http://www.facebook.com/mbahYuswan
“sendang ngiang”
Kukata ceruk-ceruk menggelandang!
Sesayup sengau yang telentang
Setajam buaian yang menggantang
Landai jua ruas-ruas itu lantang
. . . menunjuk wewangi ilalang
Terserak dirimu telah menguap?
Kiniku segera pulang
Pada suluk periuk telah mengusap
Hingga tanak dan tinggal menunggang
Pada jarak menua telah lama bersedekap
Hingga kiniku memamah diang
Bukan lagi legam seranjang karang
(28 April 2009)
“angin belumlah usai”
Lebam membiru kekaca berangsur buram
Tergulung pasungan selimut hangat mengeram
Tersangka dalam pelarian ombak menuju karam
Hinggakah ajal telah menemu puncak terengah
. . . pada rerimbun nyiur pantai bersulur jengah?
Lambaiku teperdaya selarik bimbang telah lama terperam
Menuntun ninabobo segenggam dian yang muram
Dan terseok di antara riuh angin malam yang gemas
. . . berebut menjambak ke laut lepas
Hingga secawan kuarung lagi kayuhan darah
Membentang seluasmu mengukir ziarah terdedah
(3 mei 2009, surabaya)
“kerontang ngiang”
Kuingat selangka yang gamang!
Sesak menggumpal itu berceceran
Telak menghimpit meradang diam
Selintas menari-ronta bersahutan
. . . genderang yang menantang jeram
Terhanyut kelakarmu pada sungut menjulang?
Penjuruku tidaklah sebuas kelewang
Hanya sejumput taut menutup lubang
Menderas pada serat kayu terjengkang
Pada selulit pualam bekam yang terjerang
Hinggalah curam sepokok runutan bertualang
. . . rajutan yang menjembatan pialang
Parutan membumi menghanguskan kuduk menyalang!
(05 mei 2009, sby)
“gelanggang benam”
Sekerangka naga ranum mengaum
Seluruh nadi mencecar pendulum
Gersang yang setiba berayun
Memojokkan dulang ke dalam rabun terhunus
Cecar yang haus menembus membungkus
Di galang rasuk menusuk hingga tertekuk, belumlah bertekuk
Kalang kabut yang membius dan menggerus jerumus
Ketuk kasak-kusuk bersambut lubuk terduduk
. . .
Cetus yang semula menghembus
Ditawan hasut berbulu kasut yang lembut
Adalah beranjak susut dan membujur hangus
Setapak yang pudar dihembus angin berkabut
Biarlah tegak seayun kelakar ini
Lambai pun takkanlah usai bercengkerama
Sebagai naung menyusur geliat jala jerami
Menumbuk gema mega di dasar bejana membara
Senada tuli lalu berburu kelabu
(25 Mei 2009, surabaya)
“ilalang ngiang”
Rajamlah biduk kambang menggeramang!
Seriang usang di padang pinang
Seremuk tulang atas layang telanjang
Menderu sekam jua jejak itu pulang
. . . pada linang bermata senjang
Selelap gasing mematut terang
Segelap diang menyusur jengkang
Terperam jua ladam melayang-layang
. . . di sela pedang bermuka nyalang
Terjerembab dirimu menebah galah?
Jangkauku hendaklah menaut patut
Di sirip kecapi yang meruah gundah
Dan terjebak di antara taut menyemut
Menggelandang jengah meneguk cercah berkilah
Setelanjang itu dulang meremang pandang
Bentang yang gamang mengunci kala merajang
(31 Mei 2009, Surabaya)