Akhir Perjalanan Seorang Sastrawan Indonesia O’Galelano

Atau Muhammad Idrus Djoge (17 Nov 1940 – 1 Agu 2012)


M. Adnan Amal *

Mungkin, tak banyak yang mengenal penyair angkatan 66 ini. Bernama asli Muhammad Idrus Djoge, lahir di Galela, Halmahera (Maluku Utara) 17 November 1940. Pada tanggal 1 Agustus 2012, Indonesia O’Galelano (IOG) telah berpulang ke Rahmatullah dengan tenang di kediamannya di Depok, Jakarta. Muhammad Idrus Djoge (selanjutnya disingkat MID), sastrawan gaek satu-satunya yang dimiliki daerah Maluku Utara.

Kepergiannya tidak hanya berarti perginya seorang sastrawan, tetapi bagi kita di daerah ini, berarti pula kepergian seorang seniman dan budayawan yang telah menyegarkan keringnya di dunia kesusastraan, dan seni budaya daerah, yang sudah “miskin sastrawan” ini. MID lahir di desa Igobula, Kecamatan Galela, Halmahera tahun 1940. Jalan pendidikannya tidaklah tinggi, dibanding dengan karya-karyanya. Tamat SMP Negeri 1 Ternate, kira-kira tahun 1954. SMA, dan APPI Jakarta, dan terakhir di Fakultas Publisistik Universitas lbnu Khaldun, Jakarta (tidak tamat).

Indonesia O’Galelano adalah seorang otodidak yang sangat tangguh. Ketika masih duduk di bangku kelas 3 SMP, telah mementaskan dua lakon dari buku susastra bertaraf Internasional: “Saijab” dan “Adinda” karyanya Edward Douwes Dekker, yang sarat dengan tuntutan politik kolonialisme, serta “Bunga Rumah Makan” karya Utuy Tatang Sontani. Dan pementasan itu peroleh sukses besar, mengingat jumlah penonton yang melimpah-ruah. Pementasan kedua karya MID inilah, jelas menggambarkan betapa tinggi minatnya terhadap dunia seni susastra.

Usai menamatkan SMP, Indonesia O’Galelano berhijrah ke Jakarta, bukan untuk melanjutkan studi, tetapi bergabung dan terjung langsung ke dunia sastra di ibukota negeri ini sebagai salah seorang pendatang baru sastra. Lalu, beberapa tahun kemudian, bergabung dengan H.B. Jassin, di gelari paus sastra Indonesia. Atas anjuran Jassin, MID mulai menulis puisi dan dimuat pada Mimbar Indonesia. Dan setelah beberapa kali menulis di majalah bergengsi tersebut, dapatlah dirinya dikatakan telah berkualifikasi sebagai sastrawan Nasional.
***

Ketika H.B. Jassin mempelopori berdirinya Manifesto Kebudayaan (Manikebu), Indonesia O’Galelano turut aktif membantunya, dan duduk sebagai pengurus pusat Manikebu. Walau Manikebu menurut para pengurusnya, akan menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno di bidang kebudayaan, tetapi Manikebu memperoleh tantangan kuat dari Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), lembaga kebudayaan mantel partai politik PKI (Partai Komunis Indonesia).

Lekra menuntut pembubaran Manikebu, yang akan menyebarluaskan ajaran kebudayaan kaum borjuis, dan bukan ajaran Bung Karno. Dalam adu kekuatan pemikiran Lekra dengan Manikebu, Lekra berhasil menyisihkan Manikebu, yang akhirnya bubar oleh gempuran Lekra. Dan MID pun terpaksa dan dipaksa menghentikan kegiatannya dalam menulis puisi, lantas mengalihkan kegiatan keseniannya sebagai Sekjen Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Islam), sebuah organisasi kebudayaan yang didukung organisasi Islam, disamping jadi muazin di Masjid Istiqlal, Jakarta.
***

Dalam suatu perjumpaan, saya pernah menanyakan mengapa dia tidak produktif lagi menulis puisi, MID menjawab, bahwa sumur tempat ia menimba air telah kering. Dan bulan Ferbuari 2011 lalu, saya menyempatkan diri bersilaturrahim ke rumahnya, yang tengah terbaring sakit. Beberapa waktu berikutnya, ketika akan pulang ke Ternate, saya masih sempatkan diri datang sekali lagi ke rumahnya di Depok. Inilah pertemuan saya dengan MID (Muhammad Idrus Djoge) untuk terakhir kalinya, sambil menyerahkan sekedar biaya tambahan beli obat.

Di atas semua itu, kepergian MID, merupakan kehilangan besar bagi daerah Halmahera, dikarena hingga kini, kita belum mempunyai sastrawan, seniman dan budayawan sekaliber dengannya. Bahkan tanda-tanda penggantinya pun belum muncul. Mencari dan menemukan seorang sastrawan-seniman-budayawan sekaliber MID/IOG (Indonesia O Galelano) sangatlah sulit. Namun hendaknya tak boleh putus asa, dan harus terus berupaya menemukannya, selain menciptakan karya.

Kepergian MID di bulan suci Ramadhan, dikarenakan Allah Swt sangat mencintainya untuk hadir di sisi-Nya. Dan atas kehendak-Nya pulalah dalam mengatasi permasalahan, termasuk apakah daerah ini telah memiliki pengganti MID ataukah belum.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
***


(Cover buku dari Mahamuda)
Sumber tulisan: Borero | Tulisan-Tulisan Yang Tercecer (2018: 261-263).
Ket. Foto: Alm. Idrus Djoge (foto koleksi keluarga atau anak beliau Fahry Djoge).

*) Keterangan tambahan: Ini adalah tulisan almarhum M. Adnan Amal (Hakim-sejarawan; 1930-2017, penulis buku “Kepulauan Rempah-Rempah”) disadur oleh Muhammad Diadi, yang saya peroleh di grup facebook “Galela Tobelo Tempo Doeloe” yang sedikit saya sentuh-sentuh, semoga para beliaunya beserta Allah Swt ridho, amien… (Nurel Jav).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *