lampungpost.com
Bahasa Kita
: Rindu
Apa kabarmu, rama?
Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa
Sama seperti senja kala itu
Ketika masing-masing kita hanya punya satu bahasa
: kau bilang itu cinta
Bagiku, rama
Kita hanya bisa melafalkan cinta tanpa pernah bisa menerjemahkannya
Sama seperti hujan kali ini
Kita hanya bisa merasakannya sebagai luruhan doa-doa
Tanpa pernah bisa menerjemahkan tiap rintik yang jatuh di gigil daun dan pucuk rumput
Apa kabarmu, rama?
Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa
Sama seperti senja kala itu
Tapi kini kita punya dua bahasa
: cinta : rindu
Palembang, 25 Juni 2010
Dari Jhon
: kepada perempuan
Aku hanya ingin kau
: perempuan berambut ikal panjang yang memilih hujan sebagai kenangan
bukan sebagai anugrah yang diberikan tuhan lewat kumpulan awan
aku hanya ingin kau
: perempuan bermata kelereng yang memilih senja sebagai pajangan
bukan sebagai tirai yang menutup hari penuh kelelahan
padahal puas sudah kau berteman dengan mentari sepanjang pagi dan siang tadi
aku hanya ingin kau
: perempuan.
Palembang, 6 Juli 2010
Merindumu
: Ran
Merindumu, Ran,
adalah denyut yang tak pernah hilang dari nadiku
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah mengenali hujan dari matamu yang basah sore itu
ketika ku bilang jangan pernah merinduku untuk satu masa setelah ini
aku tak berani menatap mata yang bening sebagai telaga pada wajahmu
sungguh
merindumu, ran,
adalah sebuah napas yang kini mulai tersendat sebab air mata yang menyesakkan
merindumu, ran,
adalah butir-butir doa yang kukumpulkan tiap detik waktu
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah memahat wajahmu di sekeliling dinding yang mengungkungku kian dalam tiap detiknya
dinding senyap yang makin beku tanpa tawamu
merindumu, ran,
adalah malam-malam lambat yang terasa diam menjangkau pagi
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah menganggapmu pagi yang menebarkan embun pada tiap helai daun dan kelopak bunga ilalang
merindumu, ran,
adalah air mata yang kian menggumpal di pelupuk mata
entah sampai kapan akan tertuang
Palembang, 6 Juli 2010
——
Laela Awalia, lahir di Natar, Lampung, 5 April 1986. Cerpen dan sajak-sajak anggota Forum Lingkar Pena (FLP) ini dimuat berbagai media.