Sajak-Sajak Ahmad David Kholilurrahman

Berita


Dalam Perkekalan Rindu (3)

Sadarlah dirinya, dipandang musafir fakir;
Berlain bangsa, berbeda bahasa
Terasing jauh dari tanah kelahiran,

“Alamak, dizaman kini menyisa kisah cinta ala istana”.
Patuh tunduk pada duli kuasa kaum bangsawan.

Sadarlah dirinya, ditidakkan digelanggang mata ramai;
Siang-malam duduk termenung, menanggung jatuh rindu
Pada gadis perawan kota tua bersejarah.

Seujung kuku pun, tak gentar jiwanya,
Ingin menyatakan kemerdekaan asasi hatinya

Sadarlah dirinya, selama ini menempuh rintangan;
Tingkahnya dipandang salah,
Menjatuhkan airmuka Tuan terhormat

Mencampak harga diri kalangan atas
Dituduh mengacau jalan pikiran bangsa feodal

Sadarlah dirinya, sengaja disisik-siang;
Setelah ditimbang dacing bendawi,
Nasibnya tak ubah pesakitan terpasung

Loyang tercampak dari emas,
Benang tersisih dari sutera

Heliopolis, Cairo, 15 Maret 2008

Dalam Perkekalan Rindu (4)

Belum lagi runtuh gunung harapanku,
Menanggung gemetar cinta tersunyi
Seperti gelegas rindu yang tak kutahu berpangkal?

Kota tua bergedung coklat pudar, terkepung rapat
Gerbang beratap melengkung, tertutup erat
Matahari musim dingin merebah ke ufuk barat

Sekawanan pasukan berkuda, menembus batas langit
Gumpalan debu beterbangan, memupus tersedan jerit
Memercik kilat pedang, gemerincing zirah terberandang

Dari tingkap Istana bercat coklat tua,
Sepasang mata hijau zaitun melabuh senja,
Pandang jauh, berbisik pada angin musim kering;
?Hai Musafirku, tak pernah kulupa kebaikan hatimu!?.

Kenapa menabur bibit sajak sepanjang pengembaraan?

Biar kutahu kuncup rindu bertunas seri,
Mekar bunga ditaman-taman hangat musim semi
Meruah semerbak wangi, menunggu dipetik tangan halus kekasih
Sebelum embun menumpuk, mendahulu kumbang hirup mahkota sari

Heliopolis, Cairo, 22 Maret 2008

Dalam Perkekalan Rindu (5)

Menghirup semerbak ranggi rindu
dihantar sejuk-hangat angin musim semi
Kuncup kembang melontar kumbang
Mengecup serbuk putik sari, jatuh berderai

Taman teduh menebar harum rerumputan
Burung-burung kecil terbang bertempiaran,
Riang mematuk ulat-serangga, reranting dahan berjuluran

Dibawah rerimbun pokok kayu,
Musafir duduk rehat menenang pikir
Menyandar pundak, dibangku besi bertuang tersimpai rapi

Gurat-gurat cerah terlukis diroman wajah lelah,
Bercakap hanya menambah beban marah

Pengembara bukan wazir raja, pembisik setia lingkar Istana
Bukan mulut pendongeng pasar malam
Memintal liur berbenang bual hikayat
Bermalam-malam merebut mata pendengar

Sungguh, menulis sajak pilihan bijak
Kelak mengorak jejak, gelegak tapak pemberontak

Heliopolis, Cairo, 3 April 2008

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *