Tujuh Puisi Sultan Musa

SRANTI DIKENING HARI

Sranti….
adalah pejalan di angin deru
memungut doa pada puing waktu
mendengar gelora debu – debu
memanggil berirama rindu
menghambur senyum hamparan selalu
memercikkan segenggam setuju
pada kening hari yang selalu menunggu

2020

BARYA DAN BUNYI SUNYI

Ketika Barya melewati hari-harinya
Banyak senyum yang bersiul
Banyak airmata bercerita
Berharga sebagai tempat peristirahatan
antara cerita satu dengan cerita lainnya

Barya tetap di bawah langit membiru
Meski simpul senyum yang dilihatnya
selalu berbeda, namun tetap ada yang menyingkap

Barya tetap di bawah awan membisu
Meski cerita airmata yang dipetuahnya
selalu berkesan, namun tetap ada yang menipu

Telah dicukupkan untuk menyadari bagi Barya
Tentang hati harus dijaga,
walau hati terus berubah
Tentang waktu harus disemai,
walau waktu terus berjarak

Pertemuan ini tak bisa berlarut lama,
akan lesung nurani dalam kotak sepi
Yang tak bisa dibunyi dalam keramaian
Yang tak bisa disunyi dalam kesendirian

Barya belum mau kembali dari bunyi sunyi
Dari belukar remuk keheningan ini

2020

PRIA BERBINGKAI MUNAJAT

Matanya dirangkul cahaya
Suguhkan pandangan tajam

Mulutnya diselipkan doa
Di antara ranting kusam

Badannya dilukis riak menyangga
Membendung larut buai membungkam

Telinganya diletup syair merenda
Menghadang caci maki merayu rekam

Dadanya dipahat raya berwarna
Merangkul gersang menjadi salam

Kakinya direlung takjub percaya
Melangkah menuju cerita tak kelam

Tangannya diteriak segudang asa
Mengukir kotak senja tanpa meredam

Kepalanya terikat bahagia
Menghargai masa lalu meski kusam

2020

DJUHARA DAN CERITA

Djuhara merangkum perjalanan
yang selalu berkelana
Melukis cakrawala tanpa pamrih
Kini api itu telah usai
Menghilang seperti jarak
Berkata jernih akal yang kejam
Berujar terpuji namun dingin
Sebelum benar menghilang
Santun berkata;
“Tetaplah membuat cerita
Walau tidak pernah tuntas”

2019

PEREMPUAN DAN TELAGA KERING

Selangkah lebih jauh?
Semua kemarahan bergemuruh
Menangkap hari terseok jenuh
Ada kesempatan namun tak bersimpuh

Bertanya kemurahan hati
Atas setiap nafas pada diri sendiri
Langkah dipilih telah terjadi
Abaikan tautan semesta sejati

Sungguh, telah dituliskan
Semua dosa tak terpikirkan
Padahal ada sekelumit kesempatan
Bertobat di waktu penuh rentangan

O, perempuan kau ibarat telaga kering
Harapan nampak semu beriring
Dangkal oleh ego yang terpenting
Abaikan perintah langit dan kau pun terasing

2020

JENDELA BERSAYAP

Melalui jendela itu…
tempat melihat di cerah awan biru
menggoda gambarkan kehidupan
merayu untuk bergerak
dan memilih untuk tidak berlari dari kenyataan

Pada jendela itu….
sesekali menampakkan siluet dialog
antara aku dan kau yang ada di dalam
sebagai pengingat akan datang tepat pada waktunya

Meski sedikit nakal dan egois,
ada pesan mendekat
dari bingkai riuh angin berhembus
dan dari pahat sunyi berbisik:
“jendela ini mampu melukiskan jejak purnama”
“terima kasih sudah merindu”
“terima kasih sudah terbang bersama sayap ini”

2019

MAUT

Peluru kamu panas
Dan membawa kematian

Tetapi…
Bukankah kamu abdi kami yang setia
Tanah Hitam…
Kamu kelak menjadi selimut kami

Tetapi…
Bukankah kami menginjakmu dengan kuda kami?

Maut kamu dingin, tetapi kamilah tuanmu…
Bumi akan merebut jasad kami
Surga menjemput jiwa kami…

2019

SULTAN MUSA berasal dari Samarinda, Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar di berbagai platform media daring dan luring. Karya-karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional dan Internasional. Tercatat di buku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Merupakan 10 Penulis Terbaik versi Negeri Kertas Awards Indonesia 2020. Karya tunggalnya “Candramawa” (2017), “Petrikor” (2019), “Sedjiwa Membuncah” (2020), dan versi e-book “Mendjamu Langit Rekah” (2020). E-mail: seesultan@yahoo.com

Leave a Reply

Bahasa »