Djoko Saryono *
Memasuki puasa Ramadan saya menjumpai Holy Adib si pendekar bahasa untuk belajar silat bahasa Indonesia yang tepat dan tangkas, bukan sekadar silat lidah. Betapa silat lidah berbahaya, bahkan sia-sia karena dapat menjadikan puasa tanpa faedah. Jurus-jurus apa pun silat lidah niscaya tak mendatangkan berkah, hanya menimbulkan tikai komunikasi dan bisa berujung pertikaian raga. Sebaliknya, silat bahasa akan penuh guna, bisa membuat interaksi berdaya dan sarat kehangatan. Malah dapat merawat kebersamaan dan memperkuat tali jalinan persaudaraan atau perkauman.
Untuk itu, saya mendaras kitab terbaru suratan sang pendekar bahasa, bertajuk Perca-Perca Bahasa terbitan Penerbit Diva (Maret 2021) kepunyaan Masyai Edi Mulyono idola saya. Dikemas dalam rupa esai, kitab Perca-Perca Bahasa berisi 31 jurus silat bahasa, dalam hal ini mengajarkan jurus cermat bahasa dan tepat berbahasa. Jurus cermat bahasa dan tepat berbahasa sama-sama pentingnya agar saya semakin mahir bersilat bahasa. Tanpa kedua golongan jurus bahasa itu niscaya wicara atau malah komunikasi saya dapat bermasalah: mengalami kendala atau salah paham segala.
Oleh si pendekar bahasa 31 jurus silat bahasa baik cermat bahasa maupun tepat berbahasa diajarkan secara empiris dan kontekstual, tak melulu teoretis dan konseptual. Tak semata mengawang-ngawang di langit idealitas, tapi membumi di tanah realitas. Itulah sebabnya diangkat kasus-kasus cermat bahasa dan tepat berbahasa Indonesia yang terjumpai di berbagai arena silat bahasa Indonesia, di pelbagai peristiwa silat bahasa Indonesia. Kemudian masing-masing kasus disingkap selubung persoalannya dengan berbagai tilikan baik tilikan teknis-linguistis maupun historis atau sosiologis, dan diakhiri dengan sodoran jurus silat bahasa yang dipandang cermat dan/atau tepat.
Tak mengherankan, kitab Perca-Perca Bahasa dengan tegas-jelas mengajarkan kepada saya jurus silat bahasa yang paling cermat dan/atau tepat untuk digunakan dalam berbagai ranah peristiwa silat bahasa. Dengan cara demikian, tampak sang pendekar bahasa berharap dunia persilatan bahasa tak mengalami rumpang dan simpang tata, tetap mematuhi dan mentakzimi tata aturan logika dan etika bersilat bahasa di aneka arena silat bahasa (media, film, hukum, dan sebagainya). Di sinilah kitab Perca-Perca Bahasa telah ikut urun menjaga dunia seni silat bahasa Indonesia.
Tandasnya, sang pendekar bahasa sudah ikut serta merawat, malah ikut memperkaya seni silat bahasa Indonesia demi eloknya persilatan bahasa yang menopang kesesamaan dan kebersamaan kita sebagai pesilat bahasa, terjauhkan dari kebiasaan tikai silat lidah yang membahayakan sesama. Memang, untuk mencapai taraf tangkas bersilat bahasa, kita perlu menunggu pelajaran berikutnya dari sang pendekar. Kita doakan sang pendekar bahasa bisa menyurat kitab berisi ihwal tangkas-mahir seni silat bahasa Indonesia agar kita meminimalkan silat lidah di percaturan silat bahasa.
Sudah ah… Selamat berpuasa Ramadan para sahabat FB. Kuasai seni silat bahasa, mainkan jurus silat bahasa yang indah di bulan puasa. Jangan mainkan jurus silat lidah yang hanya menggaduhkan suasana, apalagi berisi dusta.
13 April 2021
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.