kompas.com
Bohemia
aku ada di sini entah mengapa
seperti setiap perjalanan yang usai kulalui
yang selalu saja tak punya alasan tepat
untuk kusodorkan padamu –
seperti udara yang senantiasa kuhirup
namun selalu gagal untuk kulukiskan
aku ada di sini entah mengapa
tapi tolong beri aku kesempatan, sekali saja –
setidaknya sampai aku punya alasan tepat
mengapa aku selalu berpindah kota
sampai kulukiskan udara itu
Januari
dan aku pun pulang
menuju rumah
yang hanyut pada kalender
tanggal demi tanggal
bertanda lingkaran hitam
air di sini
menjelma kuburan
Zakaria
hanya sekeluh aduh terucap dari bibirmu
ketika ratusan kampak majusi
mencincang-cerancang pohon itu
tapi bukan lantaran sekeluh aduh
bumi goncang, langit menggemakan firman
“zakaria! itu kata hanya pantas keluar
dari mulut berhati sumbing. jahitlah ia
atau nubuat ini kutarik kembali”
kau yang akhirnya mengerti, memilih diam
bersama gugur daun-daun yang bernyanyi
dalam cinta, tak ada beda mawar dan duri
Kesaksian
– almarhumah nenek
kau sungkurkan wajahmu pada dingin lantai batu
permadani malam, lambang bakti ajali
napas, hanya desah satu satu
tapi degup rindu jantungmu, menjelma ketuk
perkenan terbuka setiap pintu
di penghujung malam itu, kusaksikan
bulan, bertahta di wajahmu
_____________
Fahmi Faqih, penyair, tinggal di Bandung.