http://www.kompas.com/
negeri yatim
:wiji thukul wijaya
di rumahmu yang sumpek itu tanpa basa basi
kita saling mentertawakan diri sendiri
kau tertawa melihat telapak kakiku yang lebar
aku juga tertawa melihat mata dan gigimu
yang maju nanar leak karib yang mempertemukan
kita cuma tertawa lalu kau perkenalkan sipon
istrimu padaku aku serius menyambut
uluran tangannya tanpa tawa karena aku tau
kau terus mengawasi hatiku yang menggoda
setelah itu kita mulai cerita dan tak banyak
bicara soal sastra tapi sedikit menyinggung
tentang negara kau bilang hidup di indonesia
seperti bukan hidup di negara kita lalu
ku bilang kalau saat ini kita hidup
di negeri yatim yang sudah lama di tinggal
mati bapak sedang ibu pergi menjadi angin
kau cuma mengangguk-angguk tapi dari dialekmu
yang gagap dan cadel itu kau seolah memeram
amarah kau bilang ibu kita yang angin itu
telah di kawin paksa lelaki kejam dan tiran
dia sering kali mengirim tentara polisi
dan mata-matanya untuk menghabisimu
serta teman-teman kita
mereka tidak lebih jantan dariku katamu
mereka seperti sudah kehabisan akal bahkan
tak punya waktu berpikir untuk mengatasi
persoalan bangsanya selain menggunakan fisik
kekuasaan dan senjata menculik atau kalau
bisa membantainya mereka sungguh tak punya malu
sayang ibu kita cuma angin katamu
sejenak kita terdiam tapi aku membaca siratan
kecewa di gelisahmu tentang pilih kasih
orang tua kita yang lebih berpihak pada
penghianat maling dan pecundang itu
karena mereka adalah asset hidup yang bisa
dijadikan pemuas nafsu para penegak hukum
dan aku juga bercerita banyak soal
saudara-saudara kita yang dikejar-kejar
polisi karena mencuri ayam atau jemuran
tetangganya lalu kaki atau paha mereka
dibolongi timah panas kalau tidak digebugi
sampai sekarat dengan interogasi gaya kompeni
di luar matahari tegak berdiri di dalam kau
tengkurap di atas amben bambu menghadap
kali aku duduk di sofa bodol kempes yang
kondisinya seperti saudara-saudara kita
yang kurang gizi sembari cerita kalau kemarin
aku baru saja berkelahi dengan polsuska
distasiun balapan solo seusai baca puisi di
gerbong eksekutif karena mereka kira aku sedang
demonstrasi atau sedang menghasut orang
untuk menentang kejahatan penguasa di negeri ini
setelah sempat pukul-pukulan aku lari karena
aku tau ibu kita cuma angin sedangkan mereka
tak punya hati lalu kau tertawa dengan mata
terbenam dan mengingatkan agar aku jangan lagi
ngamen puisi di depan polisi
tak terasa di luar matahari makin miring
ke kiri sementara kita masih ingin menuntaskan rindu
untuk bicara apa saja tentang negara dan
berencana mencari kuburan bapak yang entah dimana
serta menunggu belaian ibu yang hanya
terasa kelembutannya
ah kita benar-benar yatim katamu
dan sebelum matahari benar-benar pergi aku
pamit dengan harapan kita bisa bertemu dan saling
mentertawakan diri lagi membacakan puisi
dengan leluasa di hadapan ibu
tapi kuperhatikan kau tercenung lama seperti ada
sisa kecewa yang belum juga bisa kau terima
atas siksa yang pernah kau rasa dari kepal tinju
para penindas dan hantaman popor senjata
kaki tangan penguasa lalu dengan arif kujagakan
kediamanmu serta meyakinkan kalau suatu saat
ibu kita yang angin itu akan memuntahkan
kembali segala bentuk kecurigaan dan tuduhan
serta pidato pediti politik atau ceramah cerimih
mereka lalu kata-katanya berubah jadi hewan buas
menakutkan yang akan mencabik-cabik
mulut mereka dan senantiasa mengusik setiap
upacara pagi apel bendera
solo, tegal, indramayu
setelah perjumpaan ini
:bersama thukul dan leak
setelah perjumpaan ini aku tak tau seberapa
lama lagi kau bisa mencium aroma matahari selain
wangi popor senjata atau amis sepatu serdadu wagu
yang tak mengerti cara bersenda
setelah pertemuan ini aku tak tau seberapa lama
lagi kau bisa mencium aroma bintang-bintang
selain amis keringat pecundang atau bau busuk
nafas mata-mata yang mengendap-endap di sekitar
persembunyian kita kawan setelah perjumpaan ini
aku tak tau seberapa lama lagi kau bisa mencium
aroma bulan selain pantul cahaya 500 watt
di ruang proses cuci otak berukuran 2 x 2 meter
dengan kata-kata jorok yang berlompatan dari
mulut busuk introgator kelas teri dan memotong-
motong 70 juta sel syaraf di kepalamu setelah
perjumpaan ini aku tak tau seberapa lama lagi
kau bisa menyentuh anak dan membenamkan diri
di tubuh isrimu selain bau kedzaliman potongan
urat nadi suntik mati amunisi yang menembus
tengkorak kepalamu atau krematorium nyanyian babi
setelah perjumpaan ini aku tak tau
bagaimana nasibmu kawan
solo ? jakarta, indramayu
koruptor + tai
di atas kloset tanpa mengetuk pintu dia
masuk ke dalam dirinya seseorang sejak tadi
menunggu untuk bercakap-cakap di sebuah ruang
tak ber air condition sejuk aman dan dia sulit
membayangkan betapa nyamannya
di dalam tapi sayang dia jarang pulang
selesai ngeden dia kembali ke dalam sejenak
hidungnya terganggu oleh tainya yang meleset
bukankah ini bau taimu yang sama dengan
bau tai mereka lagi pula mengapa
kau cemaskan fikiranmu ingin tampil dengan tai
yang berbeda dan lolos cek tai dari pemeriksaan
sebuah lembaga
lalu dia geremet kepalanya membayangkan
tai yang encer dan kelam biji kedele dari
tempe kangkung dan bayam dari puluhan juta
burit yang seringkali gagal dicerna
lagi pula mengapa kau cemaskan fikiranmu
bukankah tak ada cakar ayam gigi tetanggamu
atau biji besi dari taimu untuk dijadikan
barang bukti
selesai ngeden dia merasa malu ketika
seseorang itu semakin banyak tau tentang
dirinya selain makanan yang dia konsumsi
dan kloset tempatnya membuang tai menjadi
focus percakapan
mengapa kau cemaskan fikiranmu bukankah kloset
dan tai tak boleh dihadirkan untuk jadi saksi
sekali lagi dia geremet kepalanya sambil
membayangkan anak-anak dan istrinya yang selalu
ingin tampil beda dengan rumah serta
perhiasan dan pasilitas mewah yang mereka punya
tiba-tiba berubah jadi hewan buas yang
perlahan-lahan menggerogoti daging serta akal
fikiran mereka
mengapa kau cemaskan fikiranmu
bukankah semua itu hanya bagian dari gaya
hidup yang juga dimiliki para penyidik
pimpinan sidang atau hakim yang senantiasa
tersenyum padamu
selesai ngeden dia kembali kedalam tapi
kali ini dia dikejutkan oleh wajahnya sendiri
yang tampak tak utuh di tembok kramik serta
kemaluannya yang mulai terhalang oleh lemak
yang kian mumbung di perutnya
mengapa kau cemaskan fikiranmu bukankah
keberanian dan ketakutan adalah pilihan
dan resiko yang akan menentukan
jalan ke depan
kembali dia geremet kepalanya dan
membayangkan wajahnya muncul di televisi dan
di koran-koran yang kemudian menghambat proses
pelepasan tainya dengan posisi yang tidak
nyaman di atas kloset serta tarikan nafas
yang mulai tersendat membuatnya ingin selalu
dekat pada seseorang tadi dengan bertanya apa
yang harus kulakukan
mengapa kau cemaskan fikiranmu
padahal kau tak pernah mencemaskan
kepiawaianmu menculik angka-angka dari sumber
keringat dan darah serta menculik waktu yang
tak mungkin bisa kau kembalikan seperti semula
atau menculik kata-kata yang kau kira bisa bikin
semua orang percaya
pulanglah
sering-seringlah pulang ke rumahmu ini sebelum
kau benar-benar pulang cuma membawa daging busuk
dan tai
indramayu
surat cinta dari sangkakala
ya allah
telah kami terima surat cintamu
tertanggal hari ini yang dikirim peniup
seruling sejati diantara kealfaan dan
keasyik masyukkan kami surat cinta yang
engkau tulis dengan tinta biru sebagai
tanda kasih dan maha sayangmu surat cinta
yang begitu panjang menegangkan yang engkau
tulis tak sampai dalam satu tarikan nafas
membuat kami terus menangis terisak tersedu
membaca gugusan kata-kata hancur berserak dengan
tubuh dan nyawa terlunta-lunta
surat cinta yang bercerita tentang tanah darat
laut udara sebagai ungkapan rindumu yang membuat
kami malu kami tau inilah surat cintamu yang
telah engkau janjikan itu dan telah kami terima
saat mata hati dan perasaan kami menjauh fana
ya allah
inikah surat cintamu dengan segala
keputusan yang harus kami terima selain bencana
korupsi yang nyaris membuat kami hilang akal
dan putus asa surat cinta yang kertasnya
lembab di tangan kesedihan tak berkira dengan
torehan luka maha dalam
surat cinta yang bercerita tentang hujan dan panas
surat cinta yang bercerita tentang air berwajah
beringas dengan lidah api dari laut lepas surat
cinta yang bercerita tentang angkasa dan
burung-burung meranggas
surat cinta yang bercerita tentang pohon-pohon
dan akar yang dikelupas
surat cinta yang bercerita tentang tanah pasir
dan lendir panas
surat cinta yang bercerita tentang tanah
rumah dan nyawa yang hilang nafas
ya allah
inikah surat cintamu yang penuh cemburu itu
yang dikirim peniup seruling sejatimu
disaat kami lupa mengingat dan merayumu
surat cinta yang memang sepatutnya kami terima
sebagai bukti bahwa kau benar-benar maha
mencintai sementara kami berpaling dari kemaha
asih dan sayangmu
ya allah
maafkanlah kami yang telah berselingkuh dari
kemaha setiaanmu dan berpaling ke cinta yang
tak kau ridhoi dengan menabur fitnah hasut dan
saling ingin menguasai tanah sekerabat sedarah
seurat tanah yang kau ciptabentang tegakkan urat
yang kau sebarsuburkan dan darah yang kau
alirhidupkan telah kami
rusak dengan saling mencacah menumbuk
penuh takabur dengan kekuatan
kerakusan dan keserakahan
tapi kini apa yang kami cintai itu telah
engkau ratakan dengan tanah harta tahta
dan dunia berubah runta darah daging dan tulang
membusuk dimana-mana
sekarang kami tak tau di mana ayah di mana
ibu di mana anak di mana adik di mana kakak
di mana ipar di mana keponakan di mana
saudara famili kerabat dan handai tauland
di mana di mana di mana yatim kan kami titipkan
ya allah
hari ini kami baru sadar akan jalan pulang
setelah membaca surat cintamu yang panjang
menegangkan surat cinta yang mengingatkan kami
untuk bertandang menemu cahya menemu gulita
menemu alfa menemu cinta
surat cinta yang mengajarkan kami untuk
pulang ke bilik ke latifa ke bilik ke sadik
ke bilik baqa
ya allah
ampunilah kami hamba-hambamu yang tak punya
malu ini ampunilah ampunilah ampunilah kami
ya allah
indramayu
rugi
raidah pergi ke sungai ke darat
menjemur pakaian ke keramaian ke rumah
belum juga pulang
waska pergi ke huma ke surau membeli iman
kekeramaian dan ke rumah belum juga pulang
bujang pergi ke sekolah ke kampus membunuh
kealpaan dan ke rumah belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang
sorenya raidah pergi bertandang membawa-bawa
cermin yang ada wajah tetangganya dan membawa
badannya ke rumah tapi belum juga pulang
sorenya waska pergi tahlil mengirim doa pada
ruh orang lain dengan bayang-bayang kematian
dia bawa kakinya ke rumah tapi
belum juga pulang
sorenya bujang pergi kencan dengan pacarnya
bercerita rahasia cinta dan membawa harapan
masa depan ke rumah tapi belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang
malamnya raidah pergi tidur melepas
fikirannya bertualang entah kemana
belum juga pulang
malamnya waska pergi tidur melepas
banyak beban
dan kadang memetik harapan dengan
tangan hampa belum juga pulang
malamnya bujang pergi tidur mengistirahatkan
kerja otak kecilnya memberi ciuman pada
kekasihnya belum juga pulang
raidah waska dan bujang pergi tapi belum
juga pulang-pulang
paginya raidah waska dan bujang mati
mereka benar-benar lupa jalan pulang
indramayu
sajak bebas
sajak ini sejak lama telah kehilangan nilai
puitika estetika dan sublimatika sebab dengan
nilai-nilai keindahan dan kehalus-lembutan
tidaklah menjadikan seseorang seperti penguasa
penindas dan koruptor akan tersentuh hatinya
apalagi merasa malu dan introspeksi sebaliknya
akan membuat mereka ambisi untuk menindas
menghidup-suburkan pencuri jadi inilah sajak
terang benderang seperti bendera dikibas angin
di udara terbuka merdeka sajak tanpa tawar
menawar bebas dan sebebas-bebasnya memilih kata
tidak seperti kalian yang memilih cara
bergaya demi mengelabui diri sendiri atau
orang lain untuk menutupi kebodohan kebobrokan
nilai pribadi yang telah menghisap-sedot-habisi
darah rakyat sendiri
inilah sajak bebas tanpa alamat surat pedas untuk
para penghianat yang tidak akan pernah hilang tujuan
Yogyakarta, Indramayu
suksesi
jangan ngomong kalau tadi kau pilih partai
lain demi menghindari calon wakil rakyat atau
pemimpin yang tak berpihak pada rakyat jangan takut
dimusuhi diancam apalagi dipukuli karena kau telah
menerima kaos sabun mandi beras gula dan kopi
jangan cemas sebab memilih adalah hak kamu untuk
menentukan yang terbaik dari yang terburuk
yakinlah roda becak roda angkot dan roda glodok
mulungmu lebih berharga dari kursi yang mereka
perebutkan hari ini yakinlah kursi reot di rumahmu
atau kursi kering di kantormu lebih berharga dari
kursi yang mereka perebutkan hari ini jadi jangan
lagi kompromi dengan mereka yang pura-pura bijaksana
kalau akhirnya akan mencabik-cabik dan membunuh
aspirasi kita
sekarang buka mata buka telinga membaca yang bijak
pilih yang berakhlaqul qarimah dan ingat kalau
kau memilih warna jangan lupa keberanian kalau
kau memilih angka jangan lupa kepribadian sebab
antara warna dan angka tersembunyi watak negarawan
dan bajingan juga pahamilah bahwa kehancuran
republik ini karena kemarin kita telah salah
memilih mereka yang diyakini mampu memimpin
diam-diam telah bersekutu dengan penghianat dan jin
antara koruptor maling penipu dan pembunuh kerjasama
dengan para penegak hukum antara perampok pemerkosa
dan pecundang kongkalingkong dengan wakil-wakil rakyat
akhirnya kita jadi keledai tersaruk-saruk di bawah
kekuasaan yang tergadai sekali lagi pahamilah
bahwa kekayaan kesederhanaan kemiskinan dan
ketertindasan sementara menjadi nasib kita
sedangkan partai jabatan dan kekuasaan adalah milik
mereka jadi kita harus mengerti siapa jembatan yang
merakyat dan siapa jembatan yang melaknat dan kita
juga harus mampu membaca mana simbol rakyat dan
mana simbol laknat sebab perjalanan indonesia lalu
adalah guru penguasa yang tidak punya malu
pringkasap, indramayu
———-
*) lahir desa cilimus, 25 november 1963, menjajakan sajak sejak 1982 diberbagai tempat di indonesia, kecuali di kuburan (pada saat upacara pemakaman) dan di pesawat terbang. sajak-sajaknya tergabung disejumlah buku kumpulan kumpulan puisi penyair Indonesia lainnya. sekarang tinggal di blok senerang desa sudikampiran rt.06/02 no. 314 kec.sliyeg-indramayu-jawa barat-indonesia. saat sedang mempersiapkan buku tentang surat-surat tkw bertajuk ?keranjang air mata?