. Sedangkan pada segmen ketiga, mereka memadu apik gamelan dengan suara yang sudah direkam sebelumnya.
Grup gamelan pelesetan ini mulai memperdengarkan karyanya pada 2004, di Yogyakarta dan Amerika Serikat. Mereka melakukan eksperimen musik, mengkolaborasi gamelan dengan peralatan digital sesuai dengan selera masyarakat negaranya.