Judul Buku : Indonesia Memahami Kahlil Gibran
Penerbit : Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Indonesian Heritage Trust.
Cetakan : Indonesia Heritage Trust, Jakarta, 2011
Tebal : 104 halaman
Peresensi : Eka Budianta *
balipost.co.id
TERBITNYA dan peluncuran buku “Indonesia Memahami Kahlil Gibran” diselenggarakan di Pura Pejeng, Wantilan, Gianyar dalam acara World Heritage Day, yang bertepatan dengan Peringatan Seribu Tahun Samuan Tiga.
Buku yang diterbitkan oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) itu berisi lebih dari 50 karangan dari berbagai penjuru tanah air. Isinya tentang bagaimana masyarakat Indonesa membaca, menafsirkan, memahami dan salah paham pada Kahlil Gibran. Pujangga Amerika yang menulis dalam bahasa Arab dan lahir di Lebanon pada tahun 1883 itu memang menjadi ikon kesusastraan dan filsafat. Karya-karyanya banyak digemari dan selama bertahun-tahun menjadi best seller di Amerika maupun Eopa.
Indonesia mulai mengenal karya Gibran dari terjemahan bahasa Belanda pada tahun 1920-an, sebelum penyair terkenal itu wafat di New York 1931. Nama Kahlil Gibran muncul bersama Iqbal, Rumi, dan Rabindranath Tagore.
Gibran tidak pernah memenangkan hadiah Nobel, tetapi karyanya tercatat paling laris. Hanya kalah laris dengan kitab Injil, begitu kata kritikusnya.
Buku yang diluncurkan di Gianyar ini menunjukkan bagaimana karya Gibran dikagumi di negeri ini. Banyak orang Indonesia memberi nama anaknya Muhamad Gibran, Chairil Gibran, dan Abel Gibran atau semacamnya. Hal itu menunjukkan bahwa Gibran disukai oleh kaum Muslim, meskipun dia Kristen Maronit.
Seorang guru sekolah dasar di Cianjur, Jawa Barat, bernama Miraj Dodi Kurniawan, mengagumi Gibran karena pandai bergaul untuk merukunkan berbagai umat.
Nabi
Banyak pendapat juga mengatakan, Gibran adalah nabi untuk semua agama, dan patriot untuk semua negara. Gibran mengajar pembacanya untuk mencintai dengan benar negara, agama dan keluarga.
BPPI melakukan peluncuran itu sebagai bagian dari peringatan Seribu Tahun Samuan Tiga. Konsep kerukunan beribadat, bernegara dan berbudaya yang dirintis di Budulu, Bali, sejak seribu tahun yang lalu (1011 Masehi) ternyata juga menjawab pentingnya toleransi, pluralisme dan multibudaya yang dikembangkan dewasa ini.
Rupanya ada paralelisme dan kesamaan antara cita-cita hidup rukun yang dikembangkan oleh Mpu Kuturan di Bali dengan Kahlil Gibran, untuk tanah airnya, Lebanon. Kedua hal ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada dunia.
Buku “Indonesia Memahami Kahlil Gibran” merupakan volume kedua setelah “Kahlil Gibran di Indonesia” yang terbit Januari 2011 untuk memeriahkan hari lahir Gibran. BPPI memanfaatkan berbagai kerja sama untuk menyebarluaskan pendidikan cinta pusaka kebudayaan. Selain mempromosikan pelestarian budaya tak-ragawi seperti sastra, musik, tari, kuliner, tradisi dan adat-istiadat; BPPI juga mengampanyekan pelestrian budaya ragawi (candi, monumen, dst).
Sebagai penutup disebutkan bahwa Samuan Tiga merupakan pertemuan perdana, semacam parlemen agama-agama sedunia, yang dirintis dan dikembangkan oleh Father Maximilian Mizzi, setelah Deklarasi Asisi di Italia. Pemikiran Kahlil Gibran serta tradisi Samuan Tiga di Bali telah bersama-sama memberikan inspirasi kepada dunia.
17 April 2011 | BP
*) Eka Budianta, seorang anggota Dewan Pakar BPPI, dari Jakarta.