Realisme dalam Lampion Sastra

Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/

Pembacaan cerpen karya-karya sastrawan terkemuka pada tahun 1950-an yaitu AA Navis, Asrul Sani, Pramoedya Ananta Toer, Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardoyo dan Utuy Tatang Sontani merupakan hal yang istimewa di momen Lampion Sastra yang digelar di Sanggar Baru, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pekan lalu.

Dengan latar belakang penceritaan yang berbeda, para sastrawan realisme yang memang cemerlang pada periode tersebut, karya-karya para sastrawan itu pun diajukan. Mulai dari Ali Akbar Navis (AA Navis), Asrul Sani, Pramoedya Ananta Toer, ?Salju di Paris? karya Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardoyo dan Utuy Tatang Sontani.

Temanya pun berbeda. ?Sunat? yang menjadi salah satu cerpen dalam antologi Cerita dari Blora, berkisah tentang tokoh ?aku? yang menjalani prosesi sunat. Aku dari keluarga miskin tetap merasa biasa apalagi si ibu menghibur lagi dengan ritual puncak, naik haji.

Asrul pada karyanya ?Dari Suatu Masa, Dari Suatu Tempat?, seakan ingin mengisahkan ?miniatur Indonesia? di masa itu, di mana di sebuah kota kecil di Sumatera pascaproklamasi dengan berbagai gerakan yang mulai dari barisan pemuda revolusioner, penumpasan bagi kelompok kontra revolusioner lalu hilangnya barisan pemuda revolusioner hingga muncul pemimpin spiritual Haji Jala.

Tentang kemerdekaan juga digarap oleh Subagio Sastrowardoyo pada cerpen ?Kejantanan di Sumbing? yang menarik kisahnya dari ruang privat seorang pejuang yang mengalami dilema persoalan. Satu, perannya sebagai pejuang revolusi dan satu lagi persoalannya terhadap seorang perempuan. Utuy, pada cerpen ?Lukisan? mengangkat interaksi menarik antara Yang Mulia yang sombong dengan Haji Ahmad yang bijak. Sitor Situmorang pada ?Salju di Paris? memperlihatkan satu sisi kehidupan pengelana, benturan budaya dan kehampaan lewat peristiwa Machmud yang bertemu gadis Filipina, Margareth Rodrigo di Paris.

Pembaca karya pada malam itu antara lain Epi Kusnendar, mengawali dengan pembacaan atas karya bertajuk ?Robohnya Surau Kami?. Bersama Zainal Abidin Domba dan Iman Soleh, mereka membacakan karya-karya para sastrawan yang berhasil menggurat sejarah kesusastraan Indonesia itu. ?Sebenarnya karya yang sudah dinikmati dalam hati ini, menarik untuk didiskusikan ketimbang dibacakan,? ujar seorang novelis, usai menonton Lampion Sastra 3 itu.

Membatasi?

Sebenarnya agak aneh ketika berbicara tentang realisme, tak ada pembahasan yang cukup kuat tentang apa realisme dan alasan tiba-tiba mengangkat isu realisme generasi 1950-an (saja) pada momen Lampion Sastra. Sastrawan Imam Mutahrom dan Sides Sudyarto DS misalnya, dalam dialog mereka, sempat mempertanyakan latar yang kuat soal kedua fenomena itu.

Generasi yang dihadirkan pada momen ini memang ?hanya pada generasi 1950-an?. Soal itu, hanya dijawab secara tertulis dan apologis, oleh Zen Hae, dengan ?Tentu saja masih ada cerpen-cerpen lain dari pengarang lain pula, dengan gaya yang lain lagi. Tetapi kali ini kami hanya membatasi kepada enam nama tersebut.? Untuk alasan itu, dia menambahkan, ?Di samping dengan alasan waktu yang terbatas, enam nama ini cukup mewakili puncak-puncak sastra Indonesia di masa itu, bahkan sebelum dan sesudahnya.?

Coba, bandingkan saja misalnya dengan ajang bertema lain pada Lampion Sastra. Sastra Eksotis misalnya, yang digelar juga di Sanggar Baru, Taman Ismail Marzuki. Betapa melompatnya waktu, ketika dalam tema ?sastra erotis? pada Lampion Sastra sebelumnya ? akhir tahun 2006. Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta bisa menggabungkan karya dan nama sastrawan dalam pilihan generasi yang acak: Goenawan Mohamad, Motinggo Busye, Dinar Rahayu, Ari Pahala Hutabarat, dan yang tak kalah penting Serat Centhini karya bersama Kyai Ngabehi Ranggasutrasna, Kyai Ngabehi Yasadipura II, Kyai Ngabehi Sastradipura. Apakah realisme di generasi belakangan telah mati, atau mandul, sehingga tak bisa dihadirkan seperti variasi generasi seperti di atas? Pertanyaan ini menggantung di antara para hadirin hingga pembacaan karya Lampion Sastra berakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *