Tentang Kau Malam Ini
Sukmaku masuk ke dalam bening matamu
malam ini
Bibir merah mudamu menggoda
Membuatku merayu seorang diri
Berfantasi ke segala arah
Ada gejolak yang menggelegak mendahului
perjalanan ini
Kau kian sempurna gadisku
Aku yang tengadah ke muka alam
Mengharap mimpi yang kupesan.
Sudah sekian lama,
Sudah sekian lama
Sejak kutahu kau pandai menari
Sungguh
Tak bisa kunyanahkan percakapan denganmu gadisku
Engkau telah memabukkanku
Sungguh.
Engkau telah menarik perumpamaan bagiku
Dalam sekejap langkah
Goyahlah sukmaku jadinya
Mendapati engkau yang manja
Kepadaku
Ah…, aku suka.
Saat ada yang menggodamu
Aku gairah dan sempurna
Karna senyummu malu-malu
Kau bagaikan kupu-kupu merah
Yang terbang hinggap di kembang kertas
Oh… aku geram menatapmu gadisku.
Malam ini
Kau merajuk resah padaku
Aku biasa saja, berpura-pura
Tak peduli sambil mencuri dan mengharap
Lagi… dan lagi
Risaumu berjelaga lalu mengkristal
Menjadi rayu untukmu jua
Bahwa aku memang memanjakanmu
Sungguh
Tentang kau malam ini
Senyummu selengkung manis daun sirih
Dan aku tergoda
Mengabulkan mimpi yang tersendat
Karna amarah memang tak ubahnya
Sebagai kebencian akan masa laluku
Yang hampir saja sempurna
Sebelum kau ku rayu
Untuk yang pertama dari keseribu yang akan.
… … …
Aku sendiri membayangkanmu
Malam ini kau mengusik tenggelamku
Pelan-pelan.
Gadisku gelisah aku karna senyummu
Dan kau berucap selamat malam
Tanpa kata-kata
Senyummu menjelaskan itu semua
Dalam fantasiku.
Branda 12 Mei 2011
Aku Yang Gelisah Payah
Aku yang gelisah payah
Mengurai keadaan yang memancung
Tak ubahnya jerami yang tersilap api
Aku terbakar!
Memberontak terhadap syair-syair nyinyir
Bau amis derita dan kekalahan
Kenapa kita diam tatkala terinjak-injak?
Terkapar di tengah jalan raya kemakmuran negeri ini.
Apakah murkaku tak boleh memohon restu
Atas derita kaumku?
Kehidupan
Dipompa kekejaman yang panjang
Kebencian yang melontar-lontar
Kebusukan yang terselimut oleh senyum dan rayu yang bijak
Kemanakah kebenaran itu?
Kemana perginya ia?
Apakah masih menyelinap di bawah bantal keadilan?
Lalu berujung menjadi mimpi
Yang tak pernah usai.
Api dendam membakar jiwaku yang kering
Menodai udara yang suci malam ini.
Mei 2011
Membayangkan Wajahmu
Membayangkan wajahmu tak sanggup aku
Kau telah menjelma sebagai kesaksian
Aku tersumbat langkah
Tersekat dalam diam manjamu
Ibarat kata seumpama debu
Engkau lengket pada permukaan lalu nampak
Sebagai cahaya yang redup
Remang disemai malam kelabu
Kata-kataku menjadi sesahduan yang mengutuk
Menjamumu dalam hidangan mimpi
Tersaji dalam kedamain
Akulah asmara itu
Terjerembab dalam kesakitan
Karna engkau memayungiku
Di saat tiada hujan atau panas
Baiknya kukabarkan segera
Lekas!
Pada alam yang menggodaku
Sebaiknya kupasrahkan
Pada Tuhan yang Agung
Kemanusiaan mencabikku dari depan
Dari belakang dan tengkukku
Akulah kebencian itu
Menyapamu selembut angin
Sementara jiwa-jiwa lain menampikanku menjadi pecahan batu
Bergelimang asam pedu
Terbukalah pintu
Lalu aku diam membayangkan kedatanganmu
Tak bisa aku
Tak sanggup.
Mei 2011
Saungku Saungmu
Berhentilah berjanji
Datanglah padaku di saat tak terduga
Karna waktu akan pertemukan kita
Entah kapan atau di mana tepatnya
Aku hanya sebatang pedang yang mulai berkarat di rayu debu
Dan engkau ibarat hujan gerimis
Menetes memasamkan jiwaku
Payah lelah kau persoalkan di pundakku
Aku mengeras tak bersuara
Waktu telah menjawab
Dan kau adalah kesia-sian tanpa pesan
Dan aku menjadi tonggak yang keras mengaduh pada batu
Sakit menjerit
Oh…, begitu sulit mendebatkannya
Kau datang aku tiada
Berhentilah menjanjikan sesuatu
Peristiwa kita masih panjang
Aku akan memelukmu mungkin di saat kekakuanku merambat
Pelan-pelan di sela jari dan lekuk tubuh ini.
Mei 2011
Rombongan Liar
Anarko…!
Anarko…!
Anarko…!
Mereka adalah senjata yang baru jadi
Dipesan jauh-jauh hari
Diramu racun ampibia
Mengoyak luka tak tertahankan
Lalu mati pelan-pelan
Mereka adalah serdadu tanpa medan
Berjuang ke segala arah
Curiga terhadap siapa
Mendengus apa saja
Menghina siapa saja
Anarko!
Tak jadi soal menang atau kalah
Sebab perlombaan belum selesai
Mereka menolak tunduk
Menolak beranjak
Berani menentang kebenaran sebagai pertanyaan
Penuh
Adakah kebenaran itu adanya?
Mereka burung gereja
Terbang kemana suka
Menjemput mimpi di bawah genteng
Dan lengan tiang listrik
Anarko!
Mereka rombongan liar
Hidup di alam liar
Makan-makanan liar
Berbaju liar
Mereka seperti ular daun
Menyelinap di antara cabang pohon tua
Menjelma sebagai daun
Menggigit dengan racun
Mereka rombongan liar
Dan suka berkata
“Kami ini ular!”
Anarko!
Anarko!
Anarko!
Mei 2011
Kembali
Kita duduk di barat bulan
Bercerita tentang asmara
Tenggelam di telan perjumpaan
Yang telah lenyap oleh kesibukan
Kau dan aku sama-sama mendesah berat
Sebab tak menentu ke mana arah bicara
Aku menepi
Dan kau pun menepi
Mengikuti mau yang tak pasti
Selamatlah kita yang tengah digoda masa lalu yang hampir saja
sempurna
Dan bulan kian bundar
Angin menyingkap selimut jingga itu
Tapi tak lama
Kembali menjadi sempurna keadaannya
Maka, satu persatu keluarlah kebijaksanaan
Menyerupai burung malam yang lalu segera lenyap menembus gelap
Tiba-tiba.
Kembali sunyi.
Mei 2011
____________________
Fikri MS, lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan, 12 November1982. sejak th 1998 melanjutkan pendidikan di Jombang, Jatim sampai lulus kuliah th 2008 S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di STKIP PGRI Jombang.
Berbekal pengalaman ‘main’ teater di Komunitas Tombo Ati (KTA) Jombang, Agustus 2008 mendirikan Sanggar Teater Gendhing (STG), mengelola kedai baca (Beranda) di kampung halaman sampai sekarang.