INDRIAN KOTO; SI PENJUAL BUKU SASTRA VIA INTERNET

radiobuku.com / Tribun Jogja 17 Februari 2014 menurunkan kisah penyair Indrian Koto dalam mengelola lini usaha yang tak biasa, menjual buku sastra di bawah bendera “Jualan Buku Sastra/JBS”. Tulisan yang diturunkan web daring tribunjogja.com itu dibagi dalam tiga artikel. Inilah sosok Indrian Koto di rimba dunia internet merambah usaha jualan buku sastra.

Indrian Koto Manjakan Pembaca dengan Belanja Buku Lewat Online

Belanja buku lewat online diperkirakan akan terus meningkat. Dengan cara ini masyarakat akan lebih dimudahkan karena prosesnya mudah tinggal klik, bayar dan tinggal menerima kiriman.

Tapi hal itu tidaklah berlaku bagi Indrian Koto, Sastrawan dan juga Pedagang Buku. Ia mengatakan buku sastra menjadi salah satu yang diminati masyarakat saat belanja buku lewat online. Hanya saja kesadaran literasi dan referensi yang belum terlalu memadai, misalnya ketika seseorang masih tertarik membeli buku karena covernya, karena pengarangnya, bukan karena isinya. Padahal ia sendiri memiliki alasan berdagang buku, khususnya sastra karena senang sastra dan tergila-gila padanya.

“Dulu saya sangat sulit mengakses buku sastra, karena memang susah carinya,” ujar pria yang akrab disapa Koto ini. Ia mengatakan banyak menemukan buku sastra, dan kenal satu-dua penerbit buku.

Pria kelahiran Lansano, Sumatera Barat, 19 Februari 1983 ini pun akhirnya berniat berjualan buku sastra. Lantas ia akhirnya merantau ke Yogya dengan menumpang truk, sebab keluarganya bukanlah orang yang mampu. Di Yogya ia tinggal bersama saudara. “Biar saya berasal dari keluarga tidak mampu saya mesti belajar mandiri. Saya mesti bisa menghidupi diri saya. Pilihan yang paling mungkin dan menyenangkan tentu saja berjualan buku,” jelasnya kepada Tribun Jogja, belum lama ini.

Bertahun-tahun jebolan Sosiologi, UIN Sunan Kalijaga ini berjualan buku di acara-acara sastra. Sampai kemudian ia memposting stok buku yang dijualnya di Facebook dan Blog. Semakin lama stok buku di tersebut semakin banyak, dan membuat kamar kosnya penuh. “Saya akhirnya bikin blog khusus yang memposting buku-buku yang saya jual. Tentu semua buku-buku sastra,” ucap Koto.

Kini ia menjual buku-buku secara online, aktivitas ini sudah dimulainya sekitar tahun 2011. Cara dengan membuat blog dan facebook kemudian di susul twitter, dan beberapa akun di pusat jualan online lainnya. Untuk pemesanan buku ia menyediakan fasilitas sms, email, WA, FB dan twitter. Pemesan buku tinggal melihat daftar buku di blog yang diperbaharui setiap awal bulan, lalu menghubungi dengan menyebutkan judul buku dan kota tinggal.

Koto mengaku tidak mempunyai toko, namun menyebutnya #KedaiJBS (Jual Buku Sastra) yang saat ini bertempat di Gang Semangat No 150, Wijilan. Alasan pemindahan ini pertama karena kamar kosnya sudah penuh, sementara banyak orang yang datang untuk berbelanja buku. Alasan lainnya, ia merasa mesti punya ruang khusus untuk berjualan, sekaligus ruang berkumpul kawan-kawan pecinta sastra dan pelaku sastra. “Tempat yang sekaligus bisa dipakai untuk acara-acara sastra,” tambahnya.

Mulai Kerjasama dengan Penerbit hingga Toko Buku

Indrian Koto menceritakan setelah beberapa bulan tinggal di Yogya, tepatnya tahun 2004, ia sudah mulai berjualan buku. Terutama ketika ada event sastra dan pertunjukan di kantong-kantong kesenian di Kota ini.

Tidak semua buku bisa dijualnya, hal ini karena semangatnya berjualan bukan untuk mencari uang semata, namun untuk tujuan membangkitkan semangat masyarakat pada karya sastra, dan bisa terangkatnya para penulis pemula. Buku yang pertama ia jual adalah buku-buku sastra terbitan Akar Indonesia.

Tahun 2005 setiap kuliah, pria asal Lansano, Sumatera Barat ini mulai membawa buku-buku ke kampus. Kebetulan ia punya kenalan pedagang buku di depan kampus ISI dan dia mempercayakan buku-bukunya untuk dijual Koto.

Buku-buku sastra dipilih sebagai prioritas karena merupakan minat utama pria kelahiran 19 Februari 1983 ini. Selain itu distribusi dan penjualan buku sastra ia rasa kurang bagus dibanding buku-buku lainnya. Koto menjelaskan bahwa karena banyaknya buku sastra yang dicetak terbatas dan tak masuk ke toko buku, maka tagline yang dibuatnya adalah: ‘Sebab tidak semua buku sastra tersedia di toko buku’. “Saya kira ini tidak berlebihan,” ujar pria bernama lengkap Indrian Koto ini.

Sebelumnya ia menjual buku-buku yang diambil di penerbit. Namun suatu hari ada seorang kawan yang tidak mau mengambil setoran uang penjualan buku penerbitnya. Uang sejumlah Rp 250 ribu itulah yang kemudian ia belanjakan di sebuah pameran buku. “Saya pilih buku- buku sastra yang isi dan kualitas serta pengarangnya yang saya kira layak. Respon pembeli-awalnya teman-teman di berbagai kota cukup bagus, karena buku A yang terbit di kota Y belum tentu ada di kota B,” jelas Koto.

Selain buku sastra sebagai fokus utama, Koto juga menyediakan beberapa buku lainnya yang menjadi pendamping dan tak bisa dipisahkan dari sastra, seperti: buku-buku seni, filsafat, sejarah, antropologi, budaya, sosiologi, serta agama. “Tentu buku-buku ini saya seleksi dulu, setidaknya cocok dan layak menurut ukuran saya,” akunya.

Buku-buku sastra yang dijual Koto selain bekerjasama dengan beberapa penerbit, hampir tiap hari ia harus menyisir tempat jualan buku. Hal tersebut dilakukannya untuk mencari buku-buku sastra yang sudah tidak dijual di toko buku konvensional. “Setiap bulan saya update katalognya di jualbukusastra.com, dan sebagian dari buku-buku tersebut stoknya hanya ada satu eks,” ujar Koto.

Kepindahannya ke Wijilan sejak Mei 2013 lalu dengan mencicil uang kontrakan membuat Koto semakin fokus menekuni bidangnya, yaitu menulis dan berjualan buku. Ruang yang baginya cukup nyaman ini sesekali juga digelar acara pembacaan dan diskusi sastra. Di tempat ini juga beberapa seniman muda di Yogya bisa berkumpul hampir setiap malam. “Teman-teman datang, dan tidur di sini. Tempat yang juga jadi tempat menginap kawan-kawan dari luar kota. kedai JBS ini bagi saya adalah komunitas, lebih tepat disebut gudang ketimbang toko,” tuturnya.

Jual Buku Sastra, Kolaborasi Antara Kesenangan dan Ideologi

Menjual buku bagi Sastrawan Indrian Koto, harus ada batasan, utamanya yang ia lakukan adalah dengan menjual buku-buku sastra indie. Meski penjualannya kurang bagus, ini tetap ia pertahankan. Hanya saja tidak semua buku sastra indie dan umum yang bisa masuk, ia juga mesti menyaring dan menyeleksi. “Saya tidak mau buku JBS ini ramai secara kuantitas, tetapi bisa diperhitungkan secar kualitas,” kata lulusan Sosiologi, UIN Sunan Kalijaga ini.

Ada banyak tawaran kerjasama dari penulis yang harus ia tolak, dan tidak jarang ia meminta penulis menitipkan jualannya di tempatnya, atau langsung membelinya. Artinya, ada banyak buku sastra yang terbit, tapi belum tentu semua buku sastra yang terbit punya kualitas yang baik.

“Saya kira JBS (Jual Buku Sastra) kolaborasi antara kesenangan dan ideologi. Hasil akhirnya tentu bukan seberapa besar penghasilan setiap bulan, tetapi kepuasan sebagai sesama pencinta dunia literasi,” ungkap Koto.

Selain mempunyai kedai kecil di Jl Wijilan Yogyakarta yang ia pakai untuk berjualan dan menggelar berbagai kegiatan sastra bersama komunitas, Koto juga memperkuat promosinya di blog dan twitter. Ada beberapa fasilitas yang ia berikan untuk pelanggan. Laiknya usaha kecil, ia menyediakan bonus buku, memberi kaos JBS + Kado Buku untuk pembelian tertentu. “Saya juga membikin group diskusi di WhatsApp, menjual buku yang hasil penjualannya disumbangkan di JBS Peduli, memberi pembatas buku, dan stiker,” jelasnya.

Beberapa pembeli buku juga minta rekomendasi buku yang hendak mereka baca dari Koto. Tak hanya itu, para pembeli juga bisa mendiskusikan isi buku yang sudah dibeli, dan sebagainya. “Saya nyaman dengan ini karena merasa ada di ranah yang saya sukai dan geluti. Kepuasan personal inilah yang menguatkan saya,” ujarnya.

***

Leave a Reply

Bahasa »