Kisah Jin Gaul

Qaris Tajudin
http://www.ruangbaca.com/

Ternyata, jin juga suka menulis buku diary, belanja di mal, nonton gosip selebritas bangsa manusia di televisi, dan main Terrorist Hunter 3 di Gamestation (plesetan dari Playstaton). Hei, bukan cuma itu, mereka juga bisa jatuh cinta dan menangis karenanya.

Alkisah, pada tanggal 60 Jalemaar tahun 666.231.655, sama dengan 27 Oktober 2006, seekor jin (karena mereka memang punya ekor) bernama Nar?Kobar menulis diary. Ia adalah jin pertama yang menulis diary. Menurut sobatnya, si Grewok yang tukang ngorok, Kobar hanya buang-buang waktu saja.

Bagaimana nggak buang-buang waktu, wong otak jin itu lebih canggih dari hard disk mutakhir. Tapi Kobar nggak peduli. Dengan lincah jin remaja berusia 150 tahun ini (bukan salah ketik lho, tapi memang seratus lima puluh tahun), mengisi diary-nya.

Ini ia lakukan setelah Lena, cewek nipingannya (manusia yang digoda), melakukan kebiasaan ini. Selanjutnya adalah lika-liku kisah si Kobar yang suka menggarukgaruk tanduknya itu meniping Lena. Kisah jin yang sedikit nyeleneh ini dapat dibaca dalam novel 600 halaman berjudul Nar?Kobar: The Motivator karya Andhika Pramajaya.

Tidak seperti kisahkisah jin yang menyeramkan, novel ini benar-benar segar, kocak, dan tidak membosankan. Tapi penggambarannya begitu detail, lengkap dengan istilah dan segala tetek bengeknya, hingga kita hampir percaya bahwa Andhika memang pernah ke alam jin (entahlah, mungkin juga dia pernah ke sana).

Lewat novel ini Andhika sebenarnya telah membuat terobosan baru dalam menceritakan alam jin di negara yang mayoritas penduduknya masih percaya pada klenik ini. Membuat jin tidak lagi menyeramkan, tapi tampil lebih ?manusiawi? dan memiliki banyak dimensi yang menarik.

Ya, mungkin seperti bagaimana J.K. Rowlings menceritakan tukang sihir yang menggemaskan bernama Harry Potter. ?Ini satu terobosan baru, ternyata alam lain yang konon dihuni oleh makhluk yang seram itu tidak harus selalu menakutkan,? kata Leo Lumanto, pemandu acara mistik di televisi yang mirip dengan salah satu karakter tokoh novel ini.

?Dan yang saya suka, mereka juga tidak lupa menyisipkan info-info umum tentang alam jin. Misalnya jin terbuat dari api dan lain-lain.? Pak Leo ada benarnya. Bayangkan saja, jin dalam novel ini ternyata juga suka belanja di mal, nonton gosip selebritas bangsa manusia di televisi, dan main game. Mereka juga bisa jatuh cinta dan menangis karenanya.

Bahasa percakapan mereka, terutama jin-jin muda seperti Kobar dan Grewok adalah bahasa gaul, ber-lu-gue, dengan diseling-selingi kata-kata Inggris. Ini contoh percakapan antara Nar?Himaar dengan Jar?Samiir tentang cowok-cowok gampusan (yang sudah berhasil digoda= bejat), Gugun dan Aming: ?Baru pulang nih??

?Ya… begitulah. Kayaknya elu bakalan beruntung malem ini, Maar.? ?Emang kenapa?? ?Si Gugun bakalan ketemuan sama cewek bule gampusan.? ?Oh ya? Cakep-cakep nggak?? ?Gue juga belum liat. Elu cepet temuin dia. Ntar keburu keduluan ama si Aming tuh.? ?OK. Thanks, Miir, good night.?

Yang lebih menarik adalah bagaimana penulis menceritakan dengan lengkap alam jin itu seperti apa, tingkatan atau jabatan profesi mereka, keragaman bangsa jin yang bentuknya amat berbeda-beda, bahkan seperti halnya Charles Darwin, Andhika menceritakan sejarah asal-usul penciptaan jin dan evolusi mereka.

Semuanya dituturkan dalam cerita yang mengalir. Di alam jin sana ada banyak negara (peta lengkapnya bisa dilihat), sejumlah istana, keraton dan keputren, sekolah tinggi, pasar, laboratorium seperti milik Q dalam James Bond, dan pabrik pembuatan alat semacam telepon genggam atau android. Untuk penamaan dan istilah, Andhika banyak memakai pelesetan dari bahasa Arab.

Seperti Nar (nama yang banyak dipakai bangsa jin) berarti api, zat asal jin, Al?m Jahiir untuk alam manusia adalah berarti alam nyata, atau Jiinatul?awaluun untuk alam jin yang pertama. Dan karena Andhika dari Sunda, maka ungkapan-ungkapan Sunda juga mewarnai buku ini.

Meski terkesan main-main dan ringan, namun novel ini memiliki alur yang cukup menarik. Kisahnya memang sederhana, bagaimana membuat Lena menjadi cewek gampusan. Sayangnya, Andhika kedodoran saat menutup. Akhir dari cerita itu tidak klimaks, terlalu datar dan masih membuka celah untuk dinaikkan ke puncak klimaks.

Memang, ada rencana penulis untuk membuatnya menjadi serial, tapi sebuah serial yang baik tetap harus mampu membuat klimaks di setiap serinya. Ada puncak-puncak kecilsebelum mencapai klimaks di akhir novel terakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *