I Gusti Ngurah Parthama **
balipost.co.id
Dalam beberapa tahun terakhir pendidikan Indonesia digoyang dengan permasalahan seperti beban guru yang semakin berat seiring perubahan kurikulum tanpa ada kesesuaian imbalan. Peraturan dan kebijakan pendidikan yang membelenggu dan seringkali malah tidak mendidik, menjejali anak didik dengan materi-materi tanpa memberikan bantuan dalam penyelesaian, kebocoran soal-soal ujian, ketidakjujuran pengurusan pengajaran, kerancuan persoalan akreditasi, dan lainnya. Dengan kondisi yang masih sulit, pertanyaan yang muncul tentu saja, bagaimana mungkin pendidikan dapat berperan dalam kehidupan sosial masyarakat. Padahal tanggung jawab sosial melalui sektor pendidikan justru sangat penting.
DAYA saing yang terus menurun dan kemampuan masyarakat yang secara umum masih rendah menyebabkan kondisi Indonesia sulit untuk bisa bangkit dari keterpurukan akibat krisis moneter tahun 1997. Keterpurukan tersebut mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai tradisi masyarakat Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan kondisi tidak menentu. Dalam hal inilah sesungguhnya pendidikan dapat berperan penting sebagai sebuah bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
Secara umum, Indonesia memang belum mampu bangkit dari persoalan krisis ekonomi. Krisis yang pada akhirnya merembet pada persoalan di bidang politik, sosial, budaya, bahkan hingga pertahanan keamanan. Keadaan yang menyebabkan bangsa ini tidak lagi mengenal karakter mereka sesungguhnya dan tenggelam dalam budaya-budaya konsumerisme dan instan. Budaya uang serta kekuasaan yang pada akhirnya berujung pada korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, kolusi, nepotisme, perselisihan, pertikaian, adu otot untuk menyelesaikan persoalan, sektarian, persoalan ras dan antar-golongan, kemiskinan, pengangguran, dan persoalan bangsa lainnya. Yang justru ironis adalah kondisi-kondisi seperti itu malah mulai menggerogoti pendidikan Indonesia.
Intervensi pemerintah pusat dalam penerapan kebijakan terkait pendidikan masih terlihat jelas. Meski telah dilakukan upaya seperti membebaskan guru atau sekolah untuk menyusun kurikulum yang menyesuaikan dengan kondisi peserta didik, namun pemerintah tetap melakukan pengujian secara sentralistik melalui Ujian Nasional (UN). Masih banyak lagi persoalan yang membuat pendidikan di Indonesia sulit bergerak maju.
Pendidikan yang seharusnya memberikan pencerahan terhadap kehidupan manusia malah ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Sekadar menjadi bekal dan saat memasuki dunia masyarakat yang sesungguhnya maka lulusan justru kembali belajar dari nol. Dalam hal ini peserta didik seolah mengejar prestasi semu dengan berusaha mencapai nilai-nilai tinggi dan predikat-predikat terbaik. Namun justru tidak mampu berbuat banyak di dunia kerja dan di masyarakat. Tentu saja, peran pendidikan dalam hal ini menjadi tidak jelas.
Keterpurukan Pendidikan
Ketidakjelasan tersebut menjadi semakin terlihat jika kita melihat kondisi pendidikan yang justru kian terpuruk. Dalam beberapa tahun terakhir saja pendidikan Indonesia digoyang dengan permasalahan seperti beban guru yang semakin berat seiring perubahan kurikulum tanpa ada kesesuaian imbalan. Peraturan dan kebijakan pendidikan yang membelenggu dan seringkali malah tidak mendidik, menjejali anak didik dengan materi-materi tanpa memberikan bantuan dalam penyelesaian, kebocoran soal-soal ujian, ketidakjujuran pengurusan pengajaran, kerancuan persoalan akreditasi, dan lainnya.
Dengan kondisi yang masih sulit, pertanyaan yang muncul tentu saja, bagaimana mungkin pendidikan dapat berperan dalam kehidupan sosial masyarakat. Padahal tanggung jawab sosial melalui sektor pendidikan justru sangat penting. Menjadikan manusia lebih bermartabat dan memanusiakan manusia adalah tujuan yang sudah sering didengar pendidik maupun komponen pendidikan di negara ini. Di Indonesia, pendidikan sudah seharusnya ditempatkan sebagai usaha untuk meningkatkan martabat bangsa dan menyejajarkan diri dengan negara lain. Dalam kaitannya dengan hal itu, maka pendidikan sudah seharusnya tidak dipandang sebelah mata.
Pendidikan tidak semata-mata mengajarkan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal menuju dunia kerja. Namun, pendidikan memiliki tujuan lebih dari itu. Seorang ahli pendidikan mengatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan peserta didik dalam berbagai hal seperti cerdas spiritual (olah hati), cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual (olah pikir), dan cerdas kinestetis (olah raga). Dengan bekal-bekal kecerdasan tersebut maka peserta didik diyakini memiliki bekal tidak hanya untuk terjun di dunia kerja namun juga berperan di masyarakat. Pasalnya, sebagaimana dirilis sebuah media nasional, tercatat hanya 3 persen lulusan perguruan tinggi (PT) di Indonesia yang menciptakan lapangan kerja sendiri. Hal tersebut diyakini sebagai akibat minimnya pendidikan mengenai kewirausahaan dan kemandirian. Padahal dalam setiap kesempatan wisuda, seorang rektor seringkali menyelipkan keinginan agar lulusan PT tidak hanya menunggu peluang kerja baik di negeri maupun swasta, namun lebih pada penciptaan lapangan kerja.
Menciptakan manusia-manusia siap pakai, baik di dunia kerja maupun masyarakat jelas bukan pekerjaan yang mudah bagi dunia pendidikan Indonesia. Selama ini proses kreativitas dalam pendidikan dapat dikatakan mati karena peserta didik hanya menempatkan diri sebagai penampungan dari pengajaran guru. Padahal yang diinginkan adalah pendidikan yang mampu membentuk karakter peserta didik menjadi inovatif dan kreatif, baik dalam pembelajaran maupun penerapan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat. Tanpa adanya kreativitas dan inovasi dalam pendidikan maka keinginan membentuk manusia berkualitas tidak akan tercapai. Para lulusan akan cenderung menanti pekerjaan apakah sebagai PNS atau karyawan perusahaan-perusahaan swasta.
Di sinilah tugas berat yang hendak dicapai pendidikan Indonesia. Menciptakan manusia-manusia berkualitas dan lebih baik dengan harapan mampu menyejajarkan posisi bangsa ini dengan bangsa lain. Bahkan pendidikan dengan tanggung jawab sosialnya tidak hanya membicarakan kualitas namun lebih pada upaya menciptakan manusia yang bersih yang sanggup mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan karena penyakit-penyakit sosial.
* Pendidikan tidak semata-mata mengajarkan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal menuju dunia kerja.
* Pendidikan yang diinginkan adalah yang mampu membentuk karakter peserta didik menjadi inovatif dan kreatif, baik dalam pembelajaran maupun penerapan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat.
* Tugas berat yang hendak dicapai pendidikan Indonesia adalah menciptakan manusia-manusia berkualitas dan lebih baik dengan harapan mampu menyejajarkan posisi bangsa ini dengan bangsa lain.
***
**) Penulis, dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana.