Umi
http://www2.kompas.com/
Tidak banyak orang yang mengenal sastra daerah, baik karena kurang peduli maupun karena ketidaktahuannya akan keberadaan sastra daerahnya sendiri. Tidak mengherankan jika buku-buku sastra daerah sangat terpinggirkan keberadaannya. Dalam industri penerbitan pun tidak ada penerbit yang mau menerbitkan buku berbahasa daerah karena risiko tidak untung atau tidak laku.
Situasi yang tidak menguntungkan bagi keberadaan sastra daerah inilah yang mengundang kepedulian beberapa pihak akan perlunya penerbit yang mau menerbitkan karya sastra daerah. Salah satunya adalah Ayip Rosidi yang berinisiatif mendirikan penerbit Kiblat tahun 2000 untuk menerbitkan buku-buku ataupun teks berbahasa Sunda.
Menurut Direktur Kiblat Rahmat Hidayat, jika tidak ada yang mau menerbitkan buku-buku berbahasa Sunda, bahasa dan sastra Sunda akan punah. Seperti yang diungkapkan Rahmat, “Kita terpanggil untuk menjadi bagian dari mata rantai penerbitan buku berbahasa Sunda, sebab jika tidak, bahasa Sunda akan teralienasi dengan masyarakatnya,” ujar Rahmat.
Dengan keberadaan penerbit Kiblat, diharapkan masyarakat dapat menikmati buku-buku berbahasa Sunda yang cukup bermutu dan tentunya khazanah sastra Sunda tetap terjaga. Buku-buku berbahasa Sunda yang pernah menjadi pemenang Rancage sebagian besar diterbitkan oleh penerbit Kiblat. Sebut saja Kembang-kembang Petingan karya Kholisoh yang menjadi pemenang Rancage tahun 2003, Geus Surup Bulan Purnama oleh Yous Hamdan, dan Oleh-oleh Pertempuran karya Rukmana HS.
Kepedulian akan khazanah sastra Sunda tidak hanya dilakukan dengan menerbitkan buku fiksi berbahasa Sunda, tetapi juga buku nonfiksi bahkan kamus. Penerbit Kiblat berhasil menerbitkan kamus bahasa Sunda yang ditulis sejak tahun 1930 hingga tahun 1974 oleh Adi Brata. Penerbitan kamus ini dibilang cukup rumit karena teks aslinya yang ditulis tangan sudah tidak ada. Maka pembacaan dan penulisan ulang dari fotokopi teks asli pun akhirnya harus dilakukan, mengingat tulisan tangan dan ejaan oleh penulis aslinya tidak selalu dipahami oleh generasi sekarang. Bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Bandung, akhirnya kamus setebal 2.000 halaman tersebut dapat diterbitkan tahun 2006.
Menyadari buku sastra berbahasa Sunda tidak laris di pasaran seperti fiksi berbahasa Indonesia, maka Kiblat mencoba menerbitkan buku-buku yang laris di pasaran tanpa meninggalkan visi utama mereka. Salah satu buku andalan penerbit Kiblat adalah kamus tiga bahasa, yaitu Inggris-Indonesia-Sunda untuk anak-anak yang dikemas secara menarik seperti buku bergambar. Rahmat mengakui buku tersebut sangat laris di sekitar Jawa Barat. “Banyak orangtua yang tertarik dengan buku ini untuk anak-anak mereka,” ujar Rahmat. Selain itu, Kiblat juga menerbitkan buku-buku panduan umum dengan harapan dapat menopang usaha penerbitan hingga buku berbahasa Sunda dapat terus muncul untuk masyarakat penutur berbahasa Sunda.