Puisi-Puisi Fitrah Anugerah

http://oase.kompas.com/
Terminal Oso Wilangon

Senja di pinggir kota
gariskan mata duka ibu
mencoret langit biru
kibarkan umbul-umbul jingga
perayaan buat anak
yang terikat janur kuning
di pemberhentian.

Surabaya,23092009

Bulan Di Awal Bulan Lebaran

Bulan berselimut bubuk putih salju
tersimpan dalam toples plastik kaca
kanak-kanak berbaris termangu
melihat ibu menjilati wajah bulan

“inilah hari kemenangan buatmu” kata ibu
kanak-kanak berebut serpih bubuk putih
di gigi ibu
sedang bulan telah ditelan ibu dalam rahimnya.

Surabaya, 21072009

Gadis Rumah Makan

Malu ku bertanya pada engkau
tentang makanan+minuman yang belum ada
tak enak rasa memintamu tuk temani aku
di satu maju untuk saat ini
karena engkau bukan buatku

lalu kelaparan cinta buat aku rakus
makan terus makan, minum terus minum
pesonamu hadir pada setiap suapan
tak bisa berkata selain aku ingin menghabisimu

Bekasi 10 feb’2008

Gadis Rumah Makan 2

Rasanya harus menjamahmu biarpun sebentar
mengambil hatimu lalu kusimpan pada hatiku
lalu kubawa pergi ke rumah cintaku
tak pernah salah pada apa yang terjadi
karena kau membuat jiwa lupa
atas segala kekurangan

Namun suatu hari aku kan bebaskanmu
meski susah sungguh, hingga engkau hilang
jadi tanah

Bekasi 10 feb’ 2008

Sore di Warung Pojok

(1)
Sore di warung pojok
kau suguhkan sepotong pisang goreng
dan secangkir kopi. buat hati lelah
setelah mencari kekasih yang hilang
dibawa angin pagi.

Mungkin sudah tak ada cerita lagi
Mungkin tak ada canda terbuai

Kekasih mati dibakar matahari
kepingan kenangan terbenam nikmat panas kopi
asap mengepul membawa terbang wajah cantiknya
menuju tempat indah yang tak mungkin aku punya

Duh…. kekasihku terbuang pada penghabisan waktu

Bekasi, 29 januari 2008

(2)
Sore itu setansetan beterbangan melarikan diri
melihat aku pegang kitab suci, mulut komat-kamit
membaca ayat pembunuh setan

Kali ini entah nanti. setansetan biarkan aku
sendiri termenung pandang langit yang tak sudi
turunkan bidadari buatku malam ini.

Bekasi, 29 januari 2008

(3)
Secangkir kopi susu di sore hari
kau berikan padaku saat rindu ini
terbungkus gelap hati. dan farji pun terbangun
merasakan hangat geloramu.

“Oh bulan yang semakin musuhi aku
harus kupecah. dan pecahannya buatmu”

Lalu kau sebut namaku seperti angin
membawa berjuta kabar. rasanya kuharus
bacakan puisi cinta buatmu. menghibur jiwamu
yang lelap sebelum kopi susu ini habis.

Bekasi, 30 januari 2008

Sore Di Ujung Pelabuhan

Sampan ini selalu menepi
menanti penumpang tak pernah ada
Semangat ini semakin goncang
oleh angin yang ingin lepas lalu hilang
tak kuasa menanti lalu ia lepas entah kemana?
waktu pun akan tenggelamkan aku dalam kesia-siaan

Oh… termangu memandang yang hilang
samudra lenyapkan yang kupunya
hanya menunggu di pinggir pantai,
menunggu sebuah sampan datang kembali

Bekasi, 30 januari 2008

Malam Satu Suro

Pada pintu langit yang telah terbuka
menurunkan bidadari-bidadarinya
temani yang kesepian di malam ini
bangunkan yang terkulai sedih

orangorang gembira menyambut
pantang buat tidur maupun lelah
sepanjang malam terus menanti
tak ingin sekejap pun tertinggal

lalu angin berikan wangi malam
bidadari jelita telah datang
masuki ruang kosong,
sepi jadi riang
satu persatu lepas baju
rasakan kehadirannya
untuk terakhir dan terakhir kali

bekasi 07 januari 2007

REQUIEM MALAM

I
datanglah sang dewi
berikan setetes airmu
obati lukak yang tak sembuhsembuh
temani diri melalui hidup
yang menakutkan

Sudah lama jiwa terkapar di tepian
siang telah melemparkan aku pada kelelahan
hingga menjadi tontonan buat angin yang tak pernah
malu menyetubuhi diri

II
cukup lama rindukan engkau
diri membatu hitam
bercampur debu dan tak jua
yang lain memandang.

dewi ledakkan rinduku ini
hingga kepingannya terbang
lalu bersemayam dalam rumahmu

bekasi 07 januari 2007

Tresna Lestari

Kulayangkan sebuah puisi untukmu,
buat tawaran agar kau buka pintu
lalu aku pun memasuki dalamnya

Pesonamu membuat mata sang pengelana
berpaling. dan kau selalu tersenyum seperti
cahaya pagi. hingga segarkan jiwa yang tertutup
kaupun beri embun pagi bagi yang lelah ini
dengan dendang kecilmu menyambut para
musafir. lalu kau akan menari di dalam kesucian pagi.

maafkan aku yang naifkanmu
lalu pergi ke lain waktu
hingga terpuruk di pinggir malam

“Cinta kau telah bangkitkan syahwat ini

Bekasi 07 januari 2007

Malam Takbiran

pada kebesaranmu teringat kesombongan diri
pada kesucianmu teringat kekotoran jiwa
pada kebaikanmu aku pasrah tak bisa membalas

aku luluh dalam kuasamu
aku hancur dalam kehendakmu
aku terpuruk pada penghujung waktumu

hingga aku serasa debu yang selalu terbawa ombak
entah kemana aku akan berlabuh
aku terhanyut tanpa tahu kemana?
mengikuti apa maumu?
menuruti kehendakmu?

tak terasa aku harus menepi
menemui engkau dengan membawa beban
entah kau akan menerima atau membuang kembali,
tapi harapan masih kupikul sampai bumi telah berubah

Bekasi 20 Desember 2007

Taubat

nafas ini sudah lama bersanding bau busuk
penuhi paruparu dengan sampah+debu jalanan,
dan langkahku akhirnya nuju ruang gelap dan sempit

mulut ini selalu terisi susu basi,
daging busuk dan kotor darah
hingga bibir tak sanggup berimu pujiaan

mata ini tersilaukan tajamnya cahya syahwat
aku pun berjalan bagai orang buta,
tak dapat lagi kulihat indah dirimu

telinga penuh dering hinaan dan lagu murahan
lalu tak kudengar lagi nyanyi merdumu di pagi hari
memanggilmu untuk sebut namamu yang jelas

diri berkubang pada tempat kotor,
bersanding tahu+najis
hingga aku malu berhadapan denganmu

diri ini sudah waktunya dicuci
hingga engkau turunkan seember air
dan kau pun penuh kasih mencuci jiwa ini
seperti bayi yang dimandikan bapa+ibunya

Tuhan perindah diri ini dengan pakaian kebesaranmu
agar aku tak malu berhadapan denganmu.

Bekasi, 20 desember 2007

Semestinya Aku Tersenyum

Semestinya aku tersenyum
Melihat engkau membuka pintu
di hari pagi dan sapa aku dengan senyummu

Tapi kecewa terus datang
ketika pintu tertutup lagi
dan aku pun tinggalkan engkau
seperti yang sudah-sudah

Kembali sore engkau membuka pintu
dan bernyanyi mengundang aku
kesal kujumpai engkau
bawakan sejumlah pisau + makian kotor

Lalu malam pun menjelang
dan kututup pintumu kembali
biarkan engkau tertidur sendiri
sementara aku menemui sepi.

Bekasi 5 Desember 2007

Hujan Saatnya Kuledakkan Cintaku

Hujan
saatnya kuledakkan cintaku
menghantam batu-batu
yang halangi jalanku
dan engkau kan kurengkuh
kupeluk erat,
tetesi jiwamu yang membatu

Hujan
saatnya tuangi gelas kosongmu
sudah terlalu lama harapanmu
mengering dalam penantian
dan mimpimu pun pecah.
hingga aku pun harus cumbuimu.

Hujan
telah banjiri rindu ini
sejuta tetes cinta tumbuhkan
tangis dan senyummu
leburkan diri dalam selimut hati

Bekasi, 5 November 2007

Mengapa Wajah Begitu Muram?

Mengapa Wajah Begitu Muram?
melihat anak kecil terkulai
di pinggir malam
ditemani anjing-anjing
yang duduk disampingnya

Dewi malam pun tak sudi turun
selimutinya. dari jauh memandang saja
dan tertawa cekikikan memecah sepi
sedang bintang-bintang memberinya
mimpi buruk

Oh Malam itu menjadi malam neraka
kesepian adalah derita
setelah tempuh waktu siang
penuh cerita.
Oh malam yang dingin
telah membekukan
impian anak bertemu ibunya

Bekasi, 5 November 2007

Fitrah Anugerah. Lahir di Surabaya, 28 Oktober 1974. Alumni Bahasa dan Sastra Indonesia, FIB, Universitas Airlangga Surabaya. Pernah berkesenian di Teater Gapus Unair, dan Bengkel Muda surabaya. Puisinya dimuat di harian Surabaya Post, Sinar Harapan, Bekasi News, dan aktif menulis di Apresiasi satra serta Blog.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *