Mengingatmu dari Kota 24o Celcius
Kurasa ini bukan pertama kali kita dilanda rasa sakit
Ketika aku menyulam luka-luka di tubuhmu, Sayangku
Dengan sutera yang kucuri dari bulan dan matahari
Jadi tenangkan dirimu kerna aku memiliki tangan Tuhan
Aku melihat begitu banyak binatang sekarat di jalanan
Kami menggeliat merasakan kematian di kota 24o celcius
Dan jika Tuhan adalah langit biru, laut biru, atau merah mawar
Ia pun jijik melihat binatang sekarat seperti kami, tertawalah!
Di Makam Sunan Giri, Gresik
Guruh fuso berdengung di telinga,
ke mana pergi?
Tanjung Priuk atau Jakarta,
ke mana saja!
Mata biru Tuhan gugur ke mangkok suci gembel
yang menunggu rupiah lahir dari pusara,
Terlempar dihisapan terakhir rokok buruh
Membakar!
Puisi dan Selalu Puisi
12 jam aku berpikir
Hidup adalah kecelakaan
Dan selalu ada luka, dan luka
Seseorang di Surabaya
Berkata, “Setengah diriku telah dibakar
Matahari pukul 12.00 dan
Setengah lagi terpaut
Pada jasad Istriku, ketika
Air kanal menghanyutkannya selamanya.”
Aku bertanya:
Lalu di dinding mana
Kau tulis nama istri dan kesedihanmu?
“Aku tidak menuliskannya.
Biarlah itu lenyap bersama
Alkohol dan lengking kereta di diriku!”
12 jam berikutnya
Aku bertahan di sini
Agar tetap hidup
Tetapi setengah cintaku
Tertinggal jauh di sana
Sebelum kegagalan jadi lagu petualangan
Setengah cintaku
Tumbuh dalam tubuh
Istri dan anak-anakku
Di atas kuda besiku
Aku diam melaju
Menerabas jalanan padat
Aku memiliki kata-kata
Yang luntur untuk penerimaan
Sekarang kubiarkan diriku menerjang
24 jam sehari
24 macam kesedihan hati
Menjadi puisi!