Cetak Sejarah dengan Meraih Penghargaan Bergengsi

Andika Hendra M
http://www.seputar-indonesia.com/

Marie NDiaye pada awal bulan ini meraih penghargaan tertinggi sastra Prancis,Prix Goncourt. NDiaye mencetak sejarah lantaran selama 11 tahun terakhir, dia merupakan pemenang wanita satu-satunya.

PEREMPUAN 42 tahun itu meraih Prix Goncourt atas novelnya yang menceritakan persahabatan tiga wanita di Prancis dan Senegal. Novel ini dalam bahasa Prancis berjudul Trois Femmes Puissantes (Three Powerful Women). “Penghargaan ini membuat saya tentu saja senang.Saya bahagia sebagai wanita karena menerima penghargaan Goncourt,” ujar NDiaye. “Saya tidak mewakili siapa pun dan apa pun,” imbuhnya seperti dikutip AFP. Dia merupakan perempuan kulit hitam pertama yang meraih penghargaan sastra bergengsi itu.

NDiaye pun masuk dalam jajaran sastrawan bergengsi Prancis. NDiaye juga merupakan perempuan pertama yang meraih penghargaan Goncourt sejak 1998.Umumnya, penghargaan tersebut didominasi novelis pria. “Saya tidak pernah berpikir ada klasifikasi antara perempuan kulit hitam dan Goncourt,” katanya kepada Guardian. “Saya telah bertemu dengan banyak orang Prancis yang tumbuh besar di Afrika yang lebih memiliki rasa Afrika dibandingkan saya,” imbuhnya.

Dia menjamin dirinya 100% Prancis. “Akar Afrika saya tidak terlalu banyak.Orang mengetahui bahwa saya orang Afrika karena warna kulit dan nama saya,” paparnya. Pengakuan tersebut merupakan hal wajar, pasalnya mayoritas penerima penghargaan Goncourt merupakan warga Prancis asli dan kulit putih. “Saya telah menulis selama 25 tahun, jadi bukan lagi seorang pemula.

Saya memiliki pengalaman yang cukup untuk meraih penghargaan bergengsi itu,”katanya. Menurut NDiaye, dia menang lantaran para juri mengutamakan sentuhan cerita dan gaya bahasa. “Trois Femmes Puissantes bercerita tentang kebusukan moral,kemanusiaan yang terabaikan, dan adanya kemungkinan pembebasan,” papar NDiaye. Dia menggambarkan novelnya bak sebuah musik yang menggabungkan tiga bagian dalam satu tema dan mengalir harmonis.

Novel itu menceritakan kekuatan tiga perempuan yang bisa bertahan dalam menghadapi permasalahan hidup dan sosial. Prix Goncourtyang telah berusia 105 tahun memang telah diakui sebagai penghargaan prestisius. Beberapa novelis yang pernah mendapatkan penghargaan tersebut antara lain Marcel Proust, Simone de Beauvoir,dan Marguerite Duras. NDiaye lahir pada 4 Juni 1967 dari ayah berkebangsaan Senegal dan ibu yang berasal dari Prancis.

Sejak usia 1 tahun, dia tinggal di daerah pinggiran Prancis. NDiaye sudah menunjukkan bakat menulis sejak usia 12 tahun. Kini, dia tinggal di Berlin bersama dengan ketiga anaknya. Pada usia 17 tahun,NDiaye menerbitkan novel pertamanya berjudul Quant au Riche Avenir. Dia juga menulis Comédie Classique,novel 200 halaman yang diterbitkan pada saat usianya 21 tahun.

Sebagai sastrawan,NDiaye dikenal vokal.Tiga bulan lalu,dia pernah mengungkapkan bahwa dia bersama keluarganya meninggalkan Prancis dan tinggal di Berlin karena tidak ingin tinggal di sebuah negara “otoriter”.“Saya menemukan iklim yang memberatkan dan kebencian yang memuncak,”tuturnya kepada majalah Les Inrockuptibles. Kritikan itu mengarah kepada Presiden Prancis Nicolas Sarkozy.

Kritikan itu dianggap berlebihan bagi sejumlah kalangan.Kendati demikian, NDiaye mendapatkan dukungan kebebasan berpendapat dari Menteri Budaya Prancis Frederic Mitterrand.Mitterand juga menuturkan bahwa pemenang Goncourt berhak mengatakan apa yang dia inginkan. Bagi NDiaye, komentarnya itu bukan merupakan pembelaan atas pengasingannya di Berlin.

“Saya tidak ingin kelihatan bahwa saya pergi ke Berlin untuk melarikan diri dari sebuah tirani yang tiada derita. Tapi, saya melihat bahwa saya menemukan iklim di Prancis semakin menekan dan muram,”paparnya.

23 November 2009

Bahasa »