Makam Adolf Hitler di Kelurahan Ngagel Surabaya

Guntur Budiawan *

Hitler dimakamkan di TPU Ngagel Surabaya. Benarkah? Sesungguhnya isu ini tidaklah baru dan sudah muncul beberapa tahun lalu. Isu ini kembali relevan setelah tengkorak yang disangka milik Hitler -mati pada usia 56 tahun- sebagaimana versi sejarah yang beredar, ternyata bukan miliknya.

Dikutip koran Inggris Daily Telegraph, ahli arkeologi yang juga dokter ahli tulang, Nick Belllantoni mengatakan, dari penelitian DNA atas sampel tengkorak tersebut, diketahui bahwa tengkorak itu milik wanita berusia 40 tahun.

“Kami yakin tengkorak itu milik perempuan berusia antara 20 hingga 40 tahun. Tulangnya sangat tipis, berbeda dengan tulang tengkorak pria yang cenderung kuat. Jahitan yang terdapat di tengkorak menunjukkan seseorang yang jelas berusia di bawah 40 tahun,” jelas Nick Bellantoni dari Universitas Connecticut, AS, yang telah melakukan penelitian pada September 2009 lalu.

Selama ini, buku sejarah umumnya menulis bahwa Hitler mati bunuh diri dengan menembak pelipis kirinya setelah sebelumnya dia meminum pil racun jenis sianida. Hitler disebut bunuh diri di persembunyian bawah tanahnya (bungker) di Berlin, Jerman, dengan istrinya Eva Braun. Itu dilakukan setelah pasukan Jerman kalah di mana-mana dari pasukan Sekutu dan Uni Soviet (sekarang Rusia, red) dalam Perang Dunia II, yang berakhir tahun 1945.

Ada kabar, mantan Pemimpin Jerman, dalang utama pembantaian lebih dua juta orang di Eropa tersebut dimakamkan di TPU Ngagel Surabaya.

Pihak menyebut Hitler meninggal di Indonesia adalah dr Sosrohusodo, lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang dijadikan rumah sakit bernama “Hope” di Sumbawa Besar. Sosro menulis sebuah artikel tentang keyakinannya bahwa Hitler mati di Indonesia. Artikel itu dimuat di harian Pikiran Rakyat beberapa tahun silam, dan beredar di sejumlah situs jejaring sosial serta mailing list.

Sosro menceritakan pengalamannya bertemu dengan dokter tua asal Jerman bernama Poch di Pulau Sumbawa Besar tahun 1960. Poch adalah pimpinan sebuah rumah sakit terbesar di pulau tersebut. Klaim yang diajukan dr Sosrohusodo jadi polemik. Dia mengatakan dokter tua asal Jerman yang dia temui dan ajak bicara adalah Hitler di masa tuanya. Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, adalah bahwa dokter tersebut tak bisa berjalan normal. Dia selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan.

Kemudian, kata Sosrohusodo, tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. Dia juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin, dan kepalanya gundul. Kondisi ini diyakini mirip dengan gambaran Hilter di masa tuanya -yang ditemukan di sejumlah buku biografi sang Fuhrer (sebutan populer Hitler, yang berarti pemimpin).

Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang yang diduga Hitler itu berusia 71 tahun. Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk jadi dokter, bahkan dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan.

Keyakinan Sosro bahwa dia bertemu Hitler dan Eva Braun, membuatnya makin tertarik membaca buku dan artikel soal Hitler. Kata dia, setiap melihat foto Hitler di masa jayanya, dia makin yakin bahwa Poch, dokter tua asal Jerman yang dia temui adalah Hitler.

Keyakinannya bertambah saat seorang keponakannya, pada 1980, memberinya buku biografi Adolf Hitler karangan Heinz Linge yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria.

Usai membaca artikel-artikel tersebut, Sosro mengaku menghubungi Sumbawa Besar. Dari sana, dia memperoleh informasi dr Poch meninggal di Surabaya.

Poch meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya (mungkin kini RSUD dr Soetomo) karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di tempat pemakaman umum (TPU) daerah Ngagel.

Harian Surya menginvestigasi hal ini. Saat ke TPU Ngagel, Senin (22/2), Surya benar-benar mendapati sebuah kuburan dengan nisan bertuliskan Dr GA Poch. Tidak ada yang istimewa dari kuburan di bagian tengah TPU itu (dikutip dari Harian Surya, viva news & olahan penulis)

*) M. Guntur Budiawan Lahir: Ternate (MALUT) 06 Januari 1990. Mahasiswa s1 semester 7 jurusan Administrasi Negara, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.