SUFI DAN FILOSOF
“apa kabar hari-harimu?”
tanya sufi pada filosof
di senja hari yang murung
“aku melesat dari bukit ke samudra
dari sungai ke awan
dari pohon-pohon ke batuan,”
jawab si filosof sambil bersusahpayah
mengingat-ingat di mana gerangan
jemarinya tertinggal.
“nah, pasti kau letih kan?
aku tahu karena matamu,”
sufi itu sambil menunjuk jidat filosof,
mengabarkan itu. “sejak sekarang
tegakkanlah keheningan: pasti
tempat-tempat itu yang akan berlutut
ke hadapanmu!”
mata filosof itu kosong
seperti meringis
oleh tarian kaum peri
sungai gajahwong, 2002
AKHIRNYA TIBA JUGA
akhirnya tiba juga
aku di sini
di tempat yang tak seorang pun
pernah berdiri
pengembaraan yang begini jauh
mendorongku mendekap musuh:
berapa darah lagi kasih
akan kau tagih
dari dagingku yang tak bersih?
nasibku telah terkuras
oleh bosan dan letih
ketika aku bertanya, “mata nashrulloh?”
kau selalu menjawab, “sebentar lagi, sebentar lagi!”
beribu kali aku singgah di perempuan
semata berharap dapat berkah dan wangi tuan
dan saat kakiku robek oleh batu
lengking seruling lalu berhamburan
dari hari alastu.
akhirnya tiba juga aku di ujung sangsi
tempat keyakinan menyongsong matahari
parangkusumo, 2002
MIKRAJ
seekor kupu-kupu
hinggap di daun mengkudu
matanya begitu setia
menelusuri cakrawala
“kalau nanti sayapku musnah,”
katanya sambil mengunyah aroma
dari langit tak terhingga,
“di sana sudah kubangun rumah.”
angin bertiup dari tenggara
membawa wangi doa para peziarah
dan kupu-kupu itu makin ceria
sebab tahu denganNya ia tak akan berpisah
lalu angin tak lagi bersijingkat
mungkin ia sedang memberi hormat
pada sebuah keyakinan
pada sebuah ketulusan
sungai gajahwong, 2002
KUSERET TEROMPAHKU
malam membara
membakar imanku yang berlumut
melalui lidah kelelawar yang berbisa
ia mengkhutbahiku agar tidak pengecut
maka kuseret langkahku ke dalam rimba
sambil mengeja kelam dan alam nasyroh:
o siapa itu yang menemani musa
hingga dadanya menyebulkan lava merah?
(semula aku mengira bintang
tak pernah jatuh ke bumi
tapi kenapa rahayu bilang
bahwa kebunku telah bersemi?)
karena itu aku jadi tertarik
untuk menggigit segala yang getir
o lihatlah busung ini kini kutabik
terhadap apa pun yang menjelma banjir!
sungai gajahwong, 2002.