The Stranger, Satirnya Peradilan Albert Gamus

Free Hearty
padangekspres.co.id

Karya Albert Camus The Stranger adalah Sastra yang penuh filosofi. Proses peradilan Meursault, tokoh utamanya, bernuansa filosofis yang dalam. Hal-hal tidak asing (lumrah) yang ter-asingkan atau hal asing (tidak pantas) yang ter-biasakan adalah salah satu perspektif yang bisa diungkap dari karya ini. Kita kadang merasa asing di negara sendiri, di rumah sendiri atau bahkan dengan diri sendiri. Kita mungkin merasa asing dengan hal baru, namun menjadi tidak lagi asing ketika sudah terbiasa.

Melalui The Stranger, kita ‘diingatkan’ kepada hal-hal asing (baca: tidak patut) yang dibiasakan, atau hal yang biasa (baca: patut) namun menjadi asing yang terjadi di sekitar kita. Pembaca diantarkan pada konflik hidup dan kehidupan manusia bahkan disadarkan pada ketuhanan melalui ketidakbertuhanan tokoh Meursault dalam novel The Sranger.

Camus menangkap hal biasa yang sering terabaikan. Penjelasannya membuat pembaca bisa tergelitik, kaget, merenung dan bahkan ‘meringis’ menyadari yang terluput dari pengamatan padahal dialami dalam keseharian. Proses peradilan tokoh Meursault membuat pembaca terkejut kecut dan menggeleng takjub menyaksikan kekuasaan dan kekuatan kata-kata yang dimainkan penguasa dalam menentukan nasib manusia.

Camus dengan satir memotret peradilan terhadap Meursault. Fakta, bukti dan alibi begitu penting dalam persidangan padahal ini bisa direkayasa. Maka kepiawaian, kecerdikan bahkan kelicikan penuntut atau pembela menjadi penting. Penggambaran kepiawaian penuntut dalam memberikan alibi dan bukti, menjadi satir lewat tangan Camus. Tuntutan terhadap Mersault terkesan menggelikan. Padahal persoalan yang diangkat penuntut adalah hal biasa yang tidak bersangkut paut dengan kesalahannya. Toh kesimpulan penuntut telah menggiring Meursault kepada hukuman mati.

Meursault ditokohkan apa adanya dalam menjalani kehidupan tanpa harus mengerti tentang hidup. Baginya hidup memang tidak untuk dimengerti, tetapi mengerti agar bisa hidup, meskipun dia akhirnya juga direnggut maut. Meursault mengamati dengan ketidakmengertian tetapi ia paham. Mengerti dan paham dari perspektif Meursault adalah dua hal yang berbeda. Pengertian menggiring ke arah pemberontakan, sedangkan pemahaman membuat dia menerima yang terjadi tanpa perlu berontak.

Meursault paham bahwa manusia akhirnya terbiasa pada apa saja. Ia memahami ibunya saat menolak ketika pindah ke rumah jompo lalu terbiasa setelah beberapa lama berada di sana. Salamono, tetangganya selalu berkelahi penuh kemarahan dengan anjing kurapnya, lalu menangis sedih ketika anjingnya hilang, namun terbiasa pula setelah kehilangan itu. Meursault pun terbiasa dikunjungi kekasihnya sebelum di penjara dan terbiasa pula ketika tidak lagi dikunjungi saat di penjara. Meursault memahami dan menghadapi semua dengan biasa lalu membiasakan diri.

Cahaya matahari yang panas telah menempatkan Meursault dalam posisi yang salah. Cahaya matahari membuat dia bosan, kepanasan dan kehausan, sehingga menerima saja tawaran susu untuknya saat ibunya meninggal tanpa melihat wajah ibunya tersebut, lalu ia tertidur. Matahari yang menyengat ini pula telah membuat tertembaknya seorang Arab secara tidak sengaja oleh Meursault. Matahari ini juga membuat ia gerah dan lelah di ruang sidang sehingga jawaban konyol bahwa ?itu karena matahari? sebagai alasan semuanya terjadi tidak bisa diterima, meski itu benar-benar penyebabnya.

Lalu saja hal seperti: lupa usia ibunya, pergi berenang, menerima tawaran rokok, pergi menonton dan berkencan dijadikan alibi dan bukti yang menunjukkan ketidak bermoralan Mersault. Maka Mersault layak dijatuhi hukuman mati!. Hal-hal biasa yang dilakukan manusia bila tertekan, lelah dan butuh refreshing, menjadi janggal menurut aturan simbolis yang telah mewacana.

Meursault dituntut harus menunjukkan sikap dan perilaku seperti aturan dan tatanan yang telah dikonstruksi. Manusia membuat aturan simbolis, kemudian mereka diatur oleh aturan simbolis tersebut. Aturan ini dalam sistem dikonstruksi menjadi hukum pengadilan formal. Perilaku Meursault secara tatanan yang berlaku dimaknai sebagai sikap yang tidak menunjukkan keprihatinan dan kesedihan atas kematian ibunya dan dianggap bermasalah secara kejiwaan yang memperkuat alibi bahwa ia bersalah.

Albert Camus dengan satir menggambarkan bahwa dalam proses hukum keputusan bersalah atau tidak bukan pada unsur kejahatan itu sendiri, tetapi pada kepiawaian penuntut atau pembela dalam memainkan peran. Dalam peran inilah vested interest sering muncul. The Stranger karya Albert Camus yang sarat falsafah hidup atau falsafah mati, menyadarkan kita akan adanya perasaan menjadi asing dalam kehidupan yang bahkan sangat kita kenal.

Hal yang tidak kita sadari ada di sekeliling kita meski tidak asing, sekali waktu menjerat kita pada posisi seperti dialami Meursault. Kehidupan manusia bisa dan sering berakhir karena nasib sial saja. Berada pada tempat yang salah pada waktu yang salah, bisa saja dialami oleh orang-orang baik yang kemudian mengalami nasib buruk karena kesialan proses di peradilan. Atau nasib bagus bisa juga dialami orang-orang jahat dan bejat yang mendapat kesempatan baik berkepanjangan dan tidak bisa tersentuh peradilan. Inilah rahasia Tuhan yang menguasai peradilan tertinggi.

Kenapa The Stranger sangat populer? Karena Camus mengungkap hal sangat universal dan terjadi di mana saja. Camus mengingatkan kita bahwa ruang pengadilan bisa menjadi ruang yang justru menafikan keadilan itu sendiri. Ini juga terjadi di Indonesia tercinta!
***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *