Tahun Spaghetti

Karya: Haruki Murakami
Penerjemah Inggris: Philip Gabriel
Penerjemah Indonesia: Rama Dira J.
suaramerdeka.com

SERIBU sembilan ratus tujuh puluh satu adalah Tahun Spaghetti.

Pa?da 1971, aku memasak spaghetti untuk hidup dan hidup untuk memasak spaghetti. Uap yang menguap dari panci adalah uap kebanggaan dan kesenanganku, saus tomat yang mendidih di dalam teflon adalah harapan terbesarku dalam hidup.

Aku telah pergi ke toko khusus peralatan memasak dan membeli sebuah kitchen timer serta sebuah panci aluminium yang besar, cukup pula jika digunakan untuk memandikan seekor anjing pemburu. Setelah itu aku berjalan berkeliling ke semua supermarket yang melayani orang asing untuk mengumpulkan rempah-rempah yang langka. Aku mengambil sebuah buku masak untuk jenis masakan berbahan tepung di toko buku, lantas membeli selusin tomat. Aku bisa membuat semua jenis spaghetti dengan kedua tanganku, pun semua saus yang pernah dikenal manusia. Aroma campuran dari bawang putih, bawang merah dan minyak zaitun berputar-putar di udara, membentuk sebuah kepulan asap yang harmonis hingga mencapai setiap sudut di apartemen kecilku, merembesi lantai dan langit-langit serta dinding, pakaian, buku-buku, catatan-catatan, raket tenis, bundelan dan surat-surat lamaku. Aroma serupa ini adalah jenis keharuman yang hanya akan dapat dibaui oleh seseorang di kanal-kanal air kota Roma zaman dulu.

Inilah kisah dari Tahun Spaghetti, 1971 Masehi.

Sebagai kebiasaan, aku memasak spaghetti dan memakannya sendiri. Aku meyakini spaghetti adalah sejenis makanan yang paling lezat jika dinikmati sendiri. Aku tidak bisa menjelaskan secara rinci mengapa aku merasa seperti itu, tapi begitulah adanya.

Aku selalu minum teh dengan spaghettiku dan memakan salad mentimun dan daun sla. Aku harus memastikan terlebih dahulu jumlah keduanya cukup banyak. Aku hamparkan semua dengan rapi di atas meja dan menikmati satu per satu dengan santai, sambil membaca sekilas isi koran di sampingku ketika menyantap. Dari hari Minggu hingga hari Sabtu, satu Hari Spaghetti mengikuti Hari Spaghetti lain. Dan setiap Hari Minggu yang baru, dimulailah suatu Minggu Spaghetti yang benar-benar baru pula.

Setiap ketika aku duduk di depan sepiring spaghetti terutama pada suatu senja yang berhujan, aku mempunyai perasaan yang nyata seseorang sedang mengetuk pintu depan. Orang yang kubayangkan yang akan mengunjungiku adalah berbeda-beda setiap waktu. Kadang-kadang ia orang asing, kadang-kadang seseorang yang kukenal. Pernah pula, seorang gadis dengan betis langsing, gadis yang pernah kupacari pada waktu SMA, dan pernah pula diriku sendiri, dari beberapa tahun sebelumnya, datang berkunjung. Kala lain, ia adalah William Holden bersama Jennifer Jobes yang bergayutan di lengannya.

William Holden?

Sesungguhnya, tak satu pun dari orang-orang ini yang bertandang masuk ke dalam apartemenku. Mereka hanya berdiri di luar pintu, tanpa mengetuk, seperti fragmen ingatan yang tak lama kemudian pergi berlalu.
***

MUSIM semi, musim panas, dan musim gugur, aku hanya memasak dan memasak, seolah-olah memasak spaghetti adalah suatu tindakan balas dendam. Seperti seorang gadis kesepian, penolak cinta yang sedang melemparkan surat-surat cinta yang lama ke dalam tungku perapian, aku mengaduk-aduk setangan penuh spaghetti ke dalam panci setelah mengaduk setangan penuh spaghetti lain.

Aku mengumpulkan bayangan-bayangan waktu yang terinjak, mengadoni mereka menjadi bentuk seekor anjing pemburu Jerman, mengaduk-aduk mereka ke dalam air yang berputar, dan menaburi mereka dengan garam. Kemudian aku akan menunggu di dekat panci, dengan supit besar di tangan, sampai timer membunyi?kan nadanya yang lirih.

Helai-helai spaghetti harus disatukan dengan keahlian tertentu, dan aku tidak bisa membiarkannya lepas dari pantauanku. Jika aku membalik punggungku, bisa saja mereka tumpah pada tepi panci kemudian lenyap dalam malam. Malam terbentang dalam sergapan senyap yang tiba-tiba, berupaya untuk menghalangi pemborosan helaian-helaian spaghetti.

