PESAN YANG TAK LAGI KELABU
perahuperahu telah ditambatkan
membujur ke arah matahari tenggelam
tapi angin belum selesai dengan rambutmu
sehelai yang terlepas nyangkut di wajah
dan aku akan selalu menunggumu
barangkali kau akan bertanya dan mencari
atau sekedar bertegur sapa sambil tertawa
meninggalkan butir garam pada jejak kaki
jangan kau hilangkan sayang
simpan baikbaik hurufku dalam kitabmu
bacalah berulang yang warnanya merah
yang seringkali bikin rindumu membiru
begitulah engkau setelah basah oleh laut
sebagian kangen akhirnya menemu jawab
dari sehelai rambut hitam panjang
yang kali ini pelahan menjerat leherku
29.05.2010
PURNAMA MEMUTIH
mesin lampulampu
kota yang riuh meriah
di atas motor menuju rumah
terbatukbatuk nyaris muntah
di teras sehabis mandi
rembulan tampak bersih
lama kita saling memandang
tenggelam dalam secangkir kopi
langit luas dan lapang
begitu tenang menelan kita
yang sedang kepengin sendiri
diam saling menemani
langitlah engkau kekasih
purnamalah kita
29.05.2010
SORE SEHABIS HUJAN
semoga laut masih terasa
lebih asin dari airmatamu
agar ketika menggarami masakan
aku tak harus membuatmu menangis
dan sajian malam ini
adalah sepiring besar nasi
meski tak jelas hasil jerih payah siapa
tapi yang pasti diperuntukkan bagi kita
juga sebotol air susu
terperas dari payudara yang makin keriput
warnanya yang tadinya seperti santan
kini semakin mendekat ke ungu bukan
bikin seluruh bagian tubuh
kemudian punya mata
dan nyaris mampu membaca apa saja
lalu menukarnya dengan mimpi
yang serupa harapan
duhai sepertinya
ada beberapa huruf di sebalik dada
masih menunggu untuk dieja
26.05.2010
TELAH SEMINGGU DIKENAKAN
inilah mata telanjang
siasia menembuskan pandang
kabut kali ini begitu tebal
seperti jubah panjang menutup
nyaris hingga ke mata kaki
baru selangkah dua jatuh terkapar
pada rimbunan belukar
yang telah lama kangen
pengin menjadi jalan bagi pengembara
satu arah mesti ditempuh
ketika telah ditemukan
meski baju celana telah lengket
dan tubuh nyaris tinggal tulang
tibatiba angin merah muda berdesir
ekornya yang setajam pisau
menggoreskan aroma yang tak asing
darahmukah yang berabad lalu netes
dan menggenang di sini
yang amisnya menuntun para petarung
menetapkan hati
duhai
yang mukim di peradaban
di ruang gemerlap dengan etalase
segala rupa benda yang pupur
sejengkal menuju ke liang
ke arah pulang
arah yang selalu diucap berulangulang
sepertinya memang harus melata
merangkak di hirukpikuk kota
di antara derap kaki tanpa mata
sambil tak henti berdendang
agar tak cepat bosan
agar tetap dianggap sebuah kegilaan
detik berdetak menit bergerak
jam ke jam
siang dan malam
hingga sampai ke akhir pekan
ke persinggahan saat hari hujan
sayang
sudahkah engkau mencuci pakaian
22.05.2010
TELAH MENJADI REJEKI
semalam bercinta denganmu
sembari membaca telapak kaki
dan teringat cerita lucu
yang selalu bikin terpingkalpingkal
saat persetubuhan telah melewati puncaknya
kau lenyap dalam jarak pandang
menjelma tarian yang hadir
bersama gending malam
menyelinap di tiap detak di tiap nafas
pekat dengan aroma melati dan kamboja
mengajakku pulang
rasanya seperti bertahun mengalir
lalu menjadi sederhana
menjadi sepasang noktah
yang sangat biasa apa adanya
bersama sebatang rokok dan secangkir kopi
aku di sini menjumpaimu
berbincang tertawa dan terus menyanyi
hingga lunas janjijanji
21.05.2010