“Lirisme” Sajak Sunda

Djasepudin*
http://www.pikiran-rakyat.com/

DALAM khazanah sastra Sunda, sajak merupakan produk budaya paling bungsu. Bahkan, di awal kelahirannya sajak Sunda sempat menuai pro-kontra. Setelah melewati lebih dari lima dasawarsa kiwari, keberadaan sajak Sunda masih mendapat tempat di hati masyarakat.

Sastrawan Sunda munggaran yang menulis sajak adalah Kis Ws, nama lain dari Kiswa Wiriasasmita (1922-1995). Meski produk budaya anyar, sajak Sunda sejatinya masih berpijak pada akar tradisi karuhun. Tidak hanya bahasa, pengaruh nilai-nilai dangding atau pantun pun masih menjadi ilham para pengarang Sunda dalam menuangkan ekspresinya.

Sayudi (1932-2000), misalnya. Penyair alumnus Konservatori Karawitan jurusan Sunda ini, sajak-sajaknya memiliki ruh puisi lama semacam pantun, sisindiran, atau kakawihan. Kumpulan sajak Sunda yang pertama terbit pun buah pikirnya, Lalaki di Tegal Pati (1963). Sajak Sunda ti kamari tepi ka kiwari masih mengedepankan unsur musikal alias terpatri melalui dimensi bunyi, berasyik-masyuk menikmati indahnya purwakanti atau rima dan irama. Sebutlah wanita penyajak Etti R.S. Penyajak yang lahir di Ciamis, 31 Agustus 1958 ini, telah menghasilkan empat kumpulan sajak, yaitu Jamparing (1984), Gond?wa (1987), Maung Bayangan (1994), dan Lagu Hujan Silantang (2003). Maung Bayangan beroleh Hadiah Sastera Rancag? 1995.

Hanya Godi Suwarna yang agak minculak. Dengan dalih menolak tradisi dan bertolak dari tradisi Godi melabrak pakem sajak yang sebelumnya dibiarkan mandek. Keliaran imaji Godi paling tidak dapat dilihat dalam kumpulan sajak Blues K?r? Lauk (1992) dan Dong?ng Si Ujang (1998). Cara ucap Godi dalam Blues K?r? Lauk tidak lagi merengek-rengek menangis. Sunda yang diungkap Godi sesuai dengan zamannya, yakni generasi “abad metal”. Sangat beralasan jika kumpulan sajak tersebut beroleh Hadiah Sastera Rancag? 1993.

Beberapa sastrawan yang telah menghasilkan buku sajak Sunda adalah Ajip Rosidi, Jant? Arkidam jeung Salikur Sajak Sunda Lianna (1967), Surachman R.M., Surat Kayas (1968) dan Basisir Langit (1976), Yus Rusyana, Nu Mahal ti Batan Inten (1980) dan Buana nu Pinuh ku M?ga (1992), Usep Romli H.M., Sabelas Taun (1979), Wahyu Wibisana ,Urang Naon di Cinaon (1992), D?dy Windyagiri, Di Lembur Bulan Dikubur (1992), Rachmat M. Sas. Karana, Ombak Laut Kidul (1967), Tepung di Bandung (1972), serta Surat Panjang ti Cijulang (1983), Ac?p Zamzam Noor, Dayeuh Matapo? (1993), Yous Hamdan, Kalakay Budah (1994), Edddy D. Iskandar, Kasidah Langit (1992), serta Hadi A.K.S., Ombak jeung Halimun (2002).

Adapun antologi sajak bersama di antaranya Saratus Sajak Sunda (1992), Puisi Sunda Indonesia Emas (1995), Nyurup Lambak (1995) yang diterbitkan Paguyuban Mahasiswa Sastra Sunda Unpad, serta N?angan Bulan (2006) diterbitkan BPTB Jabar. Jumlah kumpulan sajak Sunda yang relatif banyak itu akan lebih bermakna bila diberdayakan dengan penuh kesadaran. Salah satu caranya dengan memusikalisasi sajak Sunda, seperti yang diretas Mang Koko (Koko Koswara). Mang Koko banyak menggubah sajak-sajak karya Wahyu Wibisana, Dedy Windyagiri, Winarya Artadinata, dan R. Sukendar K.

Jejak Mang Koko diikuti musisi Ferry Curtis. Sajak yang digarap adalah Langit Ceudeum (Sayudi), Tawis Soca (Etti R.S.), Sar?, Priangan, dan Pananjung (Rachmat M. Sas Karana), serta Cikaracak (Godi Suwarna).

Sementara itu, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS) yang digawangi Dian Hendrayana dkk. memusikalisasi sajak Sunda dalam album Lalaki Langit (2008). Dalam album itu kita bisa menikmati dan menghayati musikalisai sajak Tresnaning Tresna (Godi Suwarna), Hiji Peuting (Etti R.S.), Pangbalikan (Wahyu Wibisana), Leuwi (Abdullah Mustapa), Ilangna Mustika (Kis W.S.), Onih (Sayudi), Priangan (Racmat M. Sas Karana), Harepan (Taufik Fatorohman), Lalaki Langit (Juniarso Ridwan), Hujan di Buruan (Hadi A.K.S.), dan Cirebon (Eddy D. Iskandar). Disamping menyampaikan pesan moral, upaya musikalisasi sajak Sunda pun merupakan salah satu cara untuk mengenalkan kembali kata-kata Sunda yang tergolong buhun alias arkhaik.

*) Alumnus Program Studi Sastra Sunda Unpad)***

One Reply to ““Lirisme” Sajak Sunda”

  1. Upami gaduh musikalisasi sajak sunda lalaki langit nuhunkeun kang.
    Sono… Kantos kenging CD na tapi ical.
    Tambi kangen… Pamugi ditedunan. Hatur nuhun.

Leave a Reply

Bahasa ยป