Spaghetti alla parmigiana
Spaghetti alla napoletana
Spaghetti al cartoccio
Spaghetti aglio e olio
Spaghetti alla carbonara
Spaghetti della pina

Dan kemudian ada pula spaghetti yang menyedihkan, sisa spaghetti tak bernama yang dilemparkan secara serampangan ke dalam peti es.

Tersaji dalam keadaan hangat, helai-helai spaghetti mengaliri arus 1971 lantas menghilang lenyap.

Aku berduka cita untuk mereka semua, semua spaghetti dari 1971.
***

KETIKA telepon berbunyi pada pukul 15:20, aku sedang berbaring terlentang di atas tatami, memandang pada langit-langit. Sekolam sinar matahari musim dingin terbentuk pada tempat tempat aku berbaring. Seperti seekor lalat yang mati, aku berbaring? di sana, melamun hampa, dalam sorotan suatu titik cahaya Desember.

Pada mulanya, aku tidak mengenali bunyi itu sebagai bunyi telepon. Ia lebih mirip memori yang terasa asing, ragu-ragu terselip di antara lapis-lapis udara. Akhirnya, suara itu mulai mewujud dan kemudian tak diragukan lagi, ia adalah sejenis bunyi telepon. Seratus persen, itu adalah bunyi telepon dalam seratus persen udara murni. Masih dengan posisi terlentang, aku berusaha menggapai dan meraih gagang telpon.

Di ujung sana adalah seorang gadis, gadis yang tak begitu bisa kuingat, yang mungkin pada usia empat puluh tiga, akan lenyap seutuhnya. Dia adalah mantan pacar dari salah seorang temanku. Sesuatu telah menyatukan mereka, laki-laki temanku dan si gadis yang tidak begitu kuingat, dan sesuatu telah pula menyebabkan mereka putus. Aku akui, dengan tak begitu antusias aku telah memainkan peran dalam menyatukan mereka untuk berpacaran.

“Maaf mengganggumu,” katanya, “tapi apa kau tahu di mana dia sekarang?”

Aku melihat pada pesawat telepon, kemudian menggerakkan pandangan mataku pada sepanjang kabelnya. Kabel itu, dengan sangat nyata, tersambung pada pesawat telepon. Aku memberikan jawaban yang tidak tegas. Ada sesuatu masalah dalam suara gadis itu, dan apa pun masalah yang tengah mengancamnya, aku pastikan bahwa aku tidak ingin terlibat.

“Tak seorang pun yang mau memberitahuku di mana dia berada,” katanya dalam nada yang tidak bersahabat. ?Semua orang pura-pura tidak tahu. Padahal suatu hal penting harus kuberitahu padanya, jadi kumohon “beri tahu aku di mana dia? Aku berjanji tidak akan melibatkanmu ke dalam masalah ini. Di mana dia?”

“Sejujurnya, aku tidak tahu,” kubilang padanya, “Aku sudah lama tidak melihatnya.”

Suaraku tidak berbunyi seperti suara milikku yang sesungguhnya. Aku telah mengatakan kebenaran tentang tidak bertemu dengannya dalam waktu yang lama, tapi tidak di bagian lain, ketika aku sebenarnya tahu alamat dan nomor teleponnya. Kapanpun aku mengatakan sebuah kebohongan, sesuatu yang aneh pasti terjadi pada suaraku.

Tidak ada komentar darinya.

Telepon menjelma menjadi sebuah pilar es.

Kemudian semua objek di sekelilingku berubah menjadi pilar-pilar es, seolah-olah berada dalam kisah fiksi ilmiah karya JG Ballard.

“Aku sungguh-sungguh tidak tahu,” aku mengulang, “Dia pergi sudah lama, tanpa mengatakan sepatah kata pun.”

Si gadis tertawa. “Tunggu dulu. Dia tidak seperti itu. Kita tengah membicarakan seorang laki-laki yang cerewet dalam segala hal.”

Dia benar. Laki-laki itu memang banyak mulut.

Aku sudah akan memberitahunya di mana laki-laki itu berada. Tapi, jika aku melakukannya, lain waktu aku akan bertemu lagi dengan laki-laki itu di telepon, yang akan menumpahkan rasa keberatannya. Aku sudah bosan terlibat dalam masalah orang lain. Aku sudah menggali sebuah lubang di taman belakang dan mengubur semua yang perlu dikubur di dalamnya. Tak seorang pun yang bisa menggali untuk mengeluarkannya lagi.

“Maafkan aku,” ujarku.

“Kamu tidak menyukaiku bukan?” katanya tiba-tiba.

Aku tidak bisa mengatakan apa pun. Aku tidak pernah secara khusus membencinya. Aku tidak pula mempunyai kesan khusus padanya sama sekali. Adalah suatu yang sulit memiliki suatu kesan yang buruk pada seseorang yang tidak berkesan sama sekali bagiku.

“Maafkan aku,” kataku lagi. “Aku sedang memasak spaghetti sekarang.”

“Apa?”

“Kubilang, aku sedang memasak spaghetti,” aku berbohong.

Aku tak tahu harus mengatakan apa pun. Tapi kebohongan telah menjadi bagian dari diriku dan sejauh ini, paling tidak pada saat ini, rasa-rasanya kebohonganku bukanlah suatu jenis kebohongan dalam arti yang sesungguhnya.

Aku melangkah maju dan mengisi sebuah panci imajiner dengan air imajiner, menghidupkan kompor imajiner dengan korek api yang imajiner.

“Jadi?” ia bertanya.

Aku menaburkan garam imajiner ke dalam air mendidih imajiner, perlahan-lahan memasukkan segenggam spaghetti imajiner ke dalam panci imajiner, mengatur kitchen timer yang imajiner pada setelan waktu: delapan menit.

“Jadi, aku tidak bisa ngobrol lagi. Spaghettinya akan gosong.”

Dia tidak mengatakan apa pun.

“Aku sungguh minta maaf, tapi memasak spaghetti adalah suatu pekerjaan yang sulit.”

Si gadis diam. Telepon di tanganku mulai membeku lagi.

“Jadi, bisakah kau menghubungiku pada waktu lain saja?” aku buru-buru menambahkan.

“Karena kamu sedang memasak spaghetti?” tanyanya.

“Yah.”

“Apakah kamu membuatnya untuk seseorang atau akan memakannya sendiri?”

“Aku akan memakannya sendiri,” kataku.

Dia menahan napas untuk waktu yang terhitung lama, kemudian perlahan mengembuskannya. “Tidak seharusnya kamu mengetahu ini, tapi aku benar-benar dalam masalah. Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat.”

“Maaf, aku tak bisa membantumu,” kataku.

“Terkait dengan masalah uang juga.”

“Oh, begitu?”

“Dia meminjam uang padaku,” katanya, “Aku meminjamkannya beberapa… Seharusnya tidak kupinjamkan, tapi sudah telanjur kupinjamkan.”

Aku diam beberapa menit, pikiranku bergerak perlahan menuju spaghetti. “Maafkan aku,” kataku, “Aku masih memasak spaghetti, jadi…”

Ia memberikan sebuah tawa lemah.

“Selamat tinggal,” katanya, “Sampaikan salamku pada spaghettimu. Aku harap ia menjadi spaghetti yang lezat.”

“Bye,” kataku.

Ketika aku menutup telepon, lingkaran cahaya di lantai bergeser seinci atau dua. Aku berbaring lagi dalam kolam cahaya itu dan kembali menatap langit-langit.

Memikirkan spaghetti yang direbus secara abadi tapi tidak pernah terjadi adalah suatu kesedihan, suatu hal yang sedih.

Sekarang, aku agak menyesal karena tidak mengatakan apa pun pada gadis itu. Mungkin aku harus mengatakan. Maksudku, bekas pacarnya bukanlah orang yang layak diajak menjalin hubungan karena ia adalah sebuah kerang berkulit indah, tapi kosong di dalamnya, laki-laki dengan kepura-puraan artistik milik seorang pencerita ulung yang tak pernah bisa dipercayai oleh siapa pun. Suara gadis itu menunjukkan bahwa dia benar-benar membutuhkan uang, dan apa pun situasinya, apa pun yang diutang memang harus dibayar.

Kadang aku berpikir, apa yang telah terjadi pada gadis itu ?pikiran yang selalu masuk ke dalam kepalaku ketika aku berhadapan dengan sepiring panas spaghetti yang mengepul. Setelah dia menutup telepon, apakah dia hilang untuk selamanya, terhisap ke dalam bayang-bayang yang ada pada pukul 16:30? Apakah aku seharusnya disalahkan?

Aku berharap Anda memahami posisiku, bagaimanapun. Pada saat itu, aku tidak ingin terlibat dengan siapa pun. Karena itulah aku tetap memasak spaghetti, sendiri. Dalam panci yang besar itu, cukup besar untuk memandikan seekor anjing pemburu Jerman.

Durum semolina, gandum emas berterbangan di ladang orang-orang Italia. Bisakah kau bayangkan betapa terkejut orang-orang Italia jika mereka tahu bahwa apa yang mereka ekspor pada 1971 itu sesungguhnya adalah wujud dari sebentuk kesepian?
***

Haruki Murakami yang lahir di Kyoto pada 12 Januari 1949 adalah seorang penulis Jepang kontemporer yang sangat terkenal. Ia mulai mendapatkan pengakuan internasional pada 1987 ketika memublikasikan novel Norwegian Wood, suatu kisah nostalgia tentang kehilangan. Novel ini terjual jutaan kopi di Jepang dan sebagian besar pembacanya adalah anak muda. Pada 1986 ia meninggalkan Jepang, berpesiar ke seluruh Eropa untuk kemudian tinggal di Amerika Serikat sampai sekarang. Cerpen “Tahun Spaghetti” diterjemahkan dari “The Year of Sphagetti”, terjemahan dari bahasa Jepang oleh Philip Gabriel yang dimuat dalam Majalah The New Yorker. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rama Dira J.

Leave a Reply

Bahasa ยป