Yusuf Wibisono
Jombang- Bedah buku eks seniman Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang diselenggarakan Komunitas Lembah Pring, Dusun Mojokuripan, Desa Jogoloyo, Kecamatan Sumobito, sedikit terganjal. Pasalnya ditengah gayengnya diskusi, tiga orang dari Satuan Intel Polres setempat, mendatangi lokasi, Selasa (3/8/2010).
Petugas berpakaian preman itu menanyakan seputar izin diselenggarakannya bedah buku sebanyak tiga judul itu. Praktis, sempat terjadi dialog yang cukup alot antara panitia dengan petugas. Bukan hanya itu, petugas juga menanyakan narasumber serta siapa saja peserta yang datang.
Pun demikian, forum bedah buku itu tetap berjalan. Dalam forum tersebut Komunitas Lembah Pring membedah tiga buah buku yakni; Gelora Api 26, kumpulan cerpen-cerpen dan puisi- Chalik Hamid; Kisah-kisah dari Tanah Merah, cerita digul cerita buru- kumpulan cerita Tri Ramidjo; Tanah Merah yang Merah, sebuah catatan sejarah – Koesalah Soebagyo Toer.
Dalam bedah buku eks seniman Lekra itu menghadirkan tiga orang narasumber masing-masing Diana AV Sasa, cerpenis yang juga pegiat buku asal Surabaya, Chamim Kohari, pengasuh pondok pesantren Darul Falah Mojokerto, serta Sumrambah, pengamat sosial politik, Jombang. Hanya saja dalam forum tersebut Sumrambah tidak bisa hadir karena ada agenda mendadak.
Jabbar Abdullah, lurah alias koordinator Lembah Pring, mengatakan, ia tidak terlalu mempermasalahkan hadirnya sejumlah intel dalam bedah buku tersebut. Pasalnya korps berambut cepak tersebut hanya menanyakan tentang legalitas acara itu. Kedepan, petugas meminta agar acara itu mengantongi izin dari petugas.
Sebenarnya, kata Jabbar, acara bedah buku eks Lekra itu digelar di aula Disporabudpar Kabupaten Mojokerto. Hanya saja, di tempat itu panitia harus angkat kaki karena petugas beralasan bahwa acara itu tidak mengantongi izin. “Akhirnya bedah buku tersebut kita alihkan ke sanggar komunitas Lembah Pring di Dusun Mojokuripan, Desa Jogoloyo, Kecamatan Sumobito, Jombang,” ungkap Jabbar menjelaskan. [suf/kun]