Puisi-Puisi Mahmoud Darwish

Diterjemahkan: Saut Situmorang

Aku Tidak Minta Maaf Kepada Sumur Itu

Aku tidak minta maaf kepada sumur itu waktu aku melewatinya,
Aku pinjam dari pohon cemara tua itu sebuah awan
dan meremasnya seperti jeruk, lalu menunggu seekor gazel
putih dan legendaris. Dan kuperintahkan hatiku untuk bersabar:
Bersikap netrallah seolah kau bukan bagian diriku! Di sini
para penggembala baik itu berdiri dan mengeluarkan
suling mereka, lalu membujuk burung puyuh gunung masuk
ke dalam jerat. Dan di sini aku pasang pelana ke kuda untuk terbang menuju
planet-planetku, lalu terbang. Dan di sini para pendeta perempuan
mengingatkanku: Hati-hatilah dengan jalan aspal dan mobil
dan melangkahlah dalam hembusan nafasmu. Di sini
kusantaikan bayanganku dan menunggu, kuambil batu terkecil
dan berjaga sampai larut. Kupecahkan mitos dan kupecahkan.
Dan kukelilingi sumur itu sampai aku terbang dari diriku
ke sesuatu yang bukan bagian diriku. Sebuah suara rendah berteriak kepadaku:
Kuburan ini bukan kuburanmu. Jadi aku minta maaf.
Kubaca ayat-ayat dari kita suci yang bijaksana, dan kukatakan
kepada yang tak dikenal di dalam sumur itu: Salam bagimu di hari
kau terbunuh di negeri damai, dan di hari kau bangkit hidup
dari kegelapan sumur!

Sebuah Kalimat Kata Benda

Sebuah kalimat kata benda, tanpa kata kerja:
bagi laut bau tempat tidur
setelah bercinta … parfum asin
atau masam. Sebuah kalimat kata benda: rasa riangku yang terluka
seperti matahari tenggelam di jendelamu yang aneh.
Bungaku hijau seperti burung phoenix. Hatiku melebihi
kebutuhanku, ragu-ragu antara dua pintu:
masuk lelucon, dan keluar
labirin. Di mana bayanganku–pemanduku di tengah
kerumunan di jalan menuju hari kiamat? Dan aku
seperti sebuah batu kuno dengan dua warna hitam di tembok kota,
coklat kemerahan dan hitam, sebuah tonjolan ketakpekaan
terhadap para pengunjungku dan tafsir bayang-bayang. Menginginkan
untuk kala sekarang sebuah pijakan kaki untuk berjalan di belakang
atau di depanku, telanjang kaki. Di mana
jalan keduaku menuju tangga luas itu? Di mana
kesia-siaan? Di mana jalan menuju jalan?
Dan di manakah kita, berjalan di jalan setapak kala
sekarang, di manakah kita? Percakapan kita adalah predikat
dan subjek di hadapan laut, dan buih
ujaran yang licin adalah titik-titik di huruf,
menginginkan sebuah pijakan kaki bagi kala sekarang
di trotoar …

Soneta V

Aku menyentuhmu seperti sebuah biola yang kesepian menyentuh daerah suburbia kota tempat yang jauh itu
dengan sabar sungai meminta bagian gerimisnya
dan, sedikit demi sedikit, sebuah esok yang berlalu di puisi-puisiku mendekati
maka kubawa negeri yang jauh dan aku dibawanya di jalan perjalanan

Di atas kuda betina kebajikanmu, jiwaku menenun
langit alami dari bayang-bayangmu, satu kepompong demi satu kepompong.
Aku adalah anak laki-laki dari apa yang kau lakukan di bumi, anak laki-laki luka-lukaku
yang menerangi mekar delima di tamanmu yang tertutup

Dari melati darah malam mengalir putih. Parfummu,
kelemahanku dan rahasiamu, mengikutiku seperti sebuah gigitan ular. Dan rambutmu
adalah tenda angin musim gugur berwarna. Aku berjalan bersama ujaran
sampai ke kata terakhir yang diceritakan seorang beduin ke sepasang merpati

Aku membelaimu seperti sebuah biola membelai sutra dari waktu yang jauh itu
dan di sekitarku dan kau tumbuh rumput dari sebuah tempat kuno–baru

***
Catatan:
Puisi-puisi di atas diterjemahkan dari berbagai sumber terjemahan bahasa Inggris.


Mahmoud Darwish (1941–2008) adalah penyair terbesar Palestina. Darwish memakai Palestina sebagai metafor hilangnya Taman Firdaus, kelahiran dan kelahiran-kembali, dan derita kehilangan dan eksil. Dia digambarkan sebagai inkarnasi dan refleksi dari “tradisi penyair politik dalam Islam, manusia aksi yang memakai puisi sebagai aksinya”. Dia juga pernah jadi editor beberapa majalah sastra di Palestina.
Darwish menerbitkan kumpulan puisi pertamanya Daun-daun Zaitun pada 1964, waktu berusia 22 tahun. Sejak itu, dia telah menerbitkan tigapuluh buku puisi dan prosa yang telah diterjemahkan ke lebih daripada duapuluh dua bahasa. Buku-buku puisinya antara lain Beban Kupu-kupu (2006), Sayangnya, Sorga: Seleksi Puisi (2003), Pengepungan (2002), Adam dari Dua Firdaus (2001), Mural (2000), Tempat Tidur Orang Asing (1999), Kenapa Kau Biarkan Kuda Itu Sendiri? (1994), dan Musik Daging Manusia (1980).
Mahmoud Darwish juga penerima berbagai penghargaan internasional, antara lain Lannan Cultural Freedom Prize dari Lannan Foundation, Lenin Peace Prize, and the Knight of Arts and Belles Lettres Medal dari Prancis.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *