Catatan. Jumat, 18 September 2020


Didin Tulus

Hari ini, dengan itikad baik walaupun dengan perasaan takut, waswas dan tanpa uang, saya sudah memenuhi undangan pihak kepolisian untuk wawancara atas laporan yang diduga melanggar Undang-Undang ITE yang menimpa saya. Selama 6 jam (mulai jam 10.00-16.00) saya menjalani proses wawancara di Polrestabes Bandung, Jln Jawa – Bandung.

Adapun pemanggilan pihak kepolisian itu atas komentar saya di salah satu teman Facebook saya. Sebenarnya saya hanya ingin menyampaikan isi hati saya tentang kondisi ekonomi saya yang morat-marit, ditambah dengan kondisi kesehatan anak saya yang membutuhkan biaya pegobatan tidak sedikit. Belum lagi saya masih dibebani pihak sekolah yang mengharuskan anak saya membeli sejumlah buku paket yang memberatkan. Apalagi di masa pandemik ini, buku yang dimaksud digunakan untuk pembelajaran daring.

Kembali ke soal pemanggilan pihak kepolisian, sebenarnya di komentar status Facebook teman saya itu, saya hanya ingin sekadar bercurah hati dan sama sekali tidak bermaksud mencemarkan nama baik siapa pun atau institusi mana pun. Di luar dugaan, ternyata komentar status saya itu di-tag / diteruskan ke orang yang tidak ada hubungannya dengan situasi yang sebenarnya saya alami, dengan menjadikan saya sebagai terlapor ke pihak kepolisian.

Saya benar-benar tertekan dan shock.
Dengan kejadian ini saya merasa terpuruk, sedih, bertanya-tanya pada diri sendiri dan didera ketakutan. Sejak saya menerima surat panggilan dari polisi, istri saya menjadi resah, sedih, tertekan dan marah kepada saya. Istri saya tidak mau saya masuk penjara.

Saya ini orang susah dan tidak punya penghasilan tetap. Untuk bisa hidup, saya berjualan buku, cangkir, kaldu jamur dan gula semut kecil-kecilan dan apa pun yang halal utuk menyambung hidup saya dan keluarga. Kadang laku kadang tidak. Kalaupun laku, tidak seberapa hasilnya.

Dengan uang itu, saya bisa menebus obat anak saya dengan biaya besar setiap bulannya. Itu baru satu jenis obat. Belum lagi obat lainnya, sedikitnya ada 3 jenis obat tiap hari dan termasuk untuk biaya transfusi darah.

Dengan kejadian kasus ini, saya sempat berpikir. Saya sebagai orang kecil sedang berhadapan dengan orang-orang besar. Apakah karena saya orang miskin dan susah maka mereka berhak semena-mena merendahkan dan menginjak-nginjak saya, sehingga saya harus berurusan dengan hukum dan kepolisian?

Saya harap keadilan itu memiliki nurani dan ada bagi saya. Semoga orang miskin dan lemah seperti saya tidak menjadi korban bulan-bulanan dari mereka yang memiliki kuasa.

Jumat, 18 September 2020

2 Replies to “Catatan. Jumat, 18 September 2020”

Leave a Reply

Bahasa »