Puisi-Puisi Imam S Arizal

Malam di Perantauan

Ibu,
kau kah yang bernyanyi
di atas gelombang laut
saat malam gigil
dan bulan menjelma perahu?

angin telah lama tertidur
buih-buih semakin memutih
mengingatkanku pada kain kafan
yang dulu kau bisikkan di pemakaman

Ibu,
kalau saja bintang-bintang yang bernyanyi
pada siapakah ia belajar
tembang olle ollang
syair kecintaan para nelayan
pulau garam?

aku berlari
menyusuri lipatan-lipatan pasir
hingga bayang-bayangmu
menjelma pecahan fajar

Ibu,
kuharap engkau
masih menjadi matahari
dalam kembara panjangku

Yogyakarta, 2007-2008

Kupanggil Namamu

kupanggil namamu, mama
saat senja tiba
membawa kabar cinta
dan celoteh para pujangga

di atas gelombang laut yang menyala
camar-camar terbang sempurna
menciumi sisa matahari yang basah
sebelum malam menjadikannya tiada

ini bukanlah jingga pertama
kau dan aku memadu asmara
entahlah
setiap kali kupandangi wajahmu
selalu ada yang berbisik di dadaku
bahwa separuh jiwamu adalah mimpi-pimpiku
dan separuhnya lagi rahasia tuhan
yang mengikat jiwaku
untuk selalu mencari tahu tentang segala
yang melekat di tubuhmu

karena itulah
aku memburumu

Yogyakarta, 2009

Catatan Malam 1

mestinya malam ini
tak ada bulan
tapi karena mimpi kau tanggalkan
bintang-bintang pun berguguran
bumi bergeser
mencari titik semesta
cahaya api cinta

?… dan kita masih meminta pada yang tak bersuara,?

di langit,
malaikat-malaikat tertidur
sehabis membaca roman picisan
dan cerita telenovela
ia lupa bahwa ada hamba yang mengadu asmara
minta diamini ayah bunda

sementara sunyi dan udara dingin bertegur sapa
para pencinta berjejer rapi
di depan gerbang istana

lalu fajar pun terbuka
seperti sayap-sayap angsa putih
yang terbang di atas gelombang
laut yang menyala

angsa-angsa itu membawa kabar hari ini
: semalam, buku tamu harian Tuhan
tak ada yang mengisinya

entah, ini salah siapa?

Yogyakarta, 20 Juli 2008

Catatan Malam 2

maka beginilah aku
melewati malam-malam di rumahmu
mengamini jejak-jejak waktu

di malam yang pertama
angin mengabariku
tentang cinta dan ikhwal setia

?jika dalam mimpimu
malam ini kau menemukanku
dengan rambut terurai panjang
maka sungguh,
itu karena aku
ingin kau selalu ada di diriku?

ada yang tersembunyi
pada kelopak matamu
yang belum sempurna rekah
serupa gigir bintang-bintang
di langit biru

kudengar
nyanyian anak sungai
mengalir setia
di muara dadamu

tapi tak ada ikan-ikan
atau pohon-pohon berbuah di pinggirnya

di malam yang kedua,
kuseret tubuhku ke halaman
angin telah lama tertidur
bulan tersungkur di pohon mangga
selembar daun kering gugur
seolah bersabda
?cinta serupa cahaya
menusuki celah gulita
sedang setia adalah gulita
yang mengabdikan dirinya
pada cahaya?

di malam yang ketiga,
aku berlari ke anak sungai
membawa sajadah panjang
tempat jasadku tersungkur
menumpahkan air mata
kulayarkan ia
ke laut lepas

jika tiba waktu merindu
ia akan menjelma sebuah perahu
tempat kau dan aku
tidur dan bercumbu
sebelum anak-anak musim
berlari jauh
menafsiri selendang jingga
di cakrawala

Yogyakarta, Juli 2008

Malam Kian Panjang

tidur di pangkuanmu
ingin kutahan waktu
hingga rebah jejak rindu

kau, mungkin tak tahu
bukan karena sunyi aku takut sendiri
aku hanya ingin bersamamu
melewati malam panjang
di atas pasir-pasir putih
sambil menyaksikan anak gelombang
membasahi cakrawala

seperti sabda Jibril dalam kisah kecilmu,
langit akan terbuka
bila desah laut dan malam yang tersisa
bercumbu di batas cahaya

malam hanyalah sasmita-sasmita
atau rumah air mata
tempat para pencinta
menziarahi semesta

aku, membaca malam
di tubuhmu kian panjang
serupa sungai-sungai musim hujan

bulan dan bintang-bintang berotasi
memancarkan senyumnya pada pemimpi

Surabaya- Yogyakarta, 2008

Narasi Laut Kenjeran

alangkah sederhana buih-buih
laut kenjeran
perahu-perahu menepi
setelah beberapa episode
pasang gelombang dilalui

kita bercanda di atas dermaga
menerjemahkan luka-luka cahaya:
kerinduan atau penantian panjang
di malam-malam yang penuh hujan

aku suka cara matamu memandang!
camar-camar terbang
sederet laskar pelangi
melingkar nun
di batas hamparan ombak
yang kecoklatan

entah, adakah ia dewa-dewa
yang mengabarkan kabar cinta
dari pulau seberang
atau pulau yang kau hadirkan
di balik dadamu yang bergetar

saat jilbabmu terurai
mawar jingga bermekaran
kurasakan aromanya
dari desah bibirmu
sehangat nafas bulqis

Yogyakarta, Juli 2008

Senja di Beranda

tiba di beranda
setelah berpuluh purnama tak saling menyapa
ia menempelkan bibir pada kekasihnya
sepadat kue donat

seorang laki-laki yang hasratnya
lebih hangat dari bara api
akan mengiris-iris dengan pisau tajam
atau barangkali ia membiarkan
lidahnya melumat pelan-pelan
seperti kelembutan angin
mengantarkan wangi bunga-bunga
pada para pencinta

ada yang aneh pada pertemuan
yang entah ke berapa itu
dulu air liurnya terasa asin
tapi setelah ia hijrah ke kota
terasa semanis anggur
sampai ia mabuk dan lupa

seekor capung hinggap di ujung rambutnya

Yogyakarta, Mei 2007

*) dari buku Antologi Puisi ?Mazhab Kutub? terbitan PUstaka puJAngga 2010.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